DAIK LINGGA, RIAUPAGI.COM - Tahun 1824 hingga 1911, Daik Lingga menjadi pusat Kesultanan Lingga yang wilayahnya mencakup seluruh Kepulauan Riau.
Berdasarkan jejak sejarah tak heran Kabupaten Lingga menyimpan beragam jejak peninggalan sejarah Kesultanan Melayu dan daerah ini berbatasan dengan Bangka Belitung dan Jambi dijuluki sebagai Bunda Tanah Melayu.
"Museum Linggam Cahaya simpan 5.569 koleksi asli benda peninggalan sejarah."
“Museum ini juga sudah ditetapkan sebagai destinasi daya tarik wisata Provinsi Kepri oleh Gubernur Kepri,” kata Plt Kadispar Kepri, Raja Hery Mokhrizal menyampaikan, jejak peninggalan Kesultanan Lingga tersebut, kini tersimpan rapi di Museum Linggam Cahaya, Rabu (15/3/2023) kemarin.
Hery Mokhrizal mengatakan, Museum Linggam Cahaya mulai dibangun pada Agustus 2002 dan pembangunannya rampung pada Mei 2023.
Pembangunan museum ini ujarnya, berawal dari kerisauan sejumlah tokoh masyarakat di Kabupaten Lingga terhadap raibnya sejumlah benda-benda peninggalan sejarah dan budaya di Lingga yang dijual oleh masyarakat kepada pemburu benda-benda antik.
“Jadi pembangunan museum ini memang bertujuan untuk menyelamatkan benda-benda bersejarah tersebut,” tuturnya.
Melansir dari laman linggamcahaya.linggakab.go.id, Museum Linggam Cahaya berada di Kampung Damnah, Kota Daik, Kabupaten Lingga.
Di museum ini, tersimpan sepuluh jenis benda cagar budaya. Seperti kuningan yang merupakan hasil produksi pada masa Sultan Mahmud Syahyakni pada tahun 1832-1841.
Di sana, ada juga Meriam Anak Lela, senjata untuk mempertahankan diri. Meriam ini dibuat pada masa Pemerintahan Sultan Mahmud Syah (1832-1841) dan diproduksi di Kampung Tembaga Daik.
Kemudian, ada juga replika Cogan atau sirih besar yang merupakan salah satu kelengkapan alat kebesaran atau religia Kerajaan Riau-Lingga.
Selanjutnya, ada juga tersimpan Peta Geologische Schetska Art Van Lingga. Peta bersala Skala 1:100.000 ini, menggambarkan nama-nama tempat yang pada umumnya terdapat di Daik dan pulau-pulau sekitarnya.
Ada juga Gramofon Almari, yakni mesin yang digunakan untuk memutar musik melalui piringan hitam. Serta, benda-benda bersejarah lainnya, seperti peta panduan lokasi pengeboran timah, alat-alat berburu, uang kertas dan logam, kaca pembesar masa silam, aneka piring dan mangkuk dan benda-benda lainnya.
Selain menyimpan beragam benda-benda bersejarah, ornamen yang terdapat di bangunan museum yang secara resmi difungsikan pada 11 Desember 2003 lalu itu juga cukup unik.
Seperti, dua buah meriam yang terletak di kiri dan kanan, serta ratusan tempayan dari tanah yang disusun rapi membentuk tulisan Linggam Cahaya, menambah kesan jika museum itu memang kental dengan budaya Melayu masa lampau.
Untuk sampai ke Museum Linggam Cahaya, dapat ditempuh dengan kapal ferry dari Pelabuhan Sribintan Pura, Kota Tanjungpinang ke Pelabuhan Tanjung Buton, Daik, Lingga dengan lama perjalanan sekitar 3 jam.
Kemudian, melanjutkan perjalanan dari Pelabuhan Tanjung Buton sekitar 10 menit dengan menggunakan sepeda motor atau mobil.
Jadi museum terbesar itu tetap menyimpan dan merawat berbagai koleksi sejarah Kerajaan Riau-Linggayang sekaligus sebagai pusat informasi sejarah yang terletak di Kabupaten Lingga.
Museum Linggam Cahaya dan berada di Ibu Kota Daik, Kecamatan Linggamemiliki museum terbesar se-Kepri.
Berbeda dengan Batam dan Tanjungpinang, di Museum Linggam Cahaya hampir keseluruhan koleksinya merupakan benda bersejarah asli atau bukan koleksi replika buatan.
Tak ayal lagi, museum ini kerap mengundang daya tarik wisatawan daerah maupun mancanegara.
Banyaknya wisata sejarah dan budaya di Kabupaten Lingga, membuat museum ini sebagai pusat informasi bagi wisatawan yang ingin mengetahui informasi jelas dan banyaknya obyek bekas peninggalan Kerajaan Riau-Lingga.
Di tempat ini banyak menyimpan ribuan peninggalan sejarah sebagai bukti masa Kerajaan Riau-Lingga di Daik.
Tidak tanggung-tanggung, museum ini menyimpan benda peninggalan sejarah lebih kurang sebanyak 5.569 koleksi asli.
Berbeda dengan Batam dan Tanjungpinang, di Museum Linggam Cahaya hampir keseluruhan koleksinya merupakan benda bersejarah asli atau bukan koleksi replika buatan.
Tak ayal lagi, museum ini kerap mengundang daya tarik wisatawan daerah maupun mancanegara.
Banyaknya wisata sejarah dan budaya di Kabupaten Lingga, membuat museum ini sebagai pusat informasi bagi wisatawan yang ingin mengetahui informasi jelas dan banyaknya obyek bekas peninggalan Kerajaan Riau-Lingga.
Di tempat ini banyak menyimpan ribuan peninggalan sejarah sebagai bukti masa Kerajaan Riau-Lingga di Daik.
Tidak tanggung-tanggung, museum ini menyimpan benda peninggalan sejarah lebih kurang sebanyak 5.569 koleksi asli.
Sebelum memasuki museum, pengunjung akan melihat ribuan tempayan yang terpajang di halaman depan.
Dari ruang depan lantai dua, ribuan tempayan ini membentuk sebuah tulisan bertuliskan Museum Linggam Cahaya.
"Kemarin ada 1346 buah tempayan, cuma ada yang pecah kini tinggal lebih kurang 1150 buah. Kendi ini dikumpulkan dari bangsal gambir atau bekas dapur gambir di kaki gunung," kata Pemerhati Sejarah dan Budaya Lingga, Lazuardi.
Lazuardi menjelaskan, proses pembangunan Museum Linggam Cahaya dimulai pada Agustus 2002 hingga selesai pada 7 Mei 2003.
Pada awalnya, museum ini dinamakan Museum Mini Linggam Cahaya.
Ribuan koleksi asli bekas peninggalan kerajaan tersimpan, mulai dari cagar budaya artefak, uang lama, senjata dan alat tukang Melayu zaman kerajaan, naskah kuno, alat musik kuno, alat pengolahan sagu, peninggalan sejarah kerajaan berbahan kuningan, dan masih banyak lagi.
Temuan besar didapatkan pada akhir 2021. Yakni sebuah perahu tua yang terbenam di Pantai Pulau Sebangka, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga.
Perahu tua ini terbilang langka, karena tidak ditemukan lagi bentuknya di zaman sekarang. Panjang perahu itu mencapai 12,55 meter ini.
Museum Linggam Cahaya juga memajang busana atau pakaian masyarakat Melayu zaman kerajaan.
Berbagai jenis pakaian busana ini tampak tersusun rapi di dalam sebuah lemari kaca.
Sebagian besar busana yang terpajang, tidak pernah ditemukan lagi di era sekarang.
Pengunjung bisa mengetahui jenis busananya, lewat informasi yang ditempelkan di lemari.
Selain itu ada tudung manto, tudung lingkup, serta busana lama lainnya yang lusuh, terpajang rapi di sana.
Hal lain yang menarik, yakni tulang Gajah Mina atau gajah laut yang memiliki ukuran panjang 12,40 meter.
Pada awalnya, hewan langka ini ditemukan pada 13 Januari 2005 di Pantai Dungun, Desa Teluk, Kecamatan Lingga Utara.
Hewan ini memiliki panjang ekor 1,80 meter, panjang gading 2,40 meter, tebal kulit 10 sentimeter, panjang sirip bawah 78 sentimeter, dan lebar sirip bawah 47 sentimer.
"Pada 2001 kami sudah mulai mengumpulkan barang-barang koleksi dan 2002 juga masih mengumpulkan barang sekaligus tahap pembangunan. Selanjutnya 2003 baru dibuka untuk kunjungan," kata Lazuardi.
Sejauh ini Dinas Kebudayaan Lingga masih banyak menerima laporan masyarakat terkait barang sejarah yang masih bisa ditemukan di lingkungan penduduk.
Seperti meriam dan juga barang-barang peninggalan sejarah lainnya.
"Untuk mengambil barang itu dari penduduk kita juga perlu anggaran sebagai imbalan. Dan itu [barang peninggalan] masih banyak lagi baik di Daik dan Dabo," ungkap Kepala Bidang [Kabid] Pelestarian Cagar Budaya, Sejarah, dan Permuseuman Disbud Lingga, Abdul Manaf.
Di tempat berbeda, Pelaksana tugas [Plt] Kepala Dinas Pariwisata Kepri, Luki Zaiman Prawira mengatakan, museum menjadi wisata edukasi yang sangat bermanfaat.
"Sembari memperkenalkan budaya, juga selalu mengingatkan kita pada sejarah," sebutnya.
Sehingga, setiap pengunjung yang datang bisa dapat melihat langsung barang-barang peninggalan sejarah.
"Ini tentu harus terus dijaga. Sebab museum juga menjadi daya tarik kunjungan wisata," ujarnya. (*)
Tags : museum linggam cahaya, daik lingga, kepri, museum simpan koleksi asli benda peninggalan sejarah, museum linggam cahaya jadi daya tarik wisatawan manca negara,