WISATA - Perubahan iklim dijawab Maldives dengan membangun pulau 'harapan' baru di Samudra Hindia. Tidak ada negara lain yang menghadapi ancaman lingkungan seperti Maladewa alias Maldives akibat perubahan iklim.
Resor pantai mewahnya mungkin terkenal di dunia, tetapi lebih dari 80% dari 1.200 pulau yang dimilikinya berada kurang dari satu meter di atas permukaan laut. Air laut yang naik akan mengancam keberadaannya. Tapi warga Maladewa bertekad untuk melawan dan melestarikan keberadaan mereka - dengan menciptakan kota abad ke-21, yang dijuluki "Kota Harapan", di pulau buatan baru yang diberi nama Hulhumalé.
Reklamasi
Menggunakan jutaan meter kubik pasir yang dipompa dari dasar laut, pulau baru itu berada lebih dari dua meter di atas permukaan laut. Fase satu dimulai pada tahun 1997. Pada akhir 2019, lebih dari 50.000 orang sudah tinggal di Hulhumalé.
Tetapi ambisi untuk pulau baru itu jauh lebih besar. Pulau itu diharapkan akan mampu menampung hingga 240.000 orang. Desain mempertimbangkan perubahan iklim. "Hulhumalé sedang dikembangkan melalui pertimbangan perubahan iklim yang cermat, baik untuk arsitekturnya juga komunitasnya," kata Areen Ahmed, Direktur Pengembangan Bisnis di Housing Development Corporation (HDC) yang mengawasi "Kota Harapan" dirilis BBC.
"Bangunan berorientasi utara-selatan untuk mengurangi panas dan meningkatkan kenyamanan termal. Jalan-jalan dirancang untuk mengoptimalkan penetrasi angin, mengurangi ketergantungan pada AC. Sekolah, masjid, dan taman berada dalam jarak 100-200 meter dengan berjalan kaki sehingga mampu mengurangi penggunaan mobil."
Bus listrik dan jalur sepeda juga merupakan bagian dari lanskap kota baru. Perencana Hulhumalé juga bertujuan untuk menggunakan sekitar sepertiga energinya dari tenaga surya dan memanen air hujan untuk meningkatkan pasokan air.
Tanah ditukar dengan terumbu karang?
Tetapi bukankah tindakan membangun pulau buatan itu sesuatu yang berbahaya bagi lingkungan - terutama di tempat yang terkenal dengan terumbu karang dan pantai berpasir putih yang masih asli? "Pekerjaan reklamasi lahan sangat bermasalah," kata Dr Holly East dari Departemen Geografi dan Ilmu Lingkungan Universitas Northumbria, seorang ahli yang berpengalaman melakukan penelitian di Maladewa.
"Tidak hanya dapat merusak terumbu karang, tetapi [reklamasi itu] juga menciptakan gumpalan sedimen yang luas yang menuju ke terumbu karang yang lain. Sedimen menutupi karang dan menghalangi sinar matahari, sehingga berdampak pada kapasitas mereka untuk makan, tumbuh dan bereproduksi."
Namun dengan populasinya yang terus bertambah, reklamasi lahan tak terelakkan di Maladewa. Meski begitu, laporan Bank Dunia tahun 2020 mengatakan, "Wilayah Malé Besar, khususnya di Hulhumalé, tidak memiliki habitat alami yang signifikan - dan sebagian besar terumbu karang rusak".
Sementara Hulhumalé dirancang terutama untuk meningkatkan kehidupan warga Maladewa, pembangunan itu juga bisa menjadi harapan baru bagi umat manusia di era perubahan iklim. (*)
Tags : Maladewa, Wisata, Reklamasi Pulau, PulauHulhumalé, Hindia,