
PROF KH NASARUDDIN UMAR menyoroti pentingnya masalah lingkungan hidup. Ia mengatakan, mengotori dan merusak alam adalah perbuatan dosa.
Menurut Menag, sudah saatnya ulama menekankan bahwa perbuatan mengotori dan merusak alam adalah dosa.
Menag Nasaruddin mengatakan, jumlah orang yang jadi korban akibat perang dalam tahun terakhir ini sekitar 60 ribu jiwa. Akibat perang Palestina dan Israel, Rusia dan Ukraina.
"Tapi data-data para ahli lingkungan hidup, yang wafat setiap tahun akibat karena pemanasan global, akibat kerusakan alam, satu juta orang meninggal per tahun," kata Menag Nasaruddin saat menyampaikan pidato dalam Silaturahim Nasional Ormas-Ormas Islam dan Halal Bihalal yang digelar MUI di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Menag menegaskan bahwa masalah lingkungan hidup menjadi sangat penting untuk mendapatkan perhatian.
Sehubungan dengan itu, Menag berharap kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk ikut memberikan legitimasi kepada pemerintah dan kepada siapapun bahwa konsep dosa itu bukan hanya antar sesama umat manusia.
"Sudah saatnya kita menekankan bahwa dosa mengotori sungai, merusak alam semesta juga bagian dari dosa bahkan bisa menjadi dosa besar," ujar Menag Nasaruddin.
Dengan menekankan perbuatan merusak alam adalah dosa, menurut Menag, itu adalah cara meninggalkan warisan alam yang indah dan sehat kepada generasi yang akan datang.
Dengan demikian, Menag mengungkapkan, Insya Allah Indonesia bisa bertahan sebagai paru-paru dunia. Indonesia juga tetap bisa dikenang oleh dunia sebagai negara yang plural tapi sangat rukun dalam bersosialisasi.
Bukan hanya itu, Indonesia bisa menjadi contoh ketika mampu menjadikan diri sebagai model relasi antar manusia dengan alam semesta. Juga menjadi model hubungan baik antara alam semesta dengan manusia dam dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Menag Nasaruddin menerangkan, ada kegelisahan yang muncul dalam dunia modern akhir-akhir ini. Ada sebuah buku yang sangat fenomenal bahkan menjadi best seller, diterjemahkan kepada lebih dari 12 bahasa.
Buku tersebut ditulis oleh Karen Armstrong yang berjudul Sacred Nature.
Merujuk pada buku tersebut, Menag Nasaruddin mengatakan, sudah saatnya sekarang kembali kepada sebuah sistem kehidupan tradisional dalam arti bukan primitif.
"Masyarakat tradisional itu dibimbing oleh otak kanan sedangkan masyarakat modern lebih banyak didikte dan dibimbing oleh otak kiri yang mengandalkan rasio," ujar Menag Nasaruddin.
Menag menerangkan bahwa ternyata, jika akal yang menjadi panglima di dalam membimbing kehidupan manusia dalam interaksi dengan lingkungan, maka hasilnya adalah kerusakan alam dan kerusakan lingkungan.
Tiga juta tahun yang lalu, umat manusia dibimbing oleh otak kanan, ada konsep persahabatan dengan alam. Ternyata itu menimbulkan atau melahirkan keserasian antar manusia dengan alam semesta.
"Dahulu kala masyarakat tradisional tidak perlu laboratorium yang super canggih untuk membuka rahasia alam semesta, karena alam semesta proaktif pembuka dirinya menyampaikan rahasianya kepada umat manusia, karena akrabnya persahabatan antar manusia dengan alam semesta," jelas Menag Nasaruddin.
Menag menambahkan, tapi dalam masyarakat modern yang terlalu mengandalkan aspek otak kiri dengan teknologi IT yang sangat canggih, manusia hanya menjadikan alam sebagai objek.
Maka alam mungkin tersinggung sehingga apapun yang ditemukan oleh para saintis untuk menemukan rahasia alam, kadang-kadang manusia dikerjain juga oleh alam.
"Kita sering juga menyaksikan ramalan cuaca hari ini kering tidak ada hujan, tapi buktinya banjir kita dipermainkan oleh alam karena kita menganggap alam hanya sebagai objek," kata Menag Nasaruddin.
Padahal dalam Alquran dan Islam, dijelaskan Menag Nasaruddin semua benda di alam semesta bertasbih.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمٰوٰتُ السَّبْعُ وَالْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّۗ وَاِنْ مِّنْ شَيْءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهٖ وَلٰكِنْ لَّا تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْۗ اِنَّهٗ كَانَ حَلِيْمًا غَفُوْرًا
Tusabbiḥu lahus-samāwātus-sab‘u wal-arḍu wa man fīhinn(a), wa im min syai'in illā yusabbiḥu biḥamdihī wa lākil lā tafqahūna tasbīḥahum, innahū kāna ḥalīman gafūrā(n).
Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya senantiasa bertasbih kepada Allah. Tidak ada sesuatu pun, kecuali senantiasa bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS Al-Isra Ayat 44)
Menag Nasaruddin menerangkan, tasbih, mensucikan, memuji dan mencinta. Artinya tidak mungkin ada cinta tanpa emosi. Kalau setiap benda di alam semesta memuji Allah, berarti semua benda di alam ini mempunyai emosi.
Menag mengungkapkan bahwa teknologi modern menyingkap bahwa seluruh benda-benda punya getaran halus. Setiap getaran itu tentu melahirkan bunyi.
"Dedaunan itu ternyata ada getarannya dan alat pembesar suara mampu melipatgandakan lebih dari 1.000 kali getaran itu sampai bisa terdengar, jangan-jangan bunyi dedaunan itu adalah tasbihnya mereka, batu-batuan juga mempunyai getaran energi," kata Menag Nasaruddin. (*)
Tags : ilegal logging, kebakaran hutan dan lahan, kerusakan lingkungan, mui, menag,