
PEKANBARU – Kualitas udara di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, masuk kategori tidak sehat sudah sepekan terakhir.
"Kualitas udara tidak sehat dan terus memburuk."
"Curah hujan di Riau berkurang drastis sejak empat hari yang lalu. Ini menyebabkan tanah dan hutan menjadi sangat kering dan rentan terbakar," kata seorang forecaster BMKG Stasiun Meteorologi Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, pada Minggu (20/7).
menurutnya, Kondisi ini disinyalir terjadi akibat asap dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang melanda sejumlah kabupaten/kota di Riau, termasuk di Pekanbaru sendiri.
Berdasarkan data dari website pengukur indeks kualitas udara iqair.com pada pukul 07.00 WIB, indeks kualitas udara Kota Pekanbaru mencapai angka 103.
Angka ini menunjukkan bahwa kualitas udara sedang tidak sehat, khususnya bagi kelompok sensitif seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan.
Polutan utama pencemaran udara adalah particulate matter (PM) 2.5, yaitu partikel halus berukuran 2.5 mikrometer atau kurang dalam diameter, yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Konsentrasi PM2.5 saat ini mencapai 36.3 mikrogram per meter kubik, 7.3 kali lipat nilai panduan PM2.5 tahunan WHO.
Atas kondisi ini, website iqair mengeluarkan sejumlah rekomendasi, yakni mengurangi aktivitas outdoor atau di luar ruangan, menutup jendela untuk mengurangi masuknya udara kotor, menyalakan penyaring udara dan menggunakan masker jika tetap harus beraktivitas di luar, khususnya bagi kelompok sensitif.
Kondisi asap yang mulai pekat ini mulai dikeluhkan warga.
"Gara-gara asap ini mata pedih dan bikin nafas juga sesak," kata warga Arengka, Pekanbaru saat melintas di Jalan Soekarno Hatta.
Warga disarankan untuk memakai masker jika beraktivitas di luar ruangan.
Provinsi Riau menjadi sorotan setelah citra satelit terbaru pada 18 Juli 2025, pukul 23.00 WIB, menunjukkan peningkatan drastis jumlah hotspot (titik panas).
Tercatat 259 hotspot terdeteksi di Riau, dari total 694 hotspot di seluruh Pulau Sumatra, menjadikannya rekor tertinggi dibandingkan provinsi lain di Indonesia.
Lonjakan hotspot di Riau sangat signifikan dibandingkan beberapa hari sebelumnya. Pada 17 Juli, hanya terdeteksi 48 hotspot, menurun dari 70 hotspot pada 16 Juli, dan hanya 11 hotspot pada 15 Juli.
Lonjakan angka hotspot pada hari ini menunjukkan kondisi darurat yang memerlukan perhatian serius.
Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru mengungkap, dari 259 hotspot yang terdeteksi, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) dan Rokan Hilir (Rohil) menjadi penyumbang terbesar titik panas di Riau.
Hotspot juga terpantau di Kota Dumai, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), dan Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu).
Tingkat kepercayaan (confidence level) dari sebaran titik panas menunjukkan bahwa Rokan Hulu, Rokan Hilir, dan Kota Dumai memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, mengindikasikan adanya kebakaran aktif di lokasi tersebut.
Peningkatan hotspot ini tidak terlepas dari kondisi cuaca yang kering ekstrem dalam beberapa hari terakhir.
Ia menambahkan, prakiraan cuaca selama tiga hari ke depan menunjukkan curah hujan di sebagian besar wilayah Riau masih akan tetap rendah.
"Meskipun ada potensi hujan ringan di wilayah pesisir pada malam atau dini hari, secara umum kondisi kering masih akan mendominasi," jelasnya.
Melihat situasi yang kian mengkhawatirkan, masyarakat diimbau untuk tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar.
Kualitas udara di Pekanbaru memburuk, dewan desak penanganan cepat karhutla.
“Harus ada tindakan segera dari pemerintah dan Satgas Karhutla. Jangan sampai kebakaran semakin meluas dan mengganggu aktivitas masyarakat,” kata Wakil Ketua DPRD Riau, Budiman Lubis, Minggu (20/7).
Kualitas udara di Provinsi Riau kembali memburuk akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terus meluas.
Data Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) menunjukkan kondisi udara di Kota Pekanbaru berada dalam kategori tidak sehat, menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak kesehatan dan aktivitas sosial masyarakat.
Budiman Lubis menyampaikan keprihatinannya atas situasi tersebut. Ia mendesak Pemerintah Provinsi Riau dan Satuan Tugas (Satgas) Karhutla untuk segera mengambil langkah cepat dan tegas dalam menangani kebakaran yang terjadi.
Ia juga menegaskan bahwa upaya pengendalian Karhutla tidak bisa hanya bertumpu pada pemerintah provinsi.
Menurutnya, pemerintah kabupaten dan kota se-Riau harus turut berperan aktif dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan.
“Peristiwa seperti ini sudah berulang kali terjadi di Riau. Seharusnya pengalaman masa lalu dijadikan pelajaran. Jangan sampai sekolah diliburkan, bandara lumpuh, dan ekonomi terganggu seperti sebelumnya,” ujarnya.
Budiman Lubis meminta agar pencapaian penanganan Karhutla pada tahun-tahun sebelumnya dipertahankan.
Ia menilai sejumlah strategi yang pernah berhasil harus kembali dijalankan secara konsisten.
“Dulu bisa dikendalikan, kenapa sekarang tidak? Strategi yang efektif harus dijalankan lagi, termasuk patroli udara, darat, dan sistem deteksi dini,” tegasnya.
Budiman Lubis turut menyoroti peran perusahaan pemegang konsesi lahan.
Ia meminta agar perusahaan tidak lepas tanggung jawab dan turut menjaga wilayah konsesinya agar tidak terbakar.
“Saya mengajak seluruh elemen—pemerintah, swasta, dan masyarakat—untuk bersama-sama mencegah bencana kabut asap semakin parah. Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal kesehatan dan masa depan generasi kita,” pungkasnya. (rp.ind/*)
Editor: Indra Kurniawan
Tags : udara tak sehat, kualitas udara buruk, pekanbaru, kualitas udara di pekanbaru memburuk, warga hindari partikel PM2.5 ,