Internasional   2021/03/04 19:19 WIB

Mahkamah Pidana Internasional Selidiki Dugaan Kejahatan Perang di Palestina

Mahkamah Pidana Internasional Selidiki Dugaan Kejahatan Perang di Palestina
Investigasi Mahkamah Pidana Internasional turut mencakup pertempuran

INTERNASIONAL - Jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC), Fatou Bensouda, membuka investigasi resmi terhadap kejahatan perang di Wilayah Palestina, baik yang diduga dilakukan oleh pihak Palestina maupun Israel.

Bensouda berkata, investigasi itu akan menyelidiki berbagai peristiwa yang terjadi di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur sejak Juni 2014. Bulan lalu, mahkamah yang berada di Den Haag ini memutuskan bahwa mereka memiliki yurisdiksi di tiga kawasan tersebut. Israel bukan anggota Mahkamah Pidana Internasional dan menolak keputusan ini.

Sementara otoritas Palestina menyambut baik langkah itu. Mereka menyatakan sudah lama menunggu investigasi tersebut untuk memastikan keadilan dan akuntabilitas. Pemerintah Amerika Serikat menyatakan kekecewaan dan menentang langkah Mahkamah Pidana Internasional itu. Mahkamah Pidana Internasional memiliki kewenangan untuk menuntut mereka yang dituduh melakukan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di wilayah negara pihak pada Statuta Roma, perjanjian pendiriannya.

Israel tidak pernah meratifikasi Statuta Roma, tapi mahkamah memutuskan bahwa pihaknya memiliki dasar yurisdiksi. Mereka merujuk keputusan Sekretaris Jenderal PBB yang mengizinkan Palestina menjadi negara pihak dalam perjanjian tersebut pada tahun 2015. Israel menduduki Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur dalam perang Timur Tengah tahun 1967. Palestina mengklaim wilayah itu sebagai bagian dari negara merdeka mereka di masa depan.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada hari Rabu (03/03), Bensouda mengatakan lembaganya diwajibkan bertindak "di mana negara pihak merujuk suatu situasi" kepada mereka. Dia menyebut pula bahwa Mahkamah Pidana Internasional wajib mengambil langkah jika mereka menemukan alasan masuk akal untuk memulai penyelidikan. Bensouda berkata telah melakukan pemeriksaan awal secara berhati-hati selama hampir lima tahun terakhir. Dia berjanji, penyelidikan akan dilakukan secara independen, tidak memihak, obyektif, serta tanpa rasa takut. "Kami tidak memiliki agenda selain untuk memenuhi kewajiban hukum kami di bawah Statuta Roma dengan integritas profesional," kata Bensouda dirilis BBC.

Dia mengungkit bahwa dia menolak menyelidiki pembunuhan 10 aktivis Turki di kapal yang menuju ke Gaza oleh pasukan Israel pada tahun 2010. "Namun dalam situasi saat ini, ada dasar yang masuk akal untuk melanjutkan investigasi dan terdapat kasus potensial yang bisa diselidiki," ujar Bensouda, yang Juni mendatang akan turun jabatan dan digantikan oleh jaksa asal Inggris, Karim Khan.

Bensouda menekankan, perhatian utama harus diberikan pada para korban kejahatan, baik warga Palestina maupun masyarakat Israel, yang timbul dari siklus kekerasan dan ketidakamanan yang panjang. Rantai kekerasan itu, kata dia, menyebabkan penderitaan mendalam dan keputusasaan di kedua pihak. Keputusan Jaksa Mahkamah Pidana Internasional mencuat beberapa saat sebelum Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memulai kampanye pemilihan umum secara virtual yang digelar mewah.

Netanyahu menggunakan panggung kampanyenya untuk merespons keras, bahwa rencana penyelidikan itu merupakan serangan anti-Semit terhadap Israel, satu-satunya negara Yahudi. Respons seperti itu akan terus ditunjukkan di hadapan publik untuk merusak citra Mahkamah Pidana Internasional. Namun di balik layar, pejabat Israel sedang berusaha mengimbangi, menunda, dan membatasi dampak penyelidikan itu.

