PEKANBARU - Penggeledahan yang dilakukan tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kantor Gubernur Riau, Senin 10 November 2025), tidak hanya menyasar ruang kerja di dalam gedung, tetapi juga kendaraan dinas pejabat tinggi Pemerintah Provinsi Riau.
Pantauan di lokasi, petugas KPK terlihat memeriksa secara detail mobil dinas Plt Gubernur Riau SF Hariyanto jenis Toyota Fortuner warna hitam dengan nomor polisi BM 1965 NK yang terparkir di depan lobi utama Kantor Gubernur.
Proses penggeledahan berlangsung cukup lama, lebih dari setengah jam.
Petugas tampak membuka setiap bagian dalam mobil dan memeriksa seluruh dokumen yang ada di dalamnya. Bahkan, sebuah buku catatan berisi tulisan tangan turut diperiksa dan difoto oleh penyidik KPK.
Selain mobil Plt Gubernur, mobil dinas Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau Syahrial Abdi, jenis Fortuner dengan nomor polisi BM 1533 NK, juga tidak luput dari pemeriksaan. Petugas terlihat memeriksa bagian dalam kendaraan tersebut.
Setelah proses pemeriksaan selesai, tim KPK terlihat membawa sejumlah dokumen dan satu kotak yang dilakban, termasuk buku catatan yang sebelumnya diambil dari dalam mobil.
Semua barang tersebut kemudian dibawa masuk ke dalam kantor gubernur. Hingga sore hari, tim KPK masih berada di dalam Kantor Gubernur Riau untuk melanjutkan penggeledahan di beberapa titik lain.
Belum ada keterangan resmi dari KPK terkait temuan maupun hasil dari penggeledahan tersebut.
Namun kegiatan ini diduga kuat berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan kasus korupsi dan pemerasan yang menjerat Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah petugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di wilayah Kantor Gubernur Riau.
Suasana tegang pun tampak di lingkungan Kantor Gubri saat aparat KPK melaksanakan tugasnya.
Sebanyak tujuh unit mobil yang membawa rombongan petugas KPK terlihat terparkir rapi tepat di depan lobi utama kantor gubernur.
Di area pintu masuk, sejumlah aparat kepolisian bersenjata lengkap dengan senjata laras panjang tampak berjaga ketat, membatasi akses keluar masuk pegawai maupun tamu.
Awak media tidak diperkenankan masuk ke dalam area gedung selama proses penggeledahan berlangsung.
Petugas keamanan hanya memperbolehkan pegawai tertentu yang memiliki urusan mendesak untuk melintas, dengan pengawasan ketat.
Seorang pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau yang enggan disebutkan namanya membenarkan bahwa tim KPK tiba sekitar pukul 11.00 WIB.
“Sekitar jam sebelas mereka datang, langsung masuk ke gedung. Sampai jam satu siang ini masih di dalam,” ujarnya singkat.
Penjelasan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan soal dibawanya Sekdaprov Riau Syahrial Abdi dan Kabag Protokoler Raja Faisal usai menggeledah Kantor Gubernur Riau pada Senin (10/11/2025) kemarin. KPK menyebut Syahrial Abdi dan Raja Faisal telah dimintai keterangan terkait perkara yang menjerat Gubernur Riau, Abdul Wahid.
"Penyidik meminta keterangan lebih lanjut dari Sekda (Syahrial Abdi) dan Kabag Protokol (Raja Faisal)," kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, Selasa (11/11/2025) pagi.
Budi tidak menjelaskan secara detil keterangan apa yang dikorek penyidik KPK dari Syahrial dan Raja Faisal. Termasuk apakah pemeriksaan terhadap keduanya masih berlangsung.
Ia hanya menjelaskan kalau penggeledahan yang dilakukan KPK di Kantor Gubernur Riau sebagai tindak lanjut penyidikan kasus korupsi di Dinas PUPR Riau, yang telah menetapkan 3 orang sebagai tersangka perkara. Yakni Gubernur Riau Abdul Wahid, Kadis PUPR Arief Setiawan dan Dani M Nursalam selalu Tenaga Ahli Gubernur Riau. Ketiganya dijerat dengan Pasal 12e, Pasal 12f dan pasal gratifikasi pasal 12B.
"Dalam penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE), diantaranya yang terkait dengan dokumen anggaran Pemprov Riau," terang Budi.
Penggeledahan dilakukan penyidik sebagai upaya paksa dalam rangkaian kegiatan penyidikan ini dibutuhkan penyidik untuk mencari dan menemukan barang bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP.
"Penyitaan barang bukti dan permintaan keterangan dari berbagai pihak sangat penting untuk membantu penyidik dalam membuat terang perkara ini," tambahnya.
Dalam proses penanganan perkara ini, KPK mengimbau agar para pihak kooperatif.
"KPK menghimbau masyarakat Provinsi Riau untuk terus aktif dalam mendukung efektivitas penegakan hukum dugaan tindak pidana korupsi tersebut," pungkasnya.
Sebelumnya diwartakan, keberadaan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau Syahrial Abdi usai dibawa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (10/11/2025) hingga kini masih misterius. Status hukumnya juga tak kunjung dijelaskan oleh KPK.
Syahrial Abdi ikut dibawa KPK usai penggeledahan sejumlah ruangan di Kantor Gubernur Riau, Senin siang kemarin. Selain Syahrial Abdi, penyidik KPK juga ikut membawa Kabag Protokoler Pemprov Riau, Raja Faisal Fernaldi.
Media ini telah beberapa kali mengirimkan pesan ke Syahrial Abdi via pesan WhatsApp, sejak kemarin sore. Namun, sampai pagi ini, status pesan yang dikirimkan masih centang satu. Biasanya, Syahrial Abdi cukup proaktif merespon pesan konfirmasi yang dilayangkan jurnalis.
Diwartakan sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau Syahrial Abdi, usai menggeledah Kantor Gubernur Riau, Senin (10/11/2025) sore ini. Selain itu, KPK juga turut membawa Kabag Protokoler Raja Faisal Fernaldi.
Penyidik KPK telah meninggalkan Kantor Gubernur Riau sekitar pukul 16.25 sore tadi. Sebelumnya mereka tiba pada pukul 11 tengah hari tadi.
Belum diketahui alasan KPK membawa Syahrial Abdi dan Raja Faisal. Keduanya belum diketahui akan dibawa kemana oleh penyidik KPK.
Sebelumnya, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah sejumlah ruangan di Kantor Gubernur Riau, Senin (10/11/2025) siang. Penggeledahan diduga kuat berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pemerasan fee 'jatah preman' proyek di lingkungan Dinas PUPR Provinsi Riau. Tiga orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK, termasuk Gubernur Riau Abdul Wahid, sejak Selasa pekan lalu.
Penyidik KPK juga sempat menggeledah mobil dinas Plt Gubernur Riau SF Hariyanto dan Sekdaprov Riau, Syahrial Abdi. Sejumlah dokumen sempat terlihat diambil oleh penyidik KPK dari kedua mobil tersebut.
Penyidik KPK tiba di Kantor Gubernur Riau menggunakan sejumlah mobil. Penggeledahan ini dikawal oleh sejumlah polisi berseragam brigade mobil (Brimob).
Sebelumnya, KPK juga telah menggeledah rumah dinas Gubernur Riau yang berada di Jalan Diponegoro, Pekanbaru pada Kamis (6/11/2025) lalu. Penggeledahan juga berlanjut di umah Kadis PUPR Riau, Arief Setiawan dan rumah Dani M Nur salam selalu Tenaga Ahli Gubernur Riau. Keduanya bersama Gubernur Riau Abdul Wahid telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK.
Sita CCTV dari Rumah Dinas Gubernur Riau
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita Closed-Circuit Television (CCTV) di rumah dinas Gubernur Riau di Jalan Diponegoro, Pekanbaru. Penyitaan dilakukan setelah penyidik KPK melakukan penggeledahan pada Kamis (6/11/2025) silam.
Selain menyita CCTV, penyidik KPK juga menyita sejumlah dokumen yang ditemukan di rumah Dinas Gubernur Riau.
“Dalam penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik. Di antaranya penyidik menyita CCTV,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo pada Jumat (7/11/2025) lalu.
Budi mengatakan, seluruh alat bukti yang disita akan dilakukan ekstrasi dan analisis untuk menemukan petunjuk dalam perkara pemerasan tersebut.
“Selanjutnya penyidik akan mengekstrasi dan menganalisis barbuk-barbuk tersebut,” ujar dia.
Budi meminta seluruh pihak mendukung proses penyidikan yang masih berlangsung ini. Harapannya proses ini berjalan efektif. Korupsi secara nyata menghambat pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat," ungkapnya.
KPK juga bakal terus menyampaikan perkembangan kasus korupsi Abdul Wahid secara berkala. Upaya ini menurut Budi sebagai bentuk transparansi KPK kepada publik.
"Kami akan sampaikan perkembangannya secara berkala sebagai bentuk transparansi dalam proses hukum ini," jelasnya.
Konstruksi Perkara Gubernur Abdul Wahid
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak membeberkan konstruksi perkara korupsi yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka korupsi. Perkara ini ternyata berkaitan dengan adanya dugaan permintaan fee sebesar 5 persen dari nilai proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau.
Johanis Tanak menjelaskan, kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang ditindaklanjuti oleh KPK. Diketahui, pada Mei 2025 lalu, Sekretaris Dinas PUPR Riau, Ferry Yunanda (FRY) melakukan pertemuan dengan 6 Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan di lingkungan Dinas PUPR Riau.
Pertemuan itu membahas tentang kesanggupan pemberian fee yang akan diberikan kepada Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) sebesar 2,5 persen dari anggaran pada UPT Jalan dan Jembatan.
"Fee tersebut atas penambahan anggaran tahun 2025 pada UPT Jalan dan Jembatan yang semula sebesar Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar," kata Johanis Tanak dalam konferensi pers pada Rabu (5/11/2025).
Tanak menerangkan, hasil pertemuan soal fee 2,5 persen itu kemudian disampaikan FRY kepada Kepala Dinas PUPR Riau, Muhammad Arief Setiawan (MAS). Namun, MAS yang menurut KPK merupakan representasi Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) meminta agar besaran fee dinaikkan menjadi 5 persen.
Tanak menyebut permintaan fee tersebut di kalangan Dinas PUPR dikenal sebagai jatah preman.
"Bagi yang tidak menuruti perintah diancam dengan pencopotan atau mutasi jabatan," terang Tanak.
Tahapan Pemberian Setoran
Permintaan jatah preman 5 persen tersebut, kemudian dibicarakan oleh FRY kepada para kepala UPT Jalan dan Jembatan lewat pertemuan lanjutan. Akhirnya, disepakati besaran fee yang akan disampaikan sebesar 5 persen atau senilai Rp 7 miliar.
"Hasil pertemuan dilaporkan oleh FRY ke MAS dengan menggunakan bahasa kode 7 batang," beber Tanak.
Menindaklanjuti kesepakatan tersebut, FRY lantas bergerak melakukan pengumpulan dana. Pada Juli 2025, FRY mengumpulkan uang dari para Kepala UPT Jalan dan Jembatan sebesar Rp 1,6 miliar. Uang tersebut atas perintah MAS diberikan kepada Abdul Wahid melalui Dani M Nursalam (DAN) sebesar Rp 1 miliar. DAN diketahui sebagai politisi PKB Riau yang merupakan Tenaga Ahli Gubernur Riau. Sisanya sebesar Rp 600 juta diberikan kepada kerabat MAS.
Setoran uang kedua terjadi pada Agustus atas perintah DAN. Uang yang dikumpulkan FRY sebesar Rp 1,2 miliar. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 300 juta diberikan kepada sopir (driver) MAS. Kemudian senilai Rp 375 juta digunakan untuk proposal kegiatan perangkat daerah. Sementara sisanya Rp 300 juta disimpan oleh FRY.
Adapun pengepulan uang tahap ketiga, dilakukan oleh Kepala UPT Jalan dan Jembatan III Dinas PUPR Riau, inisial EI pada November 2025. Uang yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp 1,25 miliar. Uang tersebut diberikan kepada Gubernur AW melalui MAS sebesar Rp 450 juta. Sementara sisanya Rp 800 juta akan langsung diberikan kepada AW.
"Sehingga total uang yang telah dikumpulkan sekitar Rp 4,05 miliar dari sebesar Rp 7 miliar," ungkap Tanak.
Pada Senin (3/11/2025), tim KPK lantas mengamankan MAS dan FRY serta 5 Kepala UPT Jalan dan Jembatan di Kantor Dinas PUPR Riau. Adapun identitas kelima Kepala UPT tersebut, yakni Kepala UPT I inisial KA, Kepala UPT III inisial EI, Kepal UPT IV inisial LH, Kepala UPT V inisial BS dan Kepala UPT VI inisial RA.
"Saat KPK mengamankan pihak-pihak tersebut, ditemukan uang sebesar Rp 800 juta," jelas Tanak.
Usai mengamankan para pejabat Dinas PUPR, tim KPK lantas mencari keberadaan Gubernur AW dan Tata Maulana (TM) selaku orang kepercayaan Gubernur AW. KPK berhasil mengamankan AW dari sebuah kafe di Kota Pekanbaru. Sementara TM diamankan di sekitar kafe tempat AW diamankan.
Tim KPK, lanjut Tanak, kemudian bergerak ke sebuah rumah di Jakarta Selatan yang diduga milik Gubernur AW. Dari rumah itu, penyidik menemukan mata uang asing yakni 9.000 Poundsterling dan 3.000 Dollar AS atau sekitar Rp 800 juta.
"Sehingga keseluruhan uang yang diamankan berjumlah sebesar Rp 1,6 miliar," terang Tanak.
Sementara, DAN selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau yang dicari oleh penyidik, akhirnya menyerahkan diri ke kantor KPK di Jakarta pada Selasa sore kemarin.
Pasal Korupsi yang Dikenakan
KPK dalam perkara ini menetapkan 3 orang tersangka yakni Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR Riau Muhammad Arief Setiawan dan Tenaga Ahli Gubernur Dani M Nursalam.
Ketiganya dijerat dengan Pasal 12e dan atau 12 f dan atau pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
"Ketiga tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan, terhitung 4 November sampai 23 November 2025," pungkas Tanak. (R-03/KB-02/Adri)
Kembali pada soal Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau Syahrial Abdi yang dibawa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (10/11/2025) hingga kini masih misterius. Status hukumnya juga tak kunjung dijelaskan oleh KPK.
Syahrial Abdi ikut dibawa KPK usai penggeledahan sejumlah ruangan di Kantor Gubernur Riau, Senin siang kemarin. Selain Syahrial Abdi, penyidik KPK juga ikut membawa Kabag Protokoler Pemprov Riau, Raja Faisal Fernaldi.
Belum diketahui apakah Syahrial dan Raja Faisal telah dipulangkan oleh KPK. Namun, ada informasi yang menyebut ia kembali ke rumahnya malam tadi.
Media ini telah beberapa kali mengirimkan pesan ke Syahrial Abdi via pesan WhatsApp, sejak kemarin sore. Namun, sampai pagi ini, status pesan yang dikirimkan masih centang satu. Biasanya, Syahrial Abdi cukup proaktif merespon pesan konfirmasi yang dilayangkan jurnalis.
Juru bicara KPK Budi Prasetyo juga belum merespon soal apakah Syahrial Abdi masih diperiksa oleh penyidik KPK. Pesan konfirmasi yang dikirim pagi ini, belum ia balas. (*)
Tags : KPK, Penggeledahan, Mobil Plt Gubri, SF Hariyanto, Sekdaprov Syahrial Abdi, News,