"Lonjakan Kasus Positif Covid-19 masih terus terjadi di Riau, Gubernur Riau Syamsuar minta Kepala Daerah harus getol ikut putuskan mata rantai penularan Covid-19"
onjakan Covid terus terjadi, dari berbagai kasus yang terjadi, ahli Epidemiologi Riau dr Wildan Asfan Hasibuan menduga jumlah sebenarnya kasus positif Covid-19 bisa jauh lebih besar. Angka kasus penambahan pasien positif COVID-19 di Riau belakang ini masih tercatat tinggi. Karena itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan masyarakat dan pemerintah untuk menekan penyebaran COVID-19 di Riau. Agar COVID-19 tidak terus meningkat di Riau bagi masyarakat hendaknya tetap melaksakan 5M yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, mencegah kerumunan, dan mengurangi mobilitas ke luar rumah. "Bagi pemerintah harus tetap laksanakan 3T yakni Testing, Tracing kontak 15 orang per 1 kasus konfirmasi positif, dan Treatment serta Isolasi," kata dr Wildan menyarankan.
Menurutnya, vaksinasi juga harus lebih gencar dilakukan terutama kepada kelompok lansia, karena mereka rentan menjadi kondisi berat bila tertular COVID-19. "Kemudian juga penegakan hukum yang konsisten dan bisa menimbulkan efek jera juga harus dilakukan," pintanya.
Dia mengusulkan kalau di Kota Pekanbaru, pihak RT ikut melaporkan warganya untuk ditest rapid test antigen ke Posko/ Satgas. Kalau ini bisa dilakukan di Riau menurutnya bagus sekali. "Selain itu, keterlibatan TNI Polri dalam pelacakan kontak erat dan pengamanan isolasi sangat membantu," sebutnya.
Sementara seluruh tempat tidur rumah sakit yang disediakan untuk pasien Covid-19 di kabupaten sekarang sudah terisi hampir 100%. Masyarakat sudah menduga jumlah kasus Covid-19 di Riau sebenarnya jauh lebih besar ketimbang yang sudah tercatat. Jumlah tes yang minim, kata Wildan menyembunyikan banyak kasus di bawah permukaan.
Otoritas kesehatan di Kota Pekanbaru mengeklaim telah membatasi kegiatan warga dibeberapa kecamatan yang digolongkan zona merah. Namun apakah upaya ini cukup? , dr Wildan menyatakan, warga juga harus benar-benar mengurangi aktivitas di luar rumah sejak pandemi terjadi. "Risiko tertular virus corona kini meningkat karena dibeberapa kecamatan tengah diguncang Covid-19".
Sementara Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Riau, Indra Yovi, menyebut 87 dari 90 tempat tidur khusus pasien penyakit ini juga telah terisi. Padahal, merujuk standar penanganan pandemi yang disusun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), keterisian tempat tidur khusus ini semestinya tidak boleh lebih dari 60%. Lonjakan kasus ini, menurut Yovi, dipicu aktivitas silaturahmi tatap muka masyarakat saat libur Idul Fitri lalu dan arus kepulangan pekerja migran dari luar negeri ditambah masih maraknya kumpul-kumpul baik penyelenggaran pesta. "Ada tradisi saling mengunjungi saat lebaran. Saat itu masyarakat mungkin sudah mengabaikan protokol kesehatan," kata Yovi.
"Situasi itu ditambah kepulangan pekerja migran yang paling banyak di daerah. Jadi kami sekarang meminta kegiatan masyarakat di daerah juga diperketat," ucapnya.
Satgas Covid-19 'tekan' puskemas
Untuk memperkecil jumlah kasus positif Covid-19 ini Indra Yovi juga menegaskan, petugas di puskemas dilarang menolak masyarakat yang meminta untuk dilakukan swab. Khusunya untuk warga yang merasa berkontak erat dengan pasien terkonfimasi Covid-19, petugas puskemas wajib melayaninya. Pernyataan tersebut disampaikan Indra Yovi menyikapi adanya laporan bahwa ada banyak masyarakat yang ditolak saat akan meminta pemeriksaan swab di puskemas. "Kami banyak mendapatkan laporan dari masyarakat yang mengadukan sulitnya melakukan swab di puskemas," kata Indra Yovi.