Para pejabat tersebut akan mencoba menunjukkan bahwa Israel dapat menyelidiki kekeliruan mereka sendiri. Mereka juga membuat anggapan bahwa Bensouda akan menjebak jaksa peggantinya. Israel akan menggulirkan strategi yang diyakini tidak akan memicu dampak buruk bagi para pejabat mereka. Rencana itu demi untuk meminimalkan kemungkinan penangkapan terhadap pejabat atau politikus Israel di luar negeri pada masa mendatang.

Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz, mengakui bahwa ratusan pejabat, termasuk dirinya sendiri, berisiko ditangkap. "Kami akan mengurus semua pejabat itu," ujarnya. Israel akan mengandalkan dukungan AS dan sekutu mereka yang lain. Namun nuansa pernyataan yang ada memperlihatkan para pejabat Israel merasa semakin khawatir dengan perkembangan investigasi kasus tersebut.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyebut keputusan itu "dijiwai semangat anti-Semitisme sekaligus esensi sebuah kemunafikan." "Diketahui bahwa tentara pemberani dan bermoral kami, yang memerangi teroris paling brutal di dunia, adalah penjahat perang. Pengadilan, yang didirikan untuk mencegah terulangnya kembali kengerian yang dilakukan oleh Nazi terhadap orang-orang Yahudi, sekarang berbalik menentang orang-orang Yahudi," kata Netanyahu.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price, mengkritik keputusan Jaksa Mahkamah Pidana Internasional. "Kami dengan tegas menentang dan kecewa dengan pengumuman Jaksa tentang penyelidikan atas situasi Palestina," ujarnya.

Price berkata, AS akan terus menegakkan komitmen kuat kepada kepentingan dan keamanan Israel, termasuk dengan menentang tindakan yang secara tidak adil berupaya menjadikan Israel sebagai target. Adapun Menteri Luar Negeri Otoritas Palestina, Riyad al-Maliki mengatakan: "Kejahatan yang dilakukan para pemimpin pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina, yang sedang berlangsung, sistematis dan meluas, membuat penyelidikan ini perlu dan mendesak."

Gerakan militan Hamas, yang mengontrol Gaza, menyambut baik keputusan itu sebagai "langkah maju mencapai keadilan". Hamas juga membela tindakan mereka sebagai perlawanan yang sah terhadap Israel. Kelompok advokasi HAM, Human Rights Watch, menyebut semua mata akan tertuju pada jaksa yang akan segera menjabat, yaitu Karim Khan, yang akan "mengambil tongkat estafet". Mereka menyatakan, "negara-negara anggota Mahkamah Pidana Internasional harus benar-benar siap melindungi langkah pengadilan dari tekanan politik apa pun".

Pemeriksaan awal Bensouda diyakini berfokus pada masalah seperti operasi militer Israel di Gaza dan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat. Sebagian besar komunitas internasional menganggap langkah Israel itu tidak sah menurut hukum internasional. Namun Israel selalu membantahnya tudingan itu. Saat Palestina mengajukan diri menjadi penandatangan Statuta Roma, mereka mengakui yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional untuk menuntut pelaku kejahatan sejak 13 Juni 2014 dan seterusnya.

Tanggal tadi tepat sekitar satu bulan sebelum perang antara Israel dan militan Palestina di Gaza pecah. Dalam pertempuran itu, sebanyak 2.251 warga Palestina, di antaranya 1.462 warga sipil, tewas. Sementara di pihak Israel setidaknya 67 tentara dan enam warga sipil tewas. Setelah investigasi pendahuluan, Bensouda menilai ada dasar yang masuk akal untuk meyakini bahwa kejahatan perang terjadi dalam pertempuran itu.

Dia merasa dakwaan dapat diajukan terhadap personel Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan anggota Hamas serta kelompok bersenjata Palestina lainnya. Bensouda juga menyimpulkan bahwa ada dasar untuk meyakini bahwa dalam konteks pendudukan Israel di Tepi Barat, pejabat Israel telah melakukan kejahatan perang. (*)

Tags : Mahkamah Pidana Internasional, Kejahatan Perang, Palestina,