BIMBINGAN karier bisa dilakukan pekerja yang lebih muda untuk menjadi influencer di media sosial memberikan saran-saran, yang mudah diterima, tentang kesuksesan.
Emily Durham masih mengenakan handuk di kamar mandinya, ketika dia membagikan beberapa tip sambil menyisir rambutnya.
Dia adalah seorang penasehat karier yang berbasis di Toronto, Kanada.
"Perusahaan akan memeras tenaga Anda untuk bekerja jika Anda mengizinkannya …Akan selalu ada sesuatu, dan Anda akan selalu mengerjakannya," kata Durham sambil mengacungkan sisirnya, dalam sebuah video Instagram. "Berikan batasan, sayang."
Dengan seperempat juta pengikut di Instagram, Durham yang berusia 26 tahun adalah salah satu dari banyak influencer media sosial yang menjadi terkenal karena membagikan kiat-kiat tentang pekerjaan dengan nada santai dan mudah diterima.
Kebanyakan dari influencer ini tinggal di AS, tetapi ada juga yang menjangkau dunia: Mehar Sindhu Batra, dengan hampir 400.000 pengikut, berbasis di London, tetapi mengatakan sebagian besar penontonnya ada di India; penasehat karier populer lainnya dengan seperempat juta pengikut, yang dikenal dengan "Rosie", berbasis di Selandia Baru.
Terlepas dari lokasi mereka, para pembuat konten ini sering mengadopsi gaya yang sama: merekam diri mereka sendiri, berbicara di depan kamera, tentang topik-topik seputar pekerjaan.
Misalnya, seperti bagaimana melakukan wawancara, menegosiasikan gaji, mengurus tinjauan kinerja, dan berkomunikasi dengan manajer.
Bukan sebuah kebetulan sebagian besar orang saat ini mengonsumsi konten yang berhubungan dengan pekerjaan, mengingat ada peningkatan jumlah pekerja yang berganti pekerjaan, bahkan industri.
Menurut survei global yang dilakukan oleh perusahaan konsultan manajemen Deloitte pada 2022, sekitar 40% Gen Z dan 24% generasi milenial ingin meninggalkan pekerjaan mereka dalam waktu dua tahun.
Namun, di luar kehausan terhadap tip-tip tentang karier, para pekerja muda menemukan daya tarik khusus dalam saluran informal ini, yang umumnya dibawakan oleh perempuan milenial dan Gen Z, yang memberikan saran-saran yang mudah dicerna.
Para ahli mengatakan hal ini antara lain disebabkan para pekerja yang baru memulai kariernya mencari rekan-rekan sebaya di platform media sosial dan dalam format yang sudah familiar dengan mereka.
Namun, ini mungkin juga karena milenial dan Gen Z menganggap penting keterkaitan dengan penasihatnya, seringkali lebih dari faktor lain, seperti lamanya pengalaman atau afiliasi dengan institusi formal. Ketika mereka merasa memiliki kesamaan dengan seorang influencer, mereka mempercayai saran mereka dengan terbuka.
Orang-orang yang mengonsumsi konten seperti itu mengatakan konten-konten tersebut dapat memberikan semangat kepada mereka untuk menjalani kehidupan mereka di dunia kerja.
Namun, pada akhirnya, ada batasan untuk cakupan dan kualitas dukungan yang dapat diperoleh para pekerja muda dari video-video pendek itu.
'Persis apa yang saya cari'
Para influencer karier di TikTok dan Instagram umumnya membuat konten yang berhubungan dengan pekerjaan.
Banyak dari pembuat konten ini yang mengunggah video-video yang berisi saran atau tip, mengajari orang berdasarkan topik, misalnya seperti mencari pekerjaan baru atau mendapatkan promosi.
Tema yang biasanya digunakan adalah bagaimana meminta gaji yang lebih tinggi dalam tawaran pekerjaan.
Dalam salah satu video Sindu Batra, dia berperan sebagai manajer perekrutan dan orang yang diwawancarai yang meminta kompensasi yang lebih baik.
Pada dasarnya, video itu memberi penontonnya sebuah skrip agar bisa mereka gunakan sendiri.
"Anda punya waktu yang sangat pendek untuk menegosiasikan gaji yang lebih tinggi, jika itu bukan yang Anda harapkan," tulisnya dalam keterangan videonya.
Di lain waktu, para pembuat konten fokus pada bagaimana para pekerja harus mengadvokasi diri mereka sendiri dalam suatu organisasi.
Seperti yang dilakukan seorang penasihat karier yang berbasis di Montréal, Tiffany Uman, yang berusia 37 tahun.
Dia memberi tahu para pengikutnya bahwa mereka akan merusak progres mereka sendiri jika berpikir menjadi ‘pemain yang kuat’ akan mendapat promosi, atau mengambil lebih banyak tanggung jawab dan berharap akan mendapat kenaikan gaji.
