PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan tiga pasangan calon Gubernur dan wakil gubernur sudah penuhi syarat untuk maju di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Riau 2024, namun pengamat memerhatikan masih ada salah satu kandidat yang memanfaatkan jabatan.
Memasuki masa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, perhatian publik tertuju pada sejumlah calon yang masih memanfaatkan fasilitas negara dan jabatan yang mereka emban untuk keperluan politik pribadi.
"Fenomena ini memicu kekhawatiran keadilan dalam proses demokrasi di Indonesia," kata Saiman Pakpahan, pengamat politik dari Universitas Riau (Unri), menyoroti praktik ini sebagai bentuk surplus kekuasaan yang dimanfaatkan oleh para calon kepala daerah yang masih memegang jabatan publik.
Sementara KPU Provinsi Riau sudah mengonfirmasi telah menerima sejumlah tanggapan dan masukan dari masyarakat terkait tiga pasangan bakal calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Riau.
Tanggapan ini disampaikan pada masa sanggah yang telah dibuka KPU sejak pekan lalu, dengan hari ini, Rabu 18 September 2024, sebagai hari terakhir untuk menyampaikan masukan.
"Sudah ada beberapa surat (tanggapan) yang masuk ke KPU," kata Ketua KPU Riau, Rusidi Rusdan
Ia menyatakan, masyarakat telah memanfaatkan kesempatan ini untuk memberikan tanggapan, ujar Rusidi Rusdan.
Menurutnya, masa sanggah ini merupakan salah satu tahap penting dalam memastikan bahwa para kandidat yang sebelumnya dinyatakan memenuhi syarat administrasi pencalonan benar-benar layak dan berintegritas.
Masukan dari masyarakat akan menjadi bahan pertimbangan dalam proses penilaian lebih lanjut KPU.
Sementara itu, Komisioner KPU Riau Divisi Teknis Pelaksanaan, Nahrawi menambahkan, setiap tanggapan yang diterima akan direkap terlebih dahulu sebelum diumumkan kepada publik.
"Kami telah menerima berbagai masukan dari masyarakat terkait paslon Gubernur dan Wakil Gubernur. Semua tanggapan ini akan kami rekapitulasi terlebih dahulu sebelum dipelajari apakah ada yang harus ditindaklanjuti. Kami pastikan seluruhnya tercatat dan diverifikasi dengan benar," jelasnya.
Proses ini, menurut Nahrawi, merupakan langkah untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pemilihan.
KPU berharap dengan adanya masa sanggah, masyarakat dapat berperan aktif dalam memberikan pandangan mereka terkait kelayakan calon-calon yang akan memimpin Provinsi Riau selama lima tahun ke depan.
Tahapan ini juga menunjukkan komitmen KPU dalam menjamin proses pemilihan yang terbuka dan adil.
"Keterlibatan masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa para kandidat adalah figur yang benar-benar dapat diandalkan untuk memimpin daerah ini," pungkas Nahrawi.
KPU Riau juga telah menetapkan tiga pasangan calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur yang memenuhi syarat pencalonan setelah melewati proses perbaikan dokumen.
Penetapan tersebut diumumkan Sabtu 14 September 2024 kemarin.
Berkas kelengkapan syarat yang mencakup aspek administratif hingga hasil pemeriksaan medis telah diterima masing-masing Liaison Officer (LO) Paslon.
Ketua KPU Riau, Rusidi Rusdan menyatakan, semua Paslon dinyatakan memenuhi syarat setelah proses perbaikan dokumen yang diberikan kepada mereka sebelumnya.
“Tiga paslon memenuhi syarat,” ujar Rusidi.
Ia menambahkan, setiap calon telah melengkapi kekurangan berkas sesuai dengan persyaratan yang ditentukan KPU.
“Semua proses sudah dilalui, termasuk masa perbaikan. Paslon telah melengkapi kekurangan berkas, dan tidak ada lagi persoalan yang menghalangi mereka untuk ditetapkan memenuhi syarat,” jelas Rusidi.
Ketiga Paslon yang memenuhi syarat tersebut adalah:
Tetapi kembali seperti disebutkan Saiman Pakpahan, pengamat politik dari Universitas Riau (Unri), menyoroti praktik ini sebagai bentuk surplus kekuasaan yang dimanfaatkan oleh para calon kepala daerah yang masih memegang jabatan publik.
"Pertama, mereka yang sedang menjabat tetapi mencalonkan diri sebagai kepala daerah sering memanfaatkan fasilitas negara dan kekuasaan yang mereka miliki untuk kepentingan politik," ujar Saiman, Rabu (18/9/2024).
Ia menambahkan bahwa secara substansial, ketika seorang pejabat telah memperlihatkan gestur politik dan niat bertarung dalam Pilkada, maka harusnya menanggalkan semua fasilitas publik yang melekat.
"Secara substansial, ketika dia sudah terlihat ingin bermain politik, dia harus fair dan meninggalkan jabatan tersebut. Karena fasilitas yang dia gunakan adalah fasilitas publik, bukan fasilitas kelompok," jelas Saiman.
Namun, dalam praktiknya, banyak calon kepala daerah berlindung di balik pendekatan administratif. Mereka beralasan bahwa status mereka masih sebatas calon dan belum ditetapkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Secara administratif, mereka berlindung dengan alasan bahwa mereka belum ditetapkan sebagai calon. Sehingga masih bisa memanfaatkan jabatan yang mereka pegang," lanjutnya.