Menurutnya, ada warga tersebut merasa dirinya pernah berkontak erat dengan pasien yang terpapar Covid-19. "Mereka ini merupakan warga yang berkontak erat dengan pasie Covid-19, ada anak, istri maupun suaminya. Karena merasa berkontak erat, mereka datang ke puskemas ingin di-swab, pasien ini harus diswab," kata Yovi.
Namun seperti kembali disebutkan dr Wildan, Epidemiologi Riau, kondisi faktual pandemi di Riau diyakininya sebenarnya bisa saja lebih buruk. Menurutnya, sejak awal pandemi, Wildan menyebut jumlah tes Covid-19 yang dilakukan terhadap warga di Riau saja tergolong rendah. Angkanya, kata dia, lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional. "Ada wilayah kecamatan di Riau selama berbulan-bulan masuk zona kuning. Itu aneh karena kalau Anda datang ke daerah, Anda akan jarang bertemu orang memakai masker," ujar Wildan.
"Di pasar yang ramai, orang-orang tidak pakai masker. Mereka bilang virus corona itu tidak ada. Artinya, perilaku mereka tidak tergambarkan dalam jumlah kasus. Kasus yang tercatat seolah rendah," ucapnya.
Sementara ada beberapa kabupaten, diklaim tidak muncul satu pun kasus positif. "Unsur pimpinan di Forkopimda di daerah-daerah memang tidak ingin daerah itu melakukan tes dan penelusuran kontak yang bagus supaya kasusnya tidak terlihat banyak. Selama dua hal ini tidak dilakukan dengan baik, maka kasus sebenarnya ada di bawah permukaan dan itu adalah bom waktu," ucapnya.
Bagaimanapun, epidemiolog Wildan mendesak pemerintah menangani Covid di Riau secara komprehensif. Wildan menilai pemerintah semestinya menutup daerah secara penuh. Artinya, kata dia, warga kabupaten itu untuk sementara perlu dilarang keluar-masuk daerahnya, kecuali untuk keperluan yang benar-benar mendasar. Hal lain orang Riau alergi dengan kata 'lockdown'. "Jadi strateginya bukan uji petik. Ini kan bukan untuk survei. Tujuan kita untuk isolasi orang yang tertular," ujarnya.
Namun penutupan wilayah seperti ini bukan siasat yang dipilih pemerintah setempat. Yang diterapkan adalah PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) berskala mikro di kecamatan zona merah. "Tidak ditutup total, intervensinya membatasi pergerakan. Orang-orang yang bergejala dites dan jika hasilnya positif mereka akan diisolasi," ujarnya.
Kepala daerah didesak ikut aktif memutus mata rantai penularan
Berdasarkan data Satgas Covid-19, provinsi dengan kenaikan kasus mingguan tertinggi setelah lebaran ini adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY, NTB, Lampung, Aceh, dan Riau. Namun menyikapi ini Gubernur Riau (Gubri), H Syamsuar minta seluruh kepala daerah di Provinsi Riau diminta untuk segera mempercepat pelacakan dan memutus mata rantai penularan Covid-19 di daerah masing-masing.
"Tugas pemerintah saat ini yaitu untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 di daerah kita masing-masing," kata Gubri H Syamsuar usai melantik Bupati Rokan Hilir Afrizal Sintong dan Wakil Bupati Sulaiman di Balai Pelangi Komplek Gedung Daerah Riau, Pekanbaru, Selasa (8/6).
Menurutnya, pandemi saat ini yang dibutuhkan kerja sama yang lebih ekstra yang dapat memulihkan ekonomi masyarakat di masa Pandemi Covid-19. Selain itu perlunya melaksanakan vaksinasi sesuai arahan Presiden RI agar dapat mempercepat bagi masyarakat yang belum divaksin. "Dengan vaksin ini diharapkan kekebalan imun dapat segera terwujud kepada seluruh masyarakat kita," katanya.