Di unggahan lainnya, dia memberikan tiga langkah yang harus diikuti ketika hendak meminta kenaikan gaji kepada bos.
Meskipun para influencer karier ini berasal dari lokasi dan latar belakang budaya yang berbeda-beda, yang paling populer adalah perempuan muda berusia 20-an atau 30-an.
Mereka yang berbicara dengan BBC Worklife mengatakan pengikut mereka sebagian besar memiliki karakter seperti itu.
Durham, Sindhu Batra, dan Uman, yang merupakan Gen Z maupun milenial, mengatakan meskipun mereka tidak berbicara secara eksklusif kepada perempuan, para penonton mereka mayoritas adalah perempuan dan sebaya.
“Saya pikir komunitas saya sangat mirip dengan saya,” kata Sindhu Batra.
Ashley Luts yang berbasis di AS, seorang perekrut universitas berusia 28 tahun, mengatakan bahwa dia mulai mengikuti Uman pada awal 2022, ketika dia menemukan videonya melalui Instagram Explore.
Dia sudah bekerja selama beberapa tahun, tetapi dia merasa berada di persimpangan jalan.
“Saya mencoba mencari tahu apakah saya harus mencoba untuk mendapatkan promosi atau mengeksplorasi pilihan lain di luar sana,” kata Luts.
Dia melihat layanan penasihat yang lebih tradisional, tetapi tidak ada yang cocok dengannya.
"Anda tidak bisa mengetahui dengan siapa Anda akan berhadapan," katanya.
Karena dia bisa menjelajahi konten influencer di media sosial, dia merasa bisa mengenal pembuatnya.
Ini sangat penting baginya, mengingat bahwa dia mengalami masa-masa sulit secara emosional:
“Saya menyadari media sosial adalah tempat orang-orang yang cocok dengan saya… Faktor keterkaitan itu memainkan peran besar di dalamnya.”
Salah satu klien Uman, Andriana Hnatykiw, 30 tahun yang berbasis di Montréal, mengatakan ketika dia pertama kali melihat konten Uman, dia langsung mengikuti gaya Uman.
"Bagaimana dia menampilkan dirinya dan bagaimana dia berbicara kepada saya adalah apa yang saya cari, dan tidak ada gunanya menambahkan lebih banyak pekerjaan untuk menemukan orang lain."
Itu kebalikannya, katanya, dari para profesional karier yang biasa dia lihat, yang merasa "terlalu suci dan terkurung".
'Saya akan menghabiskan berjam-jam menonton kontennya'
Meskipun pembinaan karier bukanlah industri baru, para ahli mengatakan media sosial menyediakan cara baru untuk menyampaikan informasi yang sangat menarik bagi pekerja muda saat ini.
Mary Chayko, profesor pengajar terkemuka dan Direktur Studi Interdisipliner di Sekolah Komunikasi dan Informasi Universitas Rutgers, AS, mengatakan mencari saran di media sosial terasa lebih nyaman dan efisien bagi kaum muda.
"Lagi pula Anda ada di sana. Itu ada di saku Anda, ada di laptop Anda. Ini semacam cara yang lebih modern untuk menyelesaikan banyak hal," kata Chayko.
Luts menyampaikan perasaanya, mengatakan dia menyukai Uman membuat video di fitur Reels Instagram.
"Saya akan menghabiskan berjam-jam menonton konten-kontennya karena semuanya ada di sana, tapi dikemas dengan singkat dan dapat dipraktikan."
Dan sementara banyak influencer menawarkan layanan konsultasi individu berbayar untuk memonetisasi saluran mereka, masih banyak saran mereka yang gratis.
Hal itulah yang membuat para penasihat media sosial ini menarik dan bisa menjangkau penonton yang lebih muda.
Bahkan jika para influencer itu tidak melanjutkan karier profesionalnya, dan seringkali tidak memiliki kredensial seperti sertifikat pelatihan, para ahli mengatakan mereka memiliki kualitas yang membuat para pengikutnya mempercayai mereka.
Uman bekerja sebagai manajer pemasaran di perusahaan kecantikan global L'Oréal selama lebih dari satu dekade.
Sindhu Batra meraih gelar MBA dari Imperial College Business School di London, dan menjabat sebagai konsultan senior di konsultan manajemen Moorhouse yang berbasis di Inggris.
Keduanya mulai membagikan saran-saran soal karier saat bekerja di perusahaan, dan keduanya berhenti dari posisi sebelumnya pada 2021, untuk fokus pada bisnis mereka sendiri, yang mereka mulai saat pandemi.
Menurut Kelli Burns, seorang profesor di Sekolah Periklanan dan Komunikasi Massa Zimmerman di University of South Florida, keterkaitan, keaslian, dan kesukaan mendorong para pengguna media sosial untuk mempercayai mereka.
Transparansi, tambahnya, membuat mereka mudah diterima dan tidak mengintimidasi: gaya kasual mereka – seperti video yang difilmkan di kamar mandi – menarik bagi penonton, karena menawarkan sekilas tentang siapa mereka sebagai manusia.
"Penampilan diri mereka tidak terlalu banyak dipoles. Itu adalah indikator lain bahwa mereka adalah seseorang yang dapat dipercaya.
Persepsi keaslian ini dapat mengarah pada kredibilitas. Ini menurunkan kewaspadaan Anda sebagai pengikut."
Dia menambahkan bahwa seseorang dapat dengan lebih mudah membangun hubungan saling percaya dengan orang-orang yang dapat mereka kenali.
“Kami lebih cenderung membandingkan diri kami dengan orang yang serupa,” kata Selin Kesebir, seorang profesor perilaku organisasi di London Business School.
“Jika saya seorang perempuan berusia 30 tahun, saya akan membandingkan diri saya dengan perempuan berusia 30 tahun lainnya, dan saya akan mendapatkan petunjuk tentang apakah saya berada di jalur yang benar, apakah 'saya melakukan hal yang benar, apakah saya menjalani hidup saya dengan cara yang benar dari yang saya lihat darinya.”
Tentu saja, apa yang ditawarkan oleh para influencer ini tidak sepenuhnya baru; bahkan influencer Sindhu Batra mengaku banyak saran yang dia berikan kepada kliennya juga tersedia di tempat lain.
“Apa yang saya bagikan bukanlah hal-hal yang tidak biasa. Mereka bisa mencarinya di Google, "katanya.
“Menurut saya, itu hanya hubungan antar manusia. Jika saya memiliki video yang tidak menampilkan wajah saya di tampilan depannya, itu tidak akan berhasil.”
Koneksi adalah faktor kunci yang menarik Tanvi Passi, seorang mahasiswa keuangan berusia 22 tahun di Jalandhar, India, kepada Sindhu Batra.
Dia mulai mengikutinya pada 2020 dan mengatakan satu hal yang dia hargai tentang gaya Sindhu Batra adalah dia terbuka tentang hidupnya sendiri.
“Dia akan memberi tahu Anda bahwa dia merasa gugup sebelum wawancara, dan bagaimana wawancara itu kemudian berjalan dengan sangat baik,” kata Passi.
“Dia menyadarkan bahwa kita hanyalah manusia biasa, seperti dia… Jadi, itu sebabnya saya pikir dia benar-benar kredibel, karena dia sendiri yang melakukan semua itu.”
Sebagai seorang influencer, Durham memahami pentingnya menumbuhkan rasa keakraban dengan para penontonnya.
“Pada akhirnya, yang mereka cari adalah teman untuk memvalidasi pengalaman mereka,” katanya.
"Ini semacam ‘sahabat sesuai permintaan’ yang akan bisa menuntun Anda melalui banyak hal, tanpa terasa seperti proses yang sangat formal dan sulit."
'Ini mewakili diri saya'
Meskipun saran-saran di media sosial dapat memotivasi, tapi itu memiliki keterbatasan.
Video di Instagram dan TikTok cenderung cukup luas, mengandalkan generalisasi tentang budaya perusahaan dan perilaku manusia yang mungkin tidak berlaku untuk situasi individu seseorang.
Selain itu, banyak pengambil keputusan di angkatan kerja adalah generasi yang lebih tua, yang berarti kemampuan pekerja muda untuk memahami nilai-nilai para pemimpin ini juga penting karena mereka membangun kepercayaan dan pengaruh dalam organisasi mereka.
Hanya mengandalkan penasihat yang lebih muda dapat mempersempit ruang lingkup pengetahuan mereka.
Ditambah lagi, mengikuti saran di media sosial bisa berisiko karena orang sering menyamakan popularitas dengan kepercayaan.
“Tanpa memikirkan orang ini dan apakah mereka memiliki keahlian atau tidak, faktanya kita hanya melihat jumlah pengikut yang banyak adalah indikator yang baik bahwa mereka adalah sumber informasi yang kredibel,” ujar Burns memperingatkan.
Namun bagi pekerja muda, mengikuti influencer karier mungkin aspiratif dan praktis.
Influencer memproyeksikan persona kerja yang ideal, menyampaikan rasa kontrol dan kepercayaan diri yang didambakan banyak orang dalam kehidupan profesional mereka.
Ketika seseorang melihat pembuat konten populer berbicara tentang bagaimana dia dipromosikan, para penontonnya mungkin tidak hanya tertarik pada tip praktis.
“Ini bukan hanya transfer informasi, tetapi juga menggunakan orang itu sebagai panutan dan inspirasi,” kata Burns. “Ini mewakili diri saya… sesuatu yang berada dalam jangkauan saya.”
laporan: Annie Midori Antherton
Tags : Media sosial, Kesehatan mental, Pekerjaan, Kesehatan,