JAKARTA - Satuan Tugas Penanganan Covid-19 (Satgas Covid-19) memutuskan untuk mempercepat dan memperpanjang peniadaan mudik lebaran. Sehingga, peniadaan itu berlaku selama lebih dari satu bulan, mulai 22 April hingga 24 Mei 2021.
Perpanjangan dan percepatan ini dilakukan lewat penerbitan adendum atau penambahan pasal untuk kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni pada 6-17 Mei 2021. Adendum itu mengatur penambahan peniadaan mudik mulai dari H-14 hingga H+7 Idul Fitri.
Keputusan yang mendadak ini dinilai epidemiolog tidak hanya non-efektif, tapi juga merugikan banyak pihak. Menurutnya, pemerintah seharusnya mengedepankan testing dan tracing untuk mengendalikan pandemi. Sementara menurut Satgas Covid-19 perpanjangan waktu larangan mudik ini dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan arus pergerakan penduduk yang berpotensi meningkatkan penularan kasus corona.
Sulastri, karyawati sebuah perusahaan di Surabaya, mengaku akan tetap mudik ke Probolinggo, Jawa Timur, kota asalnya. "Mohon maaf, bukannya saya menentang pemerintah atau menentang pemerintah, tetapi saya sudah taat sekali, tidak mudik terlalu sering. Tetapi untuk liburan Idul Fitri kali ini, saya pasti mau-nggak mau, menerobos untuk mudik," kata Sulastri dirilis BBC News Indonesia.
Dia memutuskan untuk tetap mudik pada Lebaran tahun ini lantaran "tidak kuat menahan rindu" dengan keluarganya di Probolinggo. "Karena setahun yang lalu, saya sudah menjadi warga negara yang baik. Idul Fitri tahun lalu saya nggak mudik," ujar Sulastri.
Itulah sebabnya, dia bersikukuh untuk pulang kampung pada lebaran tahun ini. "Jadi kalau tidak dibolehkan mudik, saya akan mbalelo (membangkang). Meskipun stay di desa itu sehari saja atau mungkin dua hari, intinya saya nekat mudik," tambahnya.
Dia mengaku sudah menerima vaksin, dan kedua dia akan memastikan untuk mengecek kondisi kesehatannya, dengan melakukan tes swab. "Bukan sok-sokan karena saya vaksinasi, terus terlalu percaya diri, tidak. Tapi poin utamanya adalah saya memastikan saya sehat, saya melakukan swab terlebih dahulu, Insya Allah saya tidak akan menularkan virus itu ke keluarga saya," jelas Sulastri.
"Saya pastikan dulu saya benar-benar steril, dan saya akan pulang," ujarnya.
Dari tindakan seperti itulah, dia menjamin rencana mudiknya itu tidak akan berpotensi menyebarkan virus Covid-19. Dia juga memastikan semua keluarganya di Probolinggo dalam kondisi sehat. Sebagai persiapan, Sulastri mengatakan akan menyiapkan surat pengantar dan surat vaksinasi. Dua surat itulah yang akan menjadi 'senjata' jika dirinya dicegat di tengah perjalanan.
Jika gagal mendapatkan surat keterangan dari kantor kelurahan setempat, Sulastri tetap akan berangkat. Kali ini senjatanya adalah hasil tes. Terhadap kemungkinan adanya penyekatan, Sulastri mengaku akan berangkat lebih awal dan pada "jam-jam yang agak longgar". "Jika di beberapa titik, saya harus putar balik, saya akan menggunakan jalan tikus, cari jalan lain," ungkapnya.
Dia meyakini langkah mencari jalan alternatif itu akan membuahkan hasil, karena pengalamannya saat malam tahun baru lalu, penjagaannya tidak seketat yang dibayangkan. "Ternyata longgar," katanya.
Sementara, warga Surabaya bernama Arifin - karyawan sebuah perusahaan swasta - akhirnya memilih untuk tidak mudik pada Lebaran tahun ini, agar tidak berpotensi menyebarkan virus Covid-19. Semula dia berencana untuk mudik lebih awal, namun kemudian membatalkannya setelah pemerintah memajukan jadwal larangan mudiknya. "Sekarang ada aturan baru, mau-tidak mau ya, saya nggak bisa kemana-mana," kata Arifin, Kamis (22/04).
Dia mengaku ingin sekali mudik ke kampung halamannya di Madiun, Jatim, karena kebetulan akan dilakukan acara 100 hari meninggalnya ayahnya. "Seharusnya saya mudik," akunya.
Namun keinginannya untuk mudik itu kemudian dia batalkan. "Mau-tidak-mau, ya, saya batalkan rencana mudiknya," aku Arifin.
Pemerintah seharusnya fokus pada pemutusan rantai penularan
Menurut ahli penyakit menular dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Masdalina Pane, kebijakan percepatan larangan mudik yang disebutnya mendadak ini akan merugikan banyak pihak. "Kebijakan yang mendadak-mendadak seperti ini akan merugikan masyarakat, merugikan pengusaha transportasi umum," ujarnya.
Selain itu, dia meragukan kebijakan pelarangan mudik yang diperpanjang ini akan berjalan efektif. Itulah sebabnya dia memberikan saran agar pemerintah menggencarkan penelusuran kontak Covid-19. "Kebijakan standarnya tracing. Cari sebanyak-banyaknya kasus," tegasnya.
Akan tetapi, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 berdalih bahwa perpanjangan waktu larangan mudik ini dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan arus pergerakan penduduk yang berpotensi meningkatkan penularan kasus Covid-19. Juru Bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan kebijakan diambil dengan bersandar pada hasil survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan pascapenetapan peraturan peniadaan mudik selama masa Lebaran 2021.
Hasil survei, menurut Wiku, menemukan masih ada sekelompok masyarakat yang hendak mudik pada rentang waktu H-7 dan H+7 pemberlakuan peraturan peniadaan mudik Idul Fitri. Guna mengetatkan arus pergerakan penduduk, selain mempercepat waktu larangan mudik, pemerintah mewajibkan bagi pelaku perjalanan udara dan laut, menyertakan surat keterangan negatif tes antigen yang dilakukan sehari sebelum keberangkatan. Masyarakat juga bisa melampirkan hasil tes negatif GeNose yang dilakukan di bandara atau di stasiun kereta api.
"Sejak 22 April sampai 5 Mei 2021 dan 18 Mei sampai 24 Mei 2021, diberlakukan masa surat tanda negatif pelaku perjalanan baik PCR maupun rapid antigen maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan atau surat tanda negatif dari tes GeNose yang dilakukan di tempat keberangkatan," papar Wiku. (*)
Tags : Larangan Mudik, Mudik Lebaran, Pemerintah Diminta Tes dan Penelusuran Kontak,