PEKANBARU - Lembaga Independen Pembawaan Suara Transparansi (INPEST) menyatakan, dugaan korupsi pada BUMD penerima Participating Interest (PI) terus mengemuka.
"Kita apresiasi Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah melakukan tindak lanjut laporan PI yang diduga yang disalahgunakan peruntukkannya bahkan ada terkesan dikorupsi, seperti di Rokan Hilir (Rohil) itu," kata Ir Marganda Simamora SH M.Si, Ketua Umum (Ketum) DPN Lembaga Independen Pembawaan Suara Transparansi (INPEST) melalui relis Whats App (WA), Senin (16/12).
Memang, katanya, dana PI sudah diatur lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 55 Tahun 2009, PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran PI 10 persen pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi, dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 223 Tahun 2022 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10 persen kepada Badan Usaha Milik Daerah di Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.
"Tetapi mereka (BUMD) tidak perlu takut dan cemas dalam pengelolaan PI 10 persen ini yang diberikan pada daerah jika memang digunakan dan dimanfaatkan yang sebenar-benarnya untuk kemajuan pembangunan," sebutnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET), Andang Bachtiar, sebelumnya mengatakan saat ini para penggiat BUMD Migas waswas dan takut dikriminalisasi dalam proses mendapatkan dana participating interest atau PI sebesar 10 persen dari Blok Migas.
Hal tersebut karena maraknya pemberitaan terkait dugaan korupsi pada BUMD Migas pengelola PI.
Menurut Andang, dugaan korupsi pada BUMD penerima PI ini muncul akibat kurangnya pemahaman atau interpretasi yang keliru terhadap regulasi terkait hal tersebut.
"Tentu saja merasa was-was karena persepsi masyarakat umum maupun sebagian aparat penegak hukum yang tidak lengkap terkait dengan maksud dan tujuan serta tata kelola yang tertuang di peraturan," ujarnya pada media, Kamis (12/12).
Andang mengatakan, dana hasil pengelolaan PI 10 persen sering kali disalahartikan sebagai dana bagi hasil daerah yang harus langsung masuk ke APBD.
Padahal, dana tersebut sebenarnya merupakan hasil dari aktivitas bisnis BUMD, yang diperoleh melalui keikutsertaan BUMD dalam pengelolaan Wilayah Kerja Migas.
Modal kerja BUMD untuk partisipasi tersebut biasanya ditalangi atau ditanggung terlebih dahulu oleh operator kontraktor migas.
Kemudian tutur Andang, penggunaan regulasi tata kelola BUMD yang ditentukan lewat rapat umum pemegang saham atau RUPS, yang di antaranya juga digunakan untuk pengembangan bisnis BUMD, gaji dan operasional, serta pembayaran pajak.
"Barulah kemudian melalui RUPS ditentukan berapa bagian atau jumlah yang disetor ke BUMD induk atau ke Pemerintah Daerah," imbuhnya.
Andang merinci saat ini, dari 78 Wilayah Kerja Migas yang sedang dalam proses pembagian PI 10 persen kepada BUMD Migas, baru 9 wilayah yang berhasil menyelesaikan proses tersebut dalam 8 tahun terakhir.
Dengan kata lain, masih terdapat 69 wilayah kerja yang saat ini masih dalam tahap proses dan penyelesaian.
"Namun, dengan adanya beberapa kasus hukum yang membayangi beberapa BUMD penerima tawaran PI 10 persen, proses ini menjadi berjalan lambat dan mengendurkan semangat BUMD dalam mengusahakan percepatan PI," tuturnya.
Sebagai informasi, tujuan utama pengalihan dan pengelolaan PI 10 persen oleh BUMD atau anak perusahaannya meliputi peningkatan transparansi data lifting migas untuk mendukung perencanaan anggaran daerah yang lebih akurat, transfer pengetahuan teknologi dan proses bisnis migas kepada putra daerah, serta peningkatan perekonomian melalui efek pengganda dari partisipasi BUMD di industri penunjang migas.
