Kepri   2024/09/10 14:17 WIB

Lahan Warga di Bintan Pesisir Diplotting Global Oleh Perusahaan, 'Jadi Timbulkan Persoalan Baru'

Lahan Warga di Bintan Pesisir Diplotting Global Oleh Perusahaan, 'Jadi Timbulkan Persoalan Baru'

KEPRI - Berita tentang fenomena lahan di akuisisi [diplotting global] muncul akhir-akhir ini hingga terjadi dipelosok desa.

Dimana jumlah kesepakatan dan luas kawasan yang tercakup meningkat pesat. Berbagai kajian menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini berhektar-hekatar tanah telah diakuisisi atau diambil alih, meskipun sulit dipastikan karena sebagian besar kesepakatan itu dibuat dengan diam-diam.

Lihatlah yang terjadi seperti dialami pemilik lahan di Pulau Poto Desa Kelong, Kecamatan Bintan Pesisir, Kabupaten Bintan, Kepri.

Warga kesal lahan mereka ternyata masuk dalam area PT Galang Batang Kawasan Ekonomi Khusus [GBKEK], sebuah perusahaan yang ingin mengembangkan usaha pariwisata.

"Saya tidak pernah melepas lahan untuk pengembangan industri GBKEK namun malah masuk kawasan perusahaan itu," kata Doni, salah satu pemilik lahan di Pulau Poto, didepan wartawan, Senin (8/9).

Ia mengaku kesulitan mengurus perizinan karena sudah ada izin GBKEK di atas lahan miliknya.

Wilayah Kepri merupakan target utama bagi investasi skala besar dalam pengembangan wisata, walaupun juga banyak laporan masuk dari seluruh penjuru menyebutkan bahwa investor telah mengakuisisi sebagian lahan warga yang bisa jadi melalui pembelian dan penyewaan. 

Doni mengaku, lahan miliknya kini sudah menjadi pengembangan usaha pariwisata bahkan telah masuk dalam plotting global untuk pengembangan industri GBKEK.

“Ini secara tidak langsung memaksa kami melepas lahan kami,” kata dia.

Akibat plotting sepihak itu, dia mengatakan, kesulitan mengurus perizinan berusaha di atas lahannya.

“Kami memiliki surat sertifikat kepemilikan yang jelas. Kalau seperti ini sudah menghilangkan hak orang lain untuk berkembang,” katanya.

Dia menegaskan, tidak ada niat untuk menghambat perkembangan daerah. Tapi dia berharap hak-hak masyarakat diperhatikan.

Terpisah pimpinan PT. GBKEK, Santoni mengatakan, pihaknya tidak pernah memaksa lahan warga untuk diganti rugi atau menjual lahan ke GBKEK.

“Kalau ada lahan warga tidak setuju untuk pengembangan industri, kami GBKEK tidak ada memaksa mereka untuk menjual ke GBKEK,” katanya.

Menurutnya, meski ada pengembangan industri di Pulau Poto, dunia pariwisata akan lebih maju.

Pengembangan industri di Pulau Poto, menurutnya akan banyak menciptakan lapangan pekerjaan. Karena itu, dia berharap semua pihak dapat bijaksana. 

Kawasan Ekonomi Khusus [KEK] Galang Batang, adalah satu dari 18 total KEK yang ada di Indonesia yang terletak di Kecamatan Gunung Kijang, Bintan, Kepulauan Riau.

KEK Galang Batang diusulkan oleh badan usaha PT GBKEK Industri Park, ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2017, dan diresmikan beroperasinya oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada waktu itu Darmin Nasution pada tanggal 8 Desember 2018. 

KEK Galang Batang dikembangkan sebagai sentra industri pengolahan mineral hasil tambang [bauksit] dan produk turunannya baik dari refinery maupun dari proses smelter dengan PT Bintan Alumina Indonesia [BAI] sebagai Badan Usaha Pembangun dan Pengelola KEK. PT. BAI merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing [PMA] yang berasal dari Kota Nanshang, Tiongkok. 

KEK Galang Batang yang menjadi kebanggaan Provinsi Kepulauan Riau dan Indonesia sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah [PAD] dan sumber devisa negara ini melalui PT. BAI telah sukses melakukan ekspor perdana sebanyak 70 ribu ton Smelter Grade Alumina [SGA] ke Malaysia yang dilepas oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada 2 Juli 2021 yang lalu.

Sejak saat itu hingga Januari 2022, PT. BAI telah mengekspor SGA dengan total sebanyak 550 ribu ton ke Malaysia dengan nilai 212 juta USD. 

Jadi Pemerintah [Kepri] dan perusahaan menyebut ini sebagai investasi yang sangat diperlukan di sektor pariwisata, namun yang terjadi bukannya pembangunan wisata melainkan hanya sekedar pembangunan agribisnis. Perbedaan kedua pendekatan pembangunan ini pernah serius dibicarakan sebagian kalangan.

Perdebatan lama pun terjadi, menyatakan pariwisata yang modern mengaplikasikan input dan membawa implikasi positif pada kesehatan, lingkungan dan konsumen. Sementara dari sisi manajemen dan bisnis, mereka masih tersingkirkan [petani, nelayan kecil] yang dipandang tidak efisien dan pada kenyataannya mereka kalah bersaing. (rp.edy/*)

Tags : lahan warga, dicaplok, lahan dicaplok perusahaan, bintan pesisir, kepri, lahan diplotting global, perusahaan rampas tanah warga,