Pada kesempatan itu Gubri menyampaikan berdasarkan instruksi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) rencananya mulai 1 Juli 2021 akan dilaksanakan sekolah terbuka/tatap muka di seluruh Indonesia. Untuk itu, Gubri minta kepada seluruh kepala daerah di Provinsi Riau agar berhati-hati terhadap kemungkinan bertambahnya penularan covid-19 di daerah Provinsi Riau. "Sekolah dibuka hanya boleh untuk 25% dari anak perkelas. Sekaligus belajar hanya 2 jam dalam 1 hari dan 2 hari dalam seminggu," ujarnya juga berharap bupati dan walikota di Provinsi Riau agar dapat mengatasi penularan covid-19 baik bagi anak didik, maupun para guru dan tenaga kependidikan yang ada di semua lapisan daerah se-Provinsi Riau.
Pemko gencarkan vaksinasi melalui bus keliling
Untuk di Kota Pekanbaru sendiri Pemerintah Kota [Pemko] terus gencar melakukan vaksinasi dengan menggunakan bus keliling. Seteleh meluncurkan 5 bus vaksinasi keliling di halaman Mal Pelayanan Publik (MPP) beberapa waktu lalu, Pemerintah Kota Pekanbaru kembali menambah 5 unit bus vaksinasi. Total hingga saat ini ada 10 unit bus vaksinasi keliling yang siap menjangkau setiap kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru. Penambahan bus vaksinasi ini mendapat apresiasi dari kalangan legislatif di DPRD Kota Pekanbaru.
Vaksinasi dengan menggunakan bus keliling ini mendapat apresiasi dari anggota dewan, penambahan bus vaksinasi tersebut membuktikan keseriusan Pemko memberikan perlindungan buat masyarakat agar terhindar dari wabah Covid-19 dan target vaksinasi terhadap 700 ribu masyarakat Pekanbaru dapat segera terlaksana. Saat ini, Pemko Pekanbaru telah memiliki sebanyak 10 unit bus vaksinasi keliling yang beroperasi di setiap kecamatan kecuali di sekitar pusat kota. Kehadiran bus keliling, layanan untuk kecamatan yang berada di wilayah zona merah Covid-19 seperti Kecamatan Bukit Raya, Marpoyan Damai, Bina Widya, Tuah Madani, Tenayan Raya dan Payung Sekaki.
Bus vaksin keliling tersebut, menyediakan sejumlah tenaga medis dari Rumah Sakit Daerah Madani Pekanbaru. Bagi masyarakat yang ingin mendapatkan vaksin melalui bus vaksin keliling, cukup membawa kartu identitas diri seperti KTP dan tidak dikenakan biaya alias gratis. "Kehadiran 10 unit bus vaksin keliling milik Pemko Pekanbaru patut untuk diberikan apresiasi yang sangat diminati masyarakat. Hal tersebut sebagai keseriusan dari Pemko Pekanbaru, untuk menyukseskan program vaksinasi massal di Pekanbaru," kata Zulkarnain salah seorang Anggota Komisi III DPRD Kota Pekanbaru.
Kehadiran bus vaksin keliling ini, menurutnya memang belakangan ini sangat diminati masyarakat. "Mungkin ada yang takut pergi vaksin ke rumah sakit dan puskesmas, atau mereka yang tidak memiliki waktu, sebaiknya memanfaatkan bus vaksin keliling ini. Jika memang ada, Pemko Pekanbaru bisa menambahnya sehingga target vaksinasi akan segera terwujud,” ujarnya yang mengakui vaksinasi melalui bus keliling berfungsi sebagai wahana edukasi dan sosialisasi bagi warga sehingga semakin sadar dan peduli terhadap program vaksinasi. (*)
Tags : Lonjakan Kasus Covid-19, Riau Rentan Terjadinya Lonjakan Kasus Covid-19, Gubri Minta Kepala Daerah Ikut Putuskan Mata Rantai Penularan Covid-19,