AGAMA - Diberitakan bahwa jasa hiburan karaoke, diskotek, kelab malam, bar, dan spa akan dikenakan pajak sebesar 40 persen sampai 75 persen.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam (LSBPI) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ustaz Saiful Bahri mengatakan, mungkin kenaikan pajak hiburan hanya solusi jangka pendek.
"Dengan menaikkan pajak 40 persen apakah bisa mengurangi minat masyarakat terutama umat Islam ke diskotik atau bar, kalau untuk sementara mungkin bisa," kata Ustaz Saiful seperti dirilis Republika, Kamis (25/1/2024)
Ustaz Saiful mengatakan, mungkin perlu dicarikan alternatif untuk mengurangi minat masyarakat terutama umat Islam ke diskotik atau bar. Sebab ke diskotik atau bar tidak terkait secara langsung dengan minat tapi terkait dengan daya beli masyarakat.
Menurutnya, kalau pajak hiburan seperti diskotik atau bar dinaikan, itu sifatnya solusi jangka pendek yang mungkin bisa jadi kurang efektif.
Mengenai konsep hiburan di dalam Islam, Ustaz Saiful mengatakan, sebenarnya hiburan dibolehkan dalam Islam. Konsepnya adalah tidak menerjang (menabrak) aturan atau larangan.
Misalnya tidak ada alkohol atau minuman yang memabukkan dan zat-zat yang bisa merusak akal. Dalam hiburan juga tidak boleh terdapat pelanggaran norma, misalnya adanya perzinahan atau sesuatu yang mengarah kepada asusila.
"Selama hiburan itu bisa menambah rasa gembira masyarakat dibolehkan, tetapi dengan aturan tanpa melanggar syariat Allah," ujar Ustaz Saiful.
Ustaz Saiful mengatakan, kalau ditanya batasan hiburan itu apa, tentu hiburan boleh dalam Islam, seperti membuat seseorang tertawa selama tidak mengejek orang lain. Hiburan boleh selama tidak membuat orang tersinggung dan marah.
"Hiburan boleh selama tidak melanggar syariat seperti minum minuman beralkohol, tidak mengabaikan sholat dan tidak adanya istilah yang haram yang bisa mengakibatkan terbukanya pintu perzinahan," jelasnya. (*)
Tags : mui, pajak hiburan malam, hiburan malam, hiburan dalam islam, ulama,