MARTIAS FANGIONO adalah seorang pengusaha Indonesia keturunan Tionghoa yang mendirikan perusahaan sawit terkemuka pada masanya, yakni PT Surya Dumai Industri Tbk.
Pengusaha lulusan Cambridge University, Inggris itu mencatatkan saham First Resources di bursa efek Singapura.
Dalam lampiran bukti dokumen Greenpeace, First Resources merupakan anak perusahaan (spin-off) dari PT Surya Dumai Industri Tbk.
First Resources juga memiliki sejumlah perusahaan bayangan untuk mengelola sawit di Indonesia.
Beberapa perusahaan bayangan First Resources adalah PT Ciliandry Anky Abadi (CAA), PT Fangiono Agro Plantation atau yang berubah nama menjadi FAP Agri, dan berbagai anak perusahaan lainnya.
Hal ini diketahui dari PT CAA dan FAP Agri yang memiliki alamat kantor yang sama dengan First Resources di Indonesia selama bertahun-tahun.
Melansir dari laman EntiTree, Martias Fangiono diketahui memiliki tujuh anak dari dua istri. Kedua istrinya adalah Irawaty Fangiono dan Silvia Caroline.
Sementara itu, anak-anak Fangiono adalah Wiras Anky, Wirastuty, Wirashery, Wirasneny, Ciliandra, Cik Sigih, dan Cilandrew Fangiono.
Ciliandra Fangiono maupun saudara-saudaranya merupakan pemegang saham pengendali di First Resources.
Adapun PT CAA dimiliki seorang wanita yang diidentifikasi sebagai istri kedua Martias dan dua anak mereka.
Sementara kepemilikan saham mayoritas FAP Agri adalah Wirastuty Fangiono, yang terungkap saat IPO pada 2020 lalu.
Wirastuty juga merupakan pemegang saham utama di First Resources.
Dia turut hadir bersama sang ayah, Martias Fangiono, saat Jokowi melakukan penanaman tebu pertama di Distrik Tanah Miring pada Juli lalu.
Sementara mengenai dugaan First Resources memiliki hubungan dengan sejumlah perusahaan di megaproyek perkebunan tebu di Merauke, tetapi melalui Larshen Yunus, Ketua DPD I KNPI Riau yang mengaku mengenal Matias Fangiono membantah tuduhan itu.
"Corporate Communication First Resources juga sudah membantah hal itu, perusahaan memastikan tidak terhubung dengan korporasi-korporasi yang sedang membangun perkebunan tebu di Merauke," kata Larshen mengulangnya.
“Perusahaan sudah mengklarifikasi bahwa nama-nama PT yang disebutkan dalam e-mail itu tidak memiliki hubungan dengan First Resources," kata dia.
"First Resources juga menjelaskan bahwa aktivitas utama perusahaan mereka bergerak di sektor kelapa sawit. Wilayah kerjanya meliputi Riau, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat," tambahnya.
Sebelumnya, nama pengusaha sawit Indonesia, Martias Fangiono, muncul dalam proyek swasembada tebu di Kabupaten Merauke, Papua Selatan yang digagas Joko Widodo, mantan Presiden RI.
Martias juga dikenal sebagai bos Surya Dumai Grup (SDG) yang kini berafiliasi ke raksasa First Resources. SDG dulu sangat populer di Riau sebagai perusahaan kehutanan dan kelapa sawit kakap.
Direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat Franky Samperante menduga First Resources tak hanya mendapatkan konsesi lahan tebu dan pabrik bioetanol melalui PT Global Papua Abadi, tapi juga empat perusahaan lain.
Empat perusahaan itu adalah PT Andalan Manis Nusantara, PT Semesta Gula Nusantara, PT Borneo Citra Persada, dan PT Dutamas Resources International.
Kelima perusahaan yang diduga terafiliasi dengan First Resources itu juga diduga bekerja sama dengan korporasi raksasa lain untuk membangun konsorsium kebun tebu di Merauke.
Melansir dari laman EntiTree, Martias Fangiono diketahui memiliki tujuh anak dari dua istri. Kedua istrinya adalah Irawaty Fangiono dan Silvia Caroline. Sementara itu, anak-anak Fangiono adalah Wiras Anky, Wirastuty, Wirashery, Wirasneny, Ciliandra, Cik Sigih, dan Cilandrew Fangiono.
Ciliandra Fangiono maupun saudara-saudaranya merupakan pemegang saham pengendali di First Resources.
Adapun PT CAA dimiliki seorang wanita yang diidentifikasi sebagai istri kedua Martias dan dua anak mereka.
Sementara kepemilikan saham mayoritas FAP Agri adalah Wirastuty Fangiono, yang terungkap saat IPO pada 2020 lalu.
Wirastuty juga merupakan pemegang saham utama di First Resources. Dia turut hadir bersama sang ayah, Martias Fangiono, saat Jokowi melakukan penanaman tebu pertama di Distrik Tanah Miring pada Juli lalu.
Sementara mengenai dugaan First Resources memiliki hubungan dengan sejumlah perusahaan di megaproyek perkebunan tebu di Merauke, perusahaan milik Ciliandra tersebut membantah tuduhan itu.
Tetapi Larshen Yunus yang juga sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gabungan Rakyat Prabowo Gibran kembali menyatakan, sosok Martias juga dikenal donatur setia Presiden Prabowo Subianto itu turut meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
"First Resources Limited mampu menjadi penopang APBN semenjak kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo hingga saat ini, Prabowo Subianto," kata dia, Senin (22/9).
Menurutnya, Martias adalah bapak pembangunan negeri.
NKRI bisa seperti saat ini berkat campur tangan Martias, kendati memang sering ditemukan kesalahan dari berbagai perusahaan miliknya, "jadi kita memakluminya," sebutnya.
Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia memiliki banyak pebisnis andal dan orang kaya yang berkecimpung di industri ini.
Salah satunya adalah keluarga Martias Fangiono yang diketahui sebagai pendiri dan pemilik First Resources Group, perusahaan minyak sawit yang mengelola 200 ribu hektare perkebunan kelapa sawit di Riau, Kalimantar Timur, dan Kalimantan Barat.
Bisnis itu didirikan sejak tahun 1992, First Resources Group tercatat di bursa efek Singapura.
Dari laman resmi First Resources Group, anak Martias yakni Ciliandra diketahui menduduki posisi sebagai Direktur Eksekutif dan Chief Executive Officer (CEO).
Pria kelahiran 1976 itu menyandang predikat konglomerat termuda dalam beberapa tahun ke belakang.
Dia resmi menjadi bagian Direksi First Resources Group sejak tahun 2007 dan kembali ditunjuk pada 2023 lalu.
Sebelum bergabung dengan perusahaan, Ciliandra sempat bekerja di Merrill Lynch, Singapura di divisi investasi perbankan.
Dia merupakan lulusan sarjana dan magister ekonomi dari Cambridge University dan sempat mendapatkan penghargaan PriceWaterhouse Book Prize.
Lebih dari satu dekade memimpin perusahaan kelapa sawit, Ciliandra sukses mengembangkan bisnis yang diawali oleh ayahnya tersebut.
Mengutip Forbes, di usianya yang belum genap 50 tahun, Ciliandra masuk daftar 50 Orang Terkaya di Indonesia dengan kekayaan ditaksir mencapai US$2.4 miliar atau sekitar Rp39,18 triliun. Dia pun menduduki posisi ke-24 di tahun 2024 silam.
Sementara itu, dia pertama kali masuk dalam jajaran orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes pada 2009 dengan kekayaan mencapai US$710 juta atau setara Rp10,9 triliun.
Sejak saat itu, tercatat belum ada triliuner yang lebih muda dari usianya.
Ciliandra bersama saudara-saudaranya tercatat mengantongi 85% saham perusahaan; menjadikan mereka pemegang saham utama First Resources Group.
Sementara itu, kakak perempuan Ciliandra, yakni Wirastuty, tercatat sebagai pengendali perusahaan FAP Agri yang awalnya bernama PT Fangiono Agro Plantation.
Selain itu, Ciliandra bersama saudaranya yang bernama Wiras Anky Fangiono diketahui mengelola perusahaan sawit PT Ciliandry Anky Abadi (PT CAA).
Selain Ciliandra dan Wiras Anky, sosok perempuan yang ikut mengelola PT CAA ialah istri kedua Martius.
Sebelumnya beredar kabar, Martias diduga menjadi aktor dibalik proyek swasembada tebu Pemerintahan Jokowi yang babat hutan di Papua.
Nama pengusaha sawit Indonesia, Martias Fangiono, muncul dalam proyek swasembada tebu yang digagas Presiden Jokowi di Kabupaten Merauke, Papua Selatan.
Program yang termasuk dalam proyek strategis nasional (PSN) ini tengah digarap pemerintah dengan total lahan seluas 2,29 juta hektare atau 70 kali luas Jakarta.
Dengan adanya proyek swasembada tebu ini, maka ratusan ribu hektare hutan di Papua Selatan akan dibabat habis untuk diratakan dengan tanah, demi membuka lahan pertanian baru.
Bahkan, proyek tebu Jokowi itu membentang di antara 19 distrik dari 22 distrik di Merauke.
Megaproyek pembangunan kebun tebu dan pabrik bioetanol ini menjadi sorotan karena Presiden Jokowi pernah menghadiri agenda tanam tebu perdana di dalam konsesi PT Global Papua Abadi di Kampung Sermayam Indah, Distrik Tanah Miring pada 23 Juli 2024.
Saat itu, Jokowi didampingi oleh sejumlah pihak. Salah satunya adalah pendiri korporasi sawit First Resources, Martias Fangiono dan anaknya Wirastuty Fangiono.
Larshen Yunus, yang juga sebagai Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) DPP KNPI Pusat Jakarta lantas memberi gambaran kembali bahwa Martias Fangiono salah seorang yang juga turut menjaga B30 dalam penyuplaian permintaan sawit.
"Martias Fangiono termasuklah sosok yang memberikan banyak manfaat bagi perekonomian dan keberlanjutan industri sawit," kata dia.
“Dengan adanya program B30 oleh pemerintah. Kita harus berterimakasih pada pelaku bisnis itu dan pada pemerintah yang konsisten menjalankan B30."
"Dampaknya harga sawit lebih stabil. Selain itu, program ini menjadi bagian Indonesia Incorporated,” kata Larshen mengulang pengakuan Martias Fangiono, yang pernah menjadi Narasumber Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Tetapi menurut Larshen, program B30 memberikan banyak manfaat dari aspek perekonomian. Pertama, B30 dapat memberikan pekerjaan bagi 17 juta orang yang bekerja di industri sawit. Alhasil, mereka dapat hidup layak.
Kedua, program B30 mampu menghemat devisa yang berdampak positif bagi neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Impor solar juga berkurang yang digantikan campuran FAME.
Ketiga, memperkuat Ketahanan energi terbarukan sebagai kebijakan strategis kita. Karena produksi minyak bumi dalam negeri sebesar 800 ribu barel per hari, namun kebutuhan mencapai 1,5 juta barel per hari.
“B30 merupakan solusi bagus bagi ketahanan energi baru terbarukan. Dan akan membuat kita ramah lingkungan,” paparnya.
“B30 menjadi solusi bersama. Dengan memakai biodiesel di dalam negeri, Indonesia tidak lagi bergantung dengan pasar di Eropa. Makanya, B30 merupakan kebanggan Indonesia. Kebijakan pemerintah sangat tepat sekali,” ungkapnya.
"Martias mengakui kelapa sawit telah menjadi produk global sehingga tantangan lebih besar."
“Tidak heran kelapa sawit terus diserang habis. Isu deforestasi gencar dilakukan. Diskriminasi sawit juga terjadi di negara barat. Intinya, masalah tersebut bagian persaingan dagang,” ulang Larshen.
Sebagai contoh, katanya, minyak sawit diminta memiliki sertifikat berkelanjutan seperti RSPO.
Perlakuan serupa tidak diberlakukan kepada minyak nabati lain.
Menurutnya, tuduhan program B30 menguntungkan konglomerat tidaklah tepat.
"Isu itu seringkali terdengar publik. Bahwa B30 menguntungkan pelaku biodiesel saja. Yang harus dipahami, pelaku industri FAME (biodiesel) ini ibaratnya tukang jahit, Ongkos produksinya antara 80 dolar sampai 85 dolar per ton."
“Berjalannya program B30 ini tidak hanya dinikmati industri FAME secara keseluruhan. Tujuannya bagaimana menjaga stabilisasi harga. Jika mengatur demand and supply maka harga CPO dan TBS dapat meningkat. Oleh karena itu, baik permintaan dan suplai harus bisa dikelola,” urai Larshen. (*)
Tags : martias fangiono, sang triliuner indonesia, Surya Dumai Industri Tbk, menjaga suplai B30, bisnis kelapa sawit martias fangiono,