Linkungan   2024/05/14 10:2 WIB

Masyarakat Riau Hadapi Lonjakan Cuaca Panas, Aktivis: 'Perlu Ambil Tindakan Tangkal yang Bisa Berdampak pada Lingkungan dan Ekonomi'

Masyarakat Riau Hadapi Lonjakan Cuaca Panas, Aktivis: 'Perlu Ambil Tindakan Tangkal yang Bisa Berdampak pada Lingkungan dan Ekonomi'

LINGKUNGAN - Iklim tropis sudah akrab dengan suhu panas. Namun, beberapa tahun terakhir telah menyaksikan lonjakan suhu yang luar biasa, dengan cuaca panas yang ekstrem dan dampak yang signifikan pada lingkungan, masyarakat, dan ekonomi.

"Dampak serta tindakan yang perlu diambil untuk menghadapinya suhu ektrem ini juga terjadi di Riau. Tetapi penyebab cuaca panas berangkali juga perlu diketahui," kata Ir Marganda Simamaora SH M.Si, Ketua Yayasan Sahabat Alam Rimba [Salamba] dalam bincang-bincangnya belum lama ini.

Menurutnya, sejumlah faktor kontribusi menjadikan cuaca panas yang ekstrem semakin umum terjadi. Salah satu penyebab utama adalah perubahan iklim global.

"Peningkatan emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO2), menyebabkan pemanasan global yang mengubah pola cuaca di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Maka perubahan iklim ini mengakibatkan suhu udara yang lebih tinggi dan lebih tidak stabil," ungkapnya.

Menurutnya, cuaca ekstrem memiliki dampak serius pada lingkungan.

Hutan dan lahan basah mengalami kekeringan, menyebabkan kebakaran hutan yang merusak ekosistem dan mengancam banyak spesies.

Begitupun terumbu karang, yang merupakan ekosistem laut yang penting, juga terancam oleh suhu air yang terlalu tinggi.

Khusus terhadap kesehatan masyarakat juga ikut terdampak.

Terkena panas yang berlebihan dapat menyebabkan penyakit seperti heatstroke, dehidrasi, dan gangguan pernapasan.

"Lebih parah lagi, cuaca panas dapat meningkatkan angka kematian, terutama di kalangan kelompok rentan seperti anak-anak, lanjut usia, dan individu dengan masalah kesehatan kronis," terangnya.

Faktor penyebab utama cuaca panas ini tentu dikarenakan adanya perubahan fungsi hutan yang tidak terkontrol sehingga paru paru dunia sebagai sumber O2 dan tata kelola pelestarian lingkungan hidup yang tidak menjadi prioritas pemerintah sehingga perubahan iklim tidak menentu dan terjadi bencana dimana mana.

Selain itu juga menimbulkan efek rumah kaca akibat menipisnya lapisan ozon, akibatnya pola tanam untuk petani menjadi tak menentu sebab tidak dapat lagi ditentukan akibat perubahan iklim yang tidak teratur yang dapat mengganggu terhadap kesehatan dan perekonomian.

"Cuaca panas yang berkepanjangan juga berdampak pada ekonomi. Pertanian terganggu oleh kekeringan, dan produksi pangan dapat terpengaruh," sebutnya.

Selain itu menurutnya, industri pariwisata juga dapat mengalami penurunan kunjungan karena cuaca yang tidak nyaman dan gangguan lingkungan.

Maka tindakan yang perlu diambil dalam menghadapi situasi kondisi seperti ini memerlukan tindakan konkret, seperti:

  • Meningkatkan Kesadaran Masyarakat: Pendidikan dan informasi kepada masyarakat tentang bahaya cuaca panas dan langkah-langkah yang dapat mereka ambil untuk melindungi diri mereka sendiri dan lingkungan.
  • Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca: Upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui peralihan ke energi terbarukan dan langkah-langkah berkelanjutan lainnya.
  • Manajemen Sumber Daya Air: Pemerintah dan lembaga terkait harus mengelola sumber daya air dengan bijak untuk mengurangi risiko kekeringan dan meningkatkan ketahanan pangan.
  • Penghijauan dan Konservasi: Melindungi hutan dan lahan basah serta mempromosikan penghijauan perkotaan untuk menjaga kelembaban udara dan mengurangi suhu.
  • Kesiapan dan Penanggulangan Bencana: Membangun infrastruktur dan sistem peringatan dini untuk menghadapi bencana cuaca ekstrem, serta melatih tenaga kesehatan untuk merespons dampak kesehatan yang mungkin terjadi.

Jadi menurut Marganda Simamaora, suhu ekstrem adalah tanda peringatan yang jelas tentang urgensi mengatasi perubahan iklim global dan mengambil langkah-langkah berkelanjutan dalam beradaptasi dengan cuaca yang semakin extrem. Tindakan sekarang dapat membantu melindungi lingkungan, kesehatan masyarakat, dan ekonomi untuk generasi mendatang. (*)

Tags : cuaca ekstrem, kemarau, krisis iklim, musim panas,