Saiman menyoroti contoh nyata di mana masih ada calon kepala daerah yang sampai saat ini tetap menjabat, dan berkeliling melakukan sosialisasi dengan menggunakan fasilitas negara, sementara baliho-baliho sosialisasinya sudah tersebar di berbagai tempat.
"Kalau ditanya, mereka mengatakan, 'Saya kan masih mendaftar, belum ditetapkan.' Secara administratif, memang benar, tapi secara substansial, mereka sudah menjadi calon dan mulai memanfaatkan kekuasaan mereka untuk keuntungan elektoral," tambahnya.
Situasi ini menimbulkan dilema bagi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang terikat pada aturan yang ada. Menurut Saiman, Bawaslu tidak dapat bertindak karena tidak ada regulasi yang secara spesifik mengatur situasi seperti ini.
"Bawaslu sendiri juga terikat oleh aturan yang ada, sehingga tidak bisa menindak karena secara administratif, memang belum ada pelanggaran," ungkapnya.
Masalah ini semakin kompleks ketika dihadapkan dengan peraturan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), di mana ASN kecil dilarang berpolitik, namun para pemimpin yang mencalonkan diri justru memanfaatkan jabatan mereka untuk kepentingan politik.
"Ironisnya, ASN kecil dilarang berpolitik, tapi mereka yang memimpin justru berpolitik. Ini adalah masalah besar dalam sistem pemerintahan kita yang membiarkan fenomena politik berjalan secara substansi, tapi tunduk pada aturan birokrasi yang tidak memadai," kata Saiman.
Ia juga menyoroti bahwa KPU sebagai penyelenggara Pilkada seharusnya dapat membaca dan menangani situasi ini dengan lebih baik.
"KPU harusnya bisa melihat gestur politik ini, bahwa seorang pejabat yang mencalonkan diri memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan elektoral. Ini merusak demokrasi karena mereka memanfaatkan sumber daya yang seharusnya dimiliki secara adil oleh semua peserta Pilkada," tegas Saiman.
Ke depan, diperlukan regulasi yang lebih tegas untuk mencegah penyalahgunaan jabatan oleh calon kepala daerah yang masih menjabat, demi memastikan kompetisi politik yang sehat dan setara bagi semua peserta.
Sementara Rois, Anggota DPRD Kota Pekanbaru, mengingatkan warga untuk dapat menghindari provokasi dan jatuhkan lawan politik.
"Jangan sampai Pilkada menimbulkan kegaduhan dan gesekan di tengah masyarakat. Jangan sampai ada yang tidak bertegur sapa karena beda dukungan. Kalau kita memahami Pilkada ini sebagai suatu bagian dari pesta demokrasi, ya dibawa happy saja layaknya pesta," kata Rois, Selasa (17/9).
Jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada November 2024 mendatang, kata Rois, masyarakat diimbau tetap menjaga kondusifitas. Serta menghindari hal-hal yang dinilai berpotensi dapat mengadu domba masyarakat.
Bahkan dengan adanya lima pasangan bakal calon Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru, masyarakat bisa lebih bijak menentukan pilihan. Tentunya dengan tidak menjatuhkan pasangan lain.
Politisi PKS ini menilai, berbeda pilihan dalam pesta demokrasi merupakan hal yang sangat wajar.
Tinggal bagaimana masyarakat mengekspresikan dengan hal-hal yang positif.
"Jangan sampai ketidaksukaan kita ke satu calon kepala daerah, lantas kita menjelek-jelekkannya atau menjatuhkan dengan hal-hal yang tidak baik. Contoh kecilnya merusak spanduk calon tertentu. Kalau kita tidak suka biarkan saja, ada petugas Panwas untuk menertibkan," ujarnya lagi.
Yang paling terpenting, dari lima bakal pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru yang saat ini sudah mendaftarkan diri di KPU.
Semuanya siap bertarung pada November 2024 mendatang. Diharap bisa mendapatkan sosok kepala daerah yang kredibel yang diakui masyarakat.
Tidak hanya itu, lima persoalan penting yang saat ini dihadapi masyarakat bisa dituntaskan oleh calon kepala daerah terpilih.
Seperti persoalan infrastruktur, masalah sampah, pendidikan, parkir dan masalah banjir.
"Harapan kita tentu Pilkada ini melahirkan pemimpin yang kredibel yang diakui oleh masyarakat. Jadi silahkan menilai dan pilih saja siapa sosok calon pemimpin yang bisa dan berpotensi bisa mewakili aspirasi masyarakat," pungkas Rois.
Untuk diketahui saat ini ada lima pasangan bakal calon Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru yang sudah mendaftarkan diri di KPU, yakni pasangan Muflihun - Ade Hartati Rahmat, Edy Natar - Dastrayani Bibra, dan Intsiawati Ayus - Taufik Arrakhman. Kemudian ada Agung Nugroho - Markarius Anwar dan Ida Yulita Susanti - Kharisman Risanda. (*)
Tags : komisi pemilihan umum, kpu, pekanbaru, tiga paslon gubri-wagubri, tiga paslon penuhi syarat pilkada, pilgubri 2024 ,