AGAMA - Masjid Raya Pekanbaru pertama kali dibangun oleh Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah pada abad ke-18, tepatnya tahun 1762 M, masjid ini merupakan simbol keberlangsungan 'Tali Terpilin Tiga'. Istilah yang menggambarkan hubungan antara penguasa, ulama, dan ketua adat yang berarti 'tali berpintal tiga'.
Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Ali Jalil Syaifuddin, bagian bangunan Masjid Nur Alam ditambah dengan selasar. Bangunan ini berfungsi untuk tempat duduk para peziarah makam. Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah, Sayid Osman Syahabudin, serta keluarga Kesultanan Siak dimakamkan di sekitar masjid.
Elemen lain berupa pintu gerbang dibangun di sebelah timur masjid pada tahun 1940. Gaya lengkung setengah lingkaran tampaknya dipengaruhi oleh arsitektur India dan Persia. Sementara itu, hiasan kaligrafi dan ornamen-ornamen pada dinding gerbang mengingatkan kita pada sejumlah masjid di jazirah Arabia.
Pada pertengahan tahun 1973, terdapat nama baru yang disematkan pada Masjid Nur Alam, yaitu Masjid Raya Pekanbaru. Hingga saat ini, nama yang terakhir itu lebih akrab di telinga masyarakat daripada nama-namanya terdahulu.
Secara historis, Masjid Raya Pekanbaru sudah ditetapkan sebagai struktur cagar budaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Komunitas Muslim Melayu wajib hukumnya menjunjung tiga elemen penting dalam dinamika hidupnya, yaitu pemerintahan, agama, dan adat istiadat. Menurut sejarah, pembangunan Masjid Pekanbaru diawali dengan perpindahan pusat pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dari Mempura Besar ke Bukit Senapelan (sekarang disebut Kampung Bukit).
Di pusat kekuasaan baru itu, dibangunlah istana sebagai pusat kekuasaan, masjid sebagai tempat aktivitas keislaman, dan balai kerapatan sebagai wadah ekspresi adat istiadat. Inilah arti dari memelihara keberlangsungan 'Tali Terpilin Tiga' itu.
Dalam acara peresmian bangunan baru ala Melayu atau yang dikenal dengan upacara 'menaiki', istana yang baru selesai dibangun itu diberi nama Istana Bukit; balai kerapatan dinamakan Balai Payung Sakiki; dan masjidnya bernama Masjid Alam yang merujuk pada nama kecil sultan, yaitu Sultan Alamuddin.
Seiring dengan waktu, Masjid direhab dan dibangun ulang oleh pemerintah setempat, namun dalam perjalanannya Masjid masih belum terselesaikan secara keseluruhan. Aanggota DPRD Riau, Ade Hartati menilai Masjid Raya Pekanbaru secara historis, telah ditetapkan sebagai struktur cagar budaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu dibangun pada abad ke-18 tahun 1762 pada masa Kesultanan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Ia merupakan sultan keempat dari Kerajaan Siak Sri Indrapura.
"Pembangunan Masjid masih terkatung-katung lantaran tidak terlalu dipedulikan oleh Pemerintah Provinsi Riau. Seingat saya sejak 2016 kita sudah mulai pembangunan, tapi masih terkatung-katung pembangunannya. Masjid Raya ini merupakan peninggalan bersejarah dan menjadi situs budaya di Provinsi Riau," katanya pada wartawan, Selasa (6/4).
Masjid Raya Pekabaru memilik Alquran besar
Dia melihat dari anggaran yang disediakan pemerintah untuk masjid tertua di Pekanbaru itu, ada kesan pemerintah setengah hati menyalurkan anggaran untuk masjid itu.
"Dari tahun 2016 saya melihat anggaran yang setengah hati yang diberikan ke Masjid Agung. Pertanyaan saya, kenapa kita tidak menyiapkan dalam satu tahun anggaran sehingga Masjid Raya Pekanbaru bisa dimanfaatkan secara baik oleh masyarakat. Terlepas dari pemasalahan terkait hal-hal lainnya," terangnya. (*)
Tags : masjid pekanbaru riau, masjid di riau, riau,