SENI BUDAYA - Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) mengusulkan Pantun dapat dibuat ketetapan hari peringatannya seiringan dengan penetapan khazanah lisannya sebagai warisan dunia oleh Unesco pada tanggal 17 Desember sebagai hari pantun. Dengan demikian, pantun memiliki suatu tanggal yang menjadi suatu titik aktivitas secara bersama-sama dalam suatu masa tertentu.
“Karena pantun diakui sebagai warisan dunia, tentu kita mengusulkan agar hari untuknya bersifat dunia yang tulang punggungnya berada di Indonesia dan Riau maupun Kepri khususnya,” kata Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau (Ketum MKA LAMR) Datuk Seri H. Al azhar yang didampingi Sekum MKA LAMR Datuk H. Taufik Ikram Jamil dan Kepala Dinas Kebudayaan Riau Yoserizal Zen dalam perbincangannya dengan media, Selasa (22/12).
Datuk Seri Al azhar menyatakan, pantun diakui sebagai warisan budaya tak benda kemanusiaan (Representative List of Intangible Cultural Heritage of Humanity), melalui sidang Unesco, di Jamaika, Amerika Tengah, Kamis malam (17/12/2020). Hal ini diusul bersama Malaysia, basis pantun di Riau dan Kepulauan Riau yang dimotori oleh Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) atas naungan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Kebudayaan RI.
Menurutnya, Indonesia telah memiliki 11 materi budaya yang diakui sebagai warisan budaya tak benda dunia. Sebelumnya adalah keris, wayang, pendidikan dan pelatihan batik, angklung, tari saman, noken, tari tradisi Bali, pinisi, dan pencak silat. Khusus pantun, menjadi milik Indonesia dan Malaysia, berbeda dengan materi budaya lainnya yang telah diakui terlebih dahulu sebagai warisan dunia.
Pengakuan dunia terhadap pantun tersebut tentu sangat bermakna bagi kebudayaan di Tanah Air. Tetapi hal itu juga menuntut aktivitas pantun agar lebih bermakna bagi pantun itu sendiri dan manusia pendukungnya baik lokal maupun global. “Jangan salah, status itu bisa dicabut kalau kita cuai terhadap pantun,” katanya yang bersama Ketua ATL Prof Dr Pudentia, mengikuti persidangan penetapan pantun sebagai warisan dunia secara virtual.
Penetepan hari pantun sebagai suatu momen untuk memuliakan pantun secara bersama-sama. Tentu saja, aktivitas pantun di luar tanggal tersebut amat diperlukan, meningkatkan volume aktivitasnya dibandingkan sebelumnya, adalah salah satu jalan untuk pemuliaan dimaksud. Apalagi berbagai kemungkinan dapat dibuat di tengah perkembangan teknologi komunikasi sekarang. “Kami akan mengusulkan niat ini secara berjenjang, misalnya melalui Pemprov Riau, pemerintah RI, sampai ke Unesco, dengan tetap menggandeng pihak-pihak pemrakarsa pantun sebagai warisan dunia terutama ATL.” kata Al azhar.
Pantun dipercayai sebagai karya asli nusantara diperkirakan sudah wujud lebih dari 1.500 tahun lalu, semula digunakan sebagai alat komunikasi manusia dengan sesuatu yang ghaib melalui upacara pengobatan seperti dalam tradisi masyarakat Talangmamak dan Sakai. Pantun kemudian memasuki ruang komunal seperti upacara adat, sampai memasuki arena populer dan ekspresi sehari-hari. Ia melekat dalam jenis kelisanan lain di Riau seperti kayat pantun, menumbai, pantun atui, batobo, dan koba.
Tak saja di dalam negeri, pantun juga mengilhami penyair dari lain dalam mengembangkan kreativitas. Dengan bentuk persajakan “ab/ab” yang terdiri atas sampiran dan isi masing-masing dua baris pula, khazanah ini ini mengilhami sastrawan Prancis ternama Victor Hugo seperti terlihat dalam karyanya bertajuk Les Orientalis (1829), setelah ia berkenalan dengan A Dictionary and Grammar of the Malayan Language oleh William Marsden tahun 1812. (*)
Tags : Lembaga Adat Melayu Riau, LAMR, Pantun Sebagai Warisan Dunia ,