"Kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Riau dengan pihak Pertamina dalam menentukan dan menetapkan Participating Interest 10 persen sudah dilakukan, tetapi yang ada seakan Riau terus dikibuli"
esesalan dan kekecewaan Dewan Perwakilan Rakyat Darah [DPRD] Riau soal jatah Participating Interest [PI] untuk Riau tetapi terus menerus molor, juga membuat Gerakan Riau Bersatu [GRB] mengancam akan menggeruduk kantor Pertamina Hulu Rokan [PHR].
"Kemarin Pemerintah sudah menetapkan PT Pertamina (Persero) sebagai pemenang kontrak Blok Rokan. Pengelolaan oleh Pertamina akan dimulai setelah kontrak Chevron Pacific Indonesia [CPI] habis pada 2021 kemarin," kata H Darmawi Wardhana Zalik Aris, Ketua GRB yang juga selaku Ketua Umum [Ketum] Lembaga Melayu Riau [LMR] Pusat Jakarta ini, dalam menyikapi pihak PHR yang selalu mengulur-ulur kewajibannya untuk memberikan PI 10 persen ke Riau.
"Kalau tak salah, lewat kesepakatan itu melalui proposal yang dimasukkan, maka pemerintah lewat Menteri ESDM menetapkan pengelola Blok Rokan mulai 2021 selama 20 tahun ke depan akan diberikan kepada Pertamina. Jadi dalam hal ini pihak PHR bertanggung jawab atas kesepakatan yang dibuat," sambung Darmawi Wardhana melalui vidio nya, Rabu (12/7/2023) tadi ini.
"Kesepakatan yang dibuat termasuk PI 10 persen ditetapkan masa Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa 31 Juli 2018."
Darmawi menambahkan, setelah diserahkan ke Pertamina, perusahaan tersebut akan berbagi hak partisipasi (Participating Interest/PI) ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai daerah penghasil yang porsinya mencapai 10 persen.
'PHR mengulur-ngulur waktu'
Buah kekecewaan pihak PHR seakan mengulur-ulur waktu soal PI 10 persen ini juga tergambar dari raut wajah Gubernur Riau Syamsuar.
"Sebelumnya sudah disepakati Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dan PT Pertamina Hulu Rokