"Vaksinasi Covid-19 fase dua sudah berjalan dua bulan, tapi di seluruh Indonesia jumlah lanjut usia [lansia] yang sudah menerima vaksin belum mencapai 10%"
erbagai alasan menyulitkan orang-orang berusia di atas 60 tahun untuk pergi ke pusat-pusat vaksinasi. Banyak dari mereka bingung harus mendaftar ke mana. Ada pula yang hidup tanpa sanak saudara sehingga sulit berpergian. Selain itu, penyakit yang mereka derita juga membuat para lansia ragu-ragu menerima vaksin. Saat ini, kapasitas vaksinasi di Indonesia menurun karena gangguan suplai vaksin akibat embargo dari India.
Meski begitu, pemerintah mengatakan sebulan ini program vaksin akan diprioritaskan untuk lansia, guna melindungi golongan rentan tersebut dari potensi penularan virus corona di kala libur Lebaran. Bagaimana pemerintah memastikan 21 juta lansia menjalani vaksinasi dalam waktu kurang dari sebulan, di tengah berbagai kendala di lapangan?
Sudah selama setahun terakhir, Sumini benar-benar mengurangi aktivitas di luar rumah. Perempuan berumur 75 tahun ini tinggal sendirian di rumahnya di Kabupaten Pati, Jawa Timur. Intensitas pertemuan Sumini dengan dua anaknya juga menurun karena mereka adalah pekerja medis, salah satu kelompok yang paling rentan terpapar Covid-19. Bagaimanapun, Sumini berharap dapat segera mendapatkan vaksin. Namun belum terang kapan itu akan terwujud. "Saya belum terdaftar. Di kampung saya baru selesai pemilihan kepala desa," kata Sumini dirilis BBC News Indonesia.
Belakangan Sumini cemas penyakit yang dia derita bakal memicu dampak negatif usai vaksinasi. Apalagi Sumini baru mendengar kabar tentang kesehatan kawan sebayanya yang menurun tak lama setelah vaksin. "Kolesterol saya tinggi. Minggu depan saya kontrol ke dokter, saya mau tanya boleh vaksin atau tidak," ucapnya.
"Ada lansia di Kecamatan Tayu, setelah divaksin malah sakit. Kepalanya pusing dan seluruh badannya sakit semua. Saya tanya dia, apakah dia sebelumnya sudah dicek. Petugas medis bilang dia darah tinggi jadi jadwal vaksinnya ditunda. Waktu dia datang lagi, tensinya sudah turun. Tapi kok setelah itu dia merasa sakit. Saya jadi pikir-pikir karena ada juga teman saya yang tidak sakit setelah vaksin," kata Sumini.
Berbeda dengan Sumini yang terganjal urusan administrasi dan kesehatan, Azwin, lansia di Padang, Sumatera Barat, justru tak menghiraukan vaksinasi. Laki-laki berusia 70 tahun ini menilai kesehatannya tidak akan berubah jika menerima atau acuh tak acuh pada vaksin Covid-19. Azwin berkata, dia tidak berencana mendaftarkan diri atau pergi ke pusat vaksinasi. "Sejak awal, Covid tidak berpengaruh pada saya," ujarnya mengeklaim kondisi kesehatannya.
"Saya juga tidak pernah tes swab atau rapid. Saya tidak merasakan apapun gejalanya, untuk apa divaksin. Tentu saya takut terpapar, tapi saya rasa gejalanya itu tidak ada, terlihat seperti demam saja," kata Azwin.
Apa yang diucapkan Azwin tidak berdasar
Hingga 14 April lalu, sudah 42.906 orang meninggal akibat Covid-19 di Indonesia. Hampir setengah dari total yang kehilangan nyawa itu adalah lansia, menurut data Kementerian Kesehatan. Lansia dikategorikan pemerintah sebagai kelompok berisiko tinggi karena jika tertular Covid-19, kondisi kesehatan mereka bisa cepat memburuk. Namun jumlah lansia di Indonesia yang menerima vaksin masih jauh dari target. Itu salah satunya tercermin di Sumatera Barat. Dari sekitar 400 ribu lansia, baru 6.400 di antaranya yang menerima vaksin hingga pertengahan April ini. "Lansia belum mendapat informasi yang utuh tentang pentingnya vaksin," kata Ketua Dinas Kesehatan Sumatera Barat, Arry Yuswandi.
"Banyak lansia juga tidak bisa mendaftar karena pendaftaran online. Ada juga kendala dengan siapa mereka bisa datang ke puskesmas," ujarnya.
Seiring pelaksanaan vaksinasi tahap dua yang makin mendekati tenggat akhir, Arry menyebut pihaknya telah memperluas informasi pentingnya vaksin Covid-19 untuk lansia. Arry berkata juga memerintahkan petugas medis di seluruh puskesmas seantero Sumatera Barat untuk menjemput lansia, membawa ke tempat vaksinasi, lalu memulangkan mereka ke rumah. Artinya, kata Arry, para lansia di provinsinya tidak perlu status terdaftar untuk menerima vaksin.
Untuk memperluas cakupan vaksinasi lansia, Dinkes Sumatera Barat juga berjanji memanfaatkan jaringan pensiunan perusahaan milik negara dan perkumpulan mantan polisi atau tentara. Sejumlah siasat juga diterapkan pemerintahan daerah lain. Lansia di Kediri, Jawa Timur, misalnya, dapat menerima vaksin di balai kota tanpa perlu mengantre atau turun dari kendaraan.
Adapun Pemerintah Kota Surabaya menghadiahi para lansia yang baru saja menerima vaksin dengan berkeliling di atas odong-odong. Jakarta belakangan juga menjadi salah satu kota dengan jumlah pusat vaksinasi terbanyak. Penyaluran vaksin digelar hingga di kantor kelurahan dan berbagai sekolah untuk memudahkan lansia. Program antar-jemput lansia ke tempat vaksinasi menggunakan bis sekolah milik Pemprov DKI Jakarta juga sudah mulai berjalan.
Meski begitu, inisiatif setiap pemerintah daerah tak akan cukup kuat menggenjot capaian vaksin lansia, menurut Pandu Riono, epidemiolog dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pandu berkata, gerakan vaksinasi lansia harus dikampanyekan Presiden Joko Widodo dalam skala nasional. "Kalau Jokowi sudah angkat bicara dan memerintahkan semua kepala daerah fokus pada vaksinasi lansia, itu baru keputusan pemimpin yang berani agar kepala daerah tidak setengah-setengah," kata Pandu.
Jika pelaksanaannya benar-benar digenjot dari pusat, Pandu yakin pemerintah daerah bisa mengerahkan seluruh pegawai dan sarana-prasarana untuk memastikan para lansia menerima vaksin. "Tidak ada alasan tidak bisa meningkatan cakupan vaksinasi. Karena belum ada perintah langsung dari presiden untuk habis-habisan, implementasinya masih setengah-setengah," ucapnya.
Seberapa mendesak vaksin untuk lansia?
Vaksinasi lansia, menurut Pandu, saat ini mesti diprioritaskan, terutama di daerah dengan kasus Covid-19 tinggi. Tujuannya, kata dia, agar kalaupun lansia terpapar virus corona, kondisi kesehatan mereka tidak akan anjlok atau bergejala parah. "Jadi angka jumlah orang yang harus dirawat di rumah sakit bisa turun," ujarnya.
"Dan ini juga bisa menekan angka kematian karena terbukti apapun jenis vaksinnya, itu bisa mencegah seseorang mengalami gejala berat atau meninggal. Di Inggris sekarang kematian lansia menurun walau terjadi peningkatan kasus Covid-19. Begitu juga setelah hampir 100% tenaga kesehatan di Indonesia menerima suntikan vaksin kedua, angka kematian di antara mereka turun drastis," kata Pandu.
Jelang libur Lebaran, Pandu menyebut risiko lansia terpapar Covid-19 makin meningkat. Tradisi bersilaturahmi dengan orang tua disebutnya bisa jadi momen penyebaran virus corona.
Apa solusi dari Kemenkes?
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, menyebut beragam kemudahan pemberian vaksin untuk lansia kini sudah diterapkan. Salah satunya, kata Siti, para lansia kini tidak perlu lagi menunjukkan keterangan domisili saat datang ke pos vaksinasi. Namun pernyataan Siti itu tidak terbukti, setidaknya di Sentra Vaksin Bersama di Gelora Bung Karno, Senayan Jakarta. "Untuk yang KTP non-Jabodetabek, wajib membawa surat keterangan domisili di wilayah Jabodetabek," begitu keterangan pengelola Sentra Vaksin Bersama via pesan Whatsapp.
Di luar itu, Kemenkes belakangan membuat kampanye 'menyayangi lansia dengan cara menemani mereka menerima vaksin Covid-19'. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berwacana bahwa setiap orang yang membawa dua lansia ke pos vaksinasi dapat menerima vaksin walau mereka sebenarnya tidak masuk kelompok prioritas. "Lansia yang divaksin capaiannya harusnya dua kali lebih banyak dari pelayan publik. Namun saat ini jumlah petugas publik yang menerima justru hampir lima kali lebih banyak dari lansia," kata Budi di Jayapura, Rabu (14/04).
"Jadi orang tuanya dulu. Kalau dia bawa orang tuanya suntik, kita suntik dia juga," ucapnya.
Sementara itu, Juru Bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito, mengeklaim bahwa persoalan vaksinasi lansia terletak pada ketersediaan vaksin. Itu disampaikan Wiku saat menjawab pertanyaan BBC Indonesia dalam jumpa pers virtual, 13 April lalu. "Ada beberapa kendala untuk mendapatkan vaksin, tapi vaksinasinya sendiri tidak bermasalah," kata Wiku.
"Vaksinasi lansia belum mencapai target yang diharapkan, tapi dengan ketersediaan vaksin ke depan, kami yakin bisa mengejar target tersebut," ucapnya.
Pada Minggu (18/04), melalui diskusi daring bersama Ikatan Dokter Indonesia, Budi menyebutkan bahwa dalam satu bulan ke depan, program vaksinasi akan diprioritaskan untuk kalangan lanjut usia, di tengah adanya gangguan suplai vaksin akibat embargo dari India ke berbagai negara. Selama Lebaran, katanya, lansia berpotensi mendapat kunjungan dari keluarga maupun tetangga, sehingga lebih rentan tertular virus corona. "Jadi tolong dipastikan dalam sebulan ini prioritas diberikan vaksinasi kepada para lansia," ujar Budi, yang dalam kesempatan sama meminta para gubernur, bupati, dan wali kota di seluruh daerah untuk terus menjalankan vaksinasi selama Ramadan. (*)
Tags : Warga Lanjut Usia, Lansia Belum Divaksin, Bingung Proses Daftar Hingga Cemaskan Efek Samping,