Artikel   2025/10/28 11:26 WIB

Kualitas Shalat Seseorang Mencerminkan Kondisi Hatinya

Kualitas Shalat Seseorang Mencerminkan Kondisi Hatinya

SHALAT menempati posisi yang tinggi dalam perspektif ajaran Islam. Namun, tidak semua pelaksanaan ibadah itu memiliki kualitas yang sama.

Ada orang yang mendirikan shalat sekadar untuk menggugurkan kewajiban. Ada pula yang beribadah itu untuk berupaya membersihkan hatinya dan mendekatkan diri kepada ridha Allah.

Ulama besar dari abad ke-11, Imam Ghazali, menaruh perhatian serius pada soa kualitas shalat. Dalam karya monumentalnya, Ihya’ Ulum ad-Din, ia menunjukkan cara menjadikan shalat tak sekadar rutinitas, melainkan pengalaman spiritual yang menghidupkan hati dan menenteramkan jiwa.

Menurut Imam Ghazali, kualitas shalat seseorang mencerminkan kondisi hatinya. Bila hatinya lalai dari mengingat Allah, shalat yang dilakukannya pun akan kosong dari makna. Sebaliknya, bila hati hidup, shalat akan menjadi jembatan menuju ridha Allah.

“Ketahuilah, hakikat shalat adalah hadirnya hati di hadapan Allah. Siapa yang berdiri dalam shalat sementara hatinya berpaling kepada dunia, maka ia seperti tubuh tanpa ruh,” tulis Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulum ad-Din.

Lebih lanjut, Imam Ghazali membagi kualitas shalat menjadi tujuh tingkatan, mulai dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi. Setiap tingkat menunjukkan kedalaman hubungan seorang hamba Allah dengan Tuhannya.

Shalat orang lalai (ghafil)

Dalam tingkatan ini orang hanya menjalankan gerakan lahiriah tanpa kesadaran makna.

Shalat orang yang sadar secara lahir

Dalam tingkatan ini, seorang hamba yang menunaikan shalat dengan benar sesuai syariat, tetapi hati masih sering melayang.

Shalat orang yang menjaga kehadiran hati

Dalam tingkatan ini, seorang hamba sudah mulai fokus dan memahami bacaan.

Shalat orang yang khusyuk

Di sini, hati seorang hamba sudah tenang, pikiran tertuju penuh kepada Allah.

Shalat orang yang menyaksikan kebesaran Allah

Orang yang mencapai tingkatan ini akan merasakan kehadiran dan keagungan-Nya seolah melihat langsung.

Shalat orang yang fana dari diri sendiri

Setelah berada di tingkatan ini, kesadaran seorang hamba lenyap, hanya Allah yang hadir.

Shalat para nabi dan wali

Di level ini, shalat dilakukan bukan karena kewajiban atau pahala, melainkan karena cinta. Shalat sudah menjadi kebutuhan jiwa.

Menurut Imam Ghazali, semakin tinggi kualitas shalat seseorang, semakin dekat pula ia dengan sumber ketenangan sejati, Allah SWT. (*)

Tags : imam ghazali, tingkatan shalat, level shalat, ihya ulum ad-din, shalat, tuntunan islam,