Sejarah   2021/03/17 19:3 WIB

Misteri 'Terowongan Kematian' pada Perang Dunia I Terungkap

Misteri 'Terowongan Kematian' pada Perang Dunia I Terungkap
Gambar terowongan Winterberg ini diambil setelah ledakan artileri

SEJARAH - Sejak tahun 1970-an tidak pernah ada penemuan penting dari Perang Besar atau Perang Dunia Pertama di Prancis. Di hutan di punggung bukit tidak jauh dari kota Reims, mayat lebih dari 270 tentara Jerman telah terbaring selama lebih dari satu abad - mereka meninggal dengan cara yang paling menyiksa yang bisa dibayangkan.

Oleh karena kekacauan perang, lokasi mereka sampai sekarang masih menjadi misteri - yang tidak diungkapkan oleh otoritas Prancis dan Jerman. Namun berkat kerja tim ayah-dan-anak sejarawan lokal, pintu masuk ke terowongan Winterberg di medan perang Chemin des Dames telah ditemukan. Pertanyaan mendesaknya adalah apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Haruskah ada penggalian arkeologi skala besar sehingga kita dapat mempelajari lebih lanjut tentang perang dan kehidupan orang-orang yang berperang? Kedua pemerintah masih berdiskusi, tetapi waktu mendesak. Jika lokasi terowongan secara teori masih dirahasiakan, maka rahasia itu telah dirahasiakan dengan buruk. Ketika saya mengunjungi tempat itu beberapa hari yang lalu, saya menemukan bahwa penjarah berada di lokasi itu malam sebelumnya.

Sebuah lubang sedalam tiga meter digali di dekat pintu masuk, dan koleksi artefak masa perang - kapak, sekop dan bekas-bekas proyektil - tertinggal di tumpukan. Kami juga menemukan tulang hasta manusia - tulang lengan depan. Para penjarah tidak berhasil masuk ke terowongan yang terletak lebih dalam. Tetapi tidak ada yang meragukan mereka akan kembali, karena siapa pun yang masuk ke terowongan Winterberg terlebih dahulu akan menemukan harta karun.

Pada musim semi tahun 1917, Prancis melancarkan serangan untuk merebut kembali daerah perbukitan yang terletak di garis barat-timur beberapa mil di sebelah utara sungai Aisne. Jerman saat itu telah menguasai daerah perbuktian di sepanjang Chemin des Dames selama lebih dari dua tahun, dan mereka memiliki sistem pertahanan bawah tanah yang kompleks.

Di dekat Desa Craonne, terowongan Winterberg membentang sejauh 300m dari sisi utara puncak - terowongan yang tidak terlihat oleh Prancis - dan digunakan untuk memasok parit Jerman di lereng yang menghadap ke selatan. Pada tanggal 5 Mei 1917, Prancis melancarkan serangan artileri yang menargetkan kedua ujung terowongan, meluncurkan balon observasi untuk melihat-lihat lereng yang menghadap ke utara.

Sebuah proyektil yang ditembakkan dari meriam menghantam pintu masuk, memicu ledakan amunisi yang disimpan di sana. Sebuah proyektil lain menutup pintu keluar. Di dalam, pasukan Jerman dari kompi ke-10 dan ke-11 dari Resimen Cadangan ke-111 terperangkap. Selama enam hari berikutnya, saat oksigen habis, mereka mati lemas atau bunuh diri. Beberapa meminta sesama tentara untuk membunuh mereka.

Tiga pria bertahan cukup lama untuk dibawa keluar oleh penyelamat, hanya sehari sebelum puncak itu ditinggalkan. Salah satunya, Karl Fisser, yang meninggalkan catatan sejarah resimen: "Semua orang meminta air, tetapi sia-sia. Kematian menertawakan dan kematian menjaga barikade, jadi tidak ada yang bisa melarikan diri. Beberapa mengoceh tentang penyelamatan, yang lain meminta air. Seorang rekan berbaring di tanah di sebelah saya dan suara pecah ia meminta seseorang mengisi pistolnya. "

Ketika Prancis mengambil wilayah itu, pemandangan yang ada adalah kekacauan dan kehancuran yang tak terhitung. Menggali terowongan hampir tidak menjadi prioritas, jadi mereka meninggalkannya. Jerman merebut kembali Chemin des Dames di kemudian hari, tetapi pada saat itu mereka tidak punya waktu untuk mencari sisa-sisa mereka yang selamat.

Pada akhir perang, tidak ada yang bisa memastikan di mana terowongan Winterberg sebenarnya berada. Bukan mayat tentara Prancis yang ada di dalam, jadi diputuskan untuk membiarkan jenazah itu tetap berbaring di sana- mengingat banyak mayat lain yang masih terbaring tak ditemukan di sepanjang Front Barat. Hutan tumbuh kembali dan lubang akibat peluru artileri menjadi tempat populer untuk mereka yang mengajang anjing jalan-jalan.

Tetapi seorang warga lokal bernama Alain Malinowski tidak bisa tidak memikirkan terowongan itu. Bekerja di metro Paris pada 1990-an, dia melakukan perjalanan setiap hari ke ibu kota dan menggunakan waktu luangnya untuk mengunjungi arsip militer di Château de Vincennes. Selama 15 tahun ia mengumpulkan deskripsi, peta, dan dokumen interogasi tahanan - tetapi tidak berhasil. Tempat itu telah rusak parah akibat pemboman untuk membuat perbandingan yang berarti.

Tapi kemudian pada tahun 2009, dia menemukan peta kontemporer yang tidak hanya menunjukkan terowongan, tetapi juga dua jalur yang bertahan hingga hari ini. Dengan hati-hati, dia mengukur sudut dan jarak dan tiba di tempat, yang sekarang hanya berupa hutan kecil yang tidak diketahui namanya. "Saya merasakannya. Saya tahu sudah dekat. Saya tahu terowongan itu ada di suatu tempat di bawah kaki saya," kata Alain Malinowski kepada koran Le Monde.

Anak laki-lakinya, Pierre Malinowski, berusia 34 tahun, adalah seorang mantan tentara yang pernah bekerja untuk Jean-Marie Le Pen dan sekarang menjalankan sebuah yayasan di Moskow yang didedikasikan untuk melacak korban perang dari era Napoleon dan era lainnya. Marah dengan birokrasi berbelit-belit, Pierre berinisiatif membuka terowongan itu. Ini ilegal, tapi dia pikir itu sepadan dengan hukumannya.

Suatu malam di bulan Januari tahun lalu, dia memimpin tim yang membawa alat penggali ke tempat yang diidentifikasi ayahnya. Mereka menggali sejauh empat meter dan apa yang mereka temukan membuktikan bahwa mereka memang berada di pintu masuk terowongan. Ada bel yang digunakan untuk membunyikan alarm; ratusan tabung masker gas; rel untuk mengangkut amunisi; dua pistol otomatis; senapan; bayonet dan dua jasad. "Itu seperti Pompeii. Tidak ada yang bergerak," kata salah satu anggota tim.

Pierre Malinowski kemudian menutupi lubang tersebut, meninggalkan tempat itu tanpa nama seperti yang dia temukan, dan dia menghubungi pihak berwenang. Sepuluh bulan kemudian, lagi-lagi frustrasi dengan lambatnya tanggapan resmi, dia mengumumkan hal itu kepada Le Monde. Dapat dikatakan bahwa Pierre Malinowski bukanlah sosok yang populer di dunia arkeologi dan sejarah.

Tanpa otoritas dan mengesampingkan argumen bahwa orang mati lebih baik beristirahat di tempat mereka berada, dia telah memaksa pemerintah untuk membuka terowongan atau setidaknya melindunginya. Apa yang dibuatnya telah mendorong penggalian mandiri lain- yang sebagian besar dilakukan hanya untuk motif mendapatkan benda berharga. Keengganan resmi untuk melanjutkan penyelidikan sudah jelas. Diane Tempel-Barnett, juru bicara Komisi Makam Perang Jerman (VDK), mengatakan kepada radio Jerman "sejujurnya kami tidak terlalu bersemangat dengan penemuan itu. Bahkan kami merasa ini sangat disayangkan".

Sulit membayangkan Komisi Makam Perang Persemakmuran mengambil kebijakan serupa jika mayat 270 tentara Inggris ditemukan. Tapi kemudian Perang Dunia Pertama sering digambarkan di Jerman sebagai "perang yang terlupakan". Faktanya, upaya sedang dilakukan untuk melacak keturunan mereka yang meninggal di terowongan - dan beberapa berhasil ditemukan. Resimen ke-111 merekrut orang-orang dari wilayah Baden di Pegunungan Alpen Swabia, dan sembilan tentara yang tewas pada tanggal 4 dan 5 Mei 1917 telah diidentifikasi. "Jika saya dapat membantu satu keluarga untuk melacak leluhur yang meninggal di terowongan, itu akan sangat bermanfaat," kata Mark Beirnaert, seorang ahli silsilah dan peneliti Perang Besar.

"Yang saya harap adalah mayat-mayat itu bisa dibawa keluar dan diidentifikasi dengan tanda pengenal mereka. Idealnya, mereka meninggalkan makam dingin yang menakutkan ini dan dikuburkan bersama sebagai prajurit."

Itulah yang terjadi pada lebih dari 400 tentara Jerman yang ditemukan pada tahun 1973. Mereka tewas di terowongan serupa di Mont Cornillet timur Reims. Pierre Malinowski juga berharap mereka diberi penghargaan yang layak. "Mereka adalah petani, penata rambut, pegawai bank yang datang dengan sukarela untuk berperang dan kemudian mati dengan cara yang tidak dapat kita pahami," katanya.

Dia sangat teliti dalam menghormati jenazah manusia. Mayat yang dia temukan telah dikembalikan ke tanah, dan dia tidak akan membiarkan mereka difoto. Tapi di samping solidaritas prajurit, ada juga daya tariknya. "Mayat-mayat itu akan diawetkan, sehingga menjadi seperti mumi, dengan kulit, rambut, dan seragam. Patut diingat, terowongan tersebut adalah tempat para tentara itu hidup dari hari ke hari, jadi barang-barang keseharian mereka semua ada di situ. Tiap serdadu punya cerita sendiri. Tempat itu akan menjadi penyimpanan jasad terbesar dari peninggalan Perang Dunia Pertama". (*)

Tags : Terowongan Kematian, Perang Dunia I, Terowongan Kematian Terungkap,