PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Yayasan Sahabat Alam Rimba [Salamba] menilai lahan bekas tambang minyak dan gas [Migas] harus direklamasi, rehabilitasi dan revegetasi jika dibiarkan akan berdampak pada lingkungan.
"Kegiatan pertambangan selain menghasilkan produk olahan yang bermanfaat bagi masyarakat, di sisi lain juga menghasilkan dampak ikutan yang harus dipulihkan, seperti adanya bekas galian," kata Ir Marganda Simamora SH M.Si, Ketua Salamba, Senin (20/5/2024).
Dia mengingatkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi Pasca Tambang Keputusan dan Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral [ESDM] Nomor 26 Tahun 2018 tentang pelaksanaan kaidah pertambangan [Migas] yang baik dan pengawasan pertambangan mineral dan Batubara.
"Tujuan diterbitkannya dua beleid tersebut sangat jelas, agar dampak negatif dari aktivitas pertambangan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan."
"Saya melihat bekas tambang batu bara maupun ekploitasi Migas di daerah-daerah masih banyak melupakan pemulihan areal," sebutnya tanpa memberitahu perusahaan penambang.
"Kalau dilakukan reklamasi, setidaknya bisa dimanfaatkan sebagian sebagai kolam budidaya ikan dan sisanya dimanfaatkan sebagai model hutan konservasi keanekaragaman hayati," ujarnya.
Di dalam hutan konservasi bekas tambang dan lahan kritis itu lanjut Ganda Mora semestinya sudah bisa ditempatkan berbagai tumbuhan [tanaman] kehidupan.
Ia menambahkan, beberapa jenis pohon yang ditanam di lahan bekas tambang biasanya bisa ditanami tiga jenis tumbuhan yakni, cover crops [rerumputan], fast growing, dan sisipan.
"Fast growing jenis nya terdiri dari tumbuhan Sengon, pinus, eucalyptus, Acasia crassicarpa, pulai, Alaban, sungkai, ketapang, lamtoro, trembesi, kaliandra merah, kaliandra putih, cassia sp," jelasnya.
Selanjutnya, untuk tanaman yang late succession atau sisipannya adalah ulin, Gaharu, Bayur, shorea leprosula, shorea parvifolia, shorea parvistipulata, kapur, keruing, mahang, mersawa, bengkiray, shorea balangeran.
Menurutnya, selain tanam-tanaman di atas juga turut ditanam jenis tanaman MPTS [Multi purposes tree spesies] yaitu buah-buahan lokal seperti kalangkala, sawo, taraf, Kapul, jengkol, Langsat, pampakin, Durian, ketapi, kuini, manggis, kasturi, rambai, ramania.
"Akibat dari tambang terbuka ini adalah terbukanya lahan lebih cepat dan berubahnya ekosistem, sehingga diperlukan pengelolaan lingkungan."
"Pengelolaan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari operasional tambang sehingga aktifitas pertambangan tidak meninggalkan masalah di kemudian hari," kata dia.
Lahan bekas tambang, yang pada umumnya dalam kondisi rusak berat, harus direklamasi. Ini sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018, kewajiban pemegang IUP dan IUP khusus yakni penyediaan jaminan reklamasi.
"Jaminan reklamasi diperlukan Rp110 juta per hektar."
"Selain karena pertambahan penduduk dan etika konservasi, juga untuk menghindarkan bahaya banjir dan sedimentasi di bagian hilir dan mengembalikan produktivitas lahan," sebutnya.
Jadi menurutnya, beberapa lahan bekas tambang yang harus dipulihkan ke kondisi semula itu, tersebar di beberapa daerah di provinsi Riau dengan luas mencapai ribuan hektare.
Pada lahan-lahan bekas tambang itu, sifat kimia dan fisika pada umumnya buruk. Tanahnya bertekstur pasir, berkerikil atau berbatu, dan kemampuan menahan airnya kecil, yakni kurang dari 20%.
Belum lagi kandungan unsur haranya rendah, kata dia, sehingga jarang ada tumbuhan yang dapat hidup dengan baik di sana.
"Kondisi ini menyebabkan mudah terjadi erosi yang dapat menyebabkan banjir dan sedimentasi di bagian hilir."
Dalam kaitannya dengan DAS, kegiatan penambangan dapat mengubah secara signifikan fungsi hidrologi suatu DAS.
Hal ini sering mengakibatkan perubahan drastis dari jumlah dan kualitasnya, baik sumber daya air, aliran permukaan maupun air bawah tanah.
Debu yang dihasilkan dapat menurunkan kualitas udara karena sering terjadi pelepasan gas ke udara.
"Secara umum, sistem biologi pada semua skala diubah dan dirusak oleh penambangan."
"Apalagi jika lahan itu ditambang dengan sistem terbuka yang sering meninggalkan lubang dalam dan lereng permukaan curam," jelasnya.
Dengan pertimbangan akibat yang mungkin ditimbulkan dan dampaknya yang luas terhadap daerah lain, maka menurut Ganda Mora sudah seharusnya lahan-lahan bekas tambang itu direklamasi.
Menurutnya, teknologi reklamasi pada lahan bekas tambang tergantung pada kondisi setiap lokasi. Namun secara umum paling tidak ada tiga teknologi yang biasa dilakukan.
Pertama, memodifikasi lapisan atas tanah, dengan memberikan bahan-bahan tertentu seperti kapur, batuan fosfat dan sebagainya tergantung sifat dasar tanahnya.
Kedua, menutup puing-puing tanah rusak. Teknik ini dilakukan dengan menimbun lahan bekas tambang yang rusak berat.
Ketiga, stabilisasi lokasi yang direklamasi. Teknik ini dilakukan pada lahan tambang yang berlereng miring dengan tanah yang lepas-lepas.
Ketiga teknologi tersebut, menurut Naik mempunyai tingkat keberhasilan bervariasi dalam mengembalikan produktivitas lahan.
Tatapi sebagai indikator berhasil tidaknya reklamasi akan terlihat dari pertumbuhan vegetasi [tanaman] ditempat itu.
"Karena itu, sebelum reklamasi dilakukan, tanah bekas tambang sebaiknya dianalisis kandungan haranya, agar dapat ditentukan hara yang perlu ditambahkan dalam reklamasi," imbuhnya. (*)
Tags : reklamasi, rehabilitasi, lahan bekas tambang harus direklamasi dan direhabilitasi, sahabat alam rimba, salamba kritik pengelola tambang, riau, perusahaan tambang, Lingkungan, Alam,