Selain itu, kata Andang, pengelolaan PI 10 persen mempermudah akses energi daerah melalui DMO atau in-kind PI, serta memberikan sumber pendapatan baru bagi pemerintah daerah melalui dividen BUMD dan kegiatan bisnis migas lainnya.
Dengan demikian, ADPMET mengambil langkah untuk terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sejak awal pengurusan PI 10 persen hingga tahap penggunaan dana oleh BUMD Migas.
Andang mengatakan pendekatan ini bertujuan untuk menyosialisasikan pengelolaan dana kepada pihak terkait sekaligus mendapatkan arahan yang jelas mengenai kepatuhan terhadap regulasi.
Adapun kasus dugaan korupsi yang dimaksud oleh Andang terjadi di BUMD-BUMD Lampung (LJU, LEB, PDAM) yang hingga saat ini kasusnya masih berjalan.
Begitu pula dengan dugaan korupsi di BUMD Migas Rokan Hilir sudah bergulir sejak juli 2024. Selain itu, ada juga dugaan korupsi di BUMD Migas Sulawesi Barat.
Sebelumnya, antara 2020 hingga 2024, Kalimantan Timur, salah satu pelopor penerima dana PI 10 persen pasca Permen ESDM 37/2016, juga mengalami serangkaian pemeriksaan oleh aparat penegak hukum terkait dana tersebut.
"Sementara di Jawa Barat, pertanyaan-pertanyaan dan permintaan-permintaan klarifikasi dari wakil rakyat maupun stakeholder lainnya terkait dana hasil pengelolaan PI 10 persen ini juga bertubi-tubi disampaikan, tapi semuanya dapat dijelaskan dengan baik oleh para pengurus BUMD Migas," ujar dia.
Tetapi atas dugaan korupsi pada BUMD penerima PI 10 persen bagi daerah penghasil ini, Marganda Simamora meyakinkan atas laporannya tanggal 7 Juli 2023 seperti di terjadi di Rohil itu sudah mulai ada titik terang.
"Jadi ada benarnya juga dugaan penyalahgunaan dalam peruntukkan PI ini. Kami juga sudah memperoleh keterangan dari tim penyidik pidana khusus Kejagung," ungkapnya.
"Dugaan penyalah gunaan dana PI kami apresiasi kinerja Jampidsus telah melakukan penyidikan dan telaah efektif terhadap permasalahan tersebut," katanya yang telah mendatangi Pidsus Kejagung sekaligus ingin mengetahui perkembangan dalam penyelidikan pada Senin 16 Desember 2024 kemarin.
Sebagai bukti, sebutnya, pihak Direksi PT SPHR Rahman dan kawan kawan telah diambil keterangan di Gedung Pidsus Kejagung tanggal 4 Desember 2024.
"Mereka telah memberikan keterangan terkait penggunaan dana PI ini. Tetapi kami mendesak agar dilakukan lidik dan ditingkatkan menjadi sidik. Sebab menurut data dan fakta yang ada sudah memenuhi 2 unsur yang ditemukan," ungkapnya.
Dia mencontohkan, dalam RKA diperoleh banyak kejanggalan seperti CRR 4% atau Rp19 milyar tidak diketahui kemana penggunaannya. Masyarakat mana yang dapat manfaat dan bagaimana pertanggung jawabannya.
"Selain itu jasa produksi atau tantiem sebesar 2% atau Rp9,6 miliar dibagi bagi oleh management PT SPRH bersama dewan komisaris. Jadi ini tidak tau apa dasar penetapan Jaspro tersebut sementara unit kerja atau rencana bisnis belum ada atau belum ada keuntungan dari usaha itu sendiri, justru jasa produksi tersebut berasal dari dana PI," kata dia.
Ganda Mora (nama sapaan hari harinya ini) juga menerangkan, cadangan usaha perusahaan itu diduga belum jelas peruntukannya. Jadi kinerja Jampidsus Kejagung cukup baik sesuai visi misi presiden Prabowo yaitu pembangunan tanpa korupsi. (*)
Tags : minyak dan gas, migas, bumd, participating interest, dana pi 10 persen dari migas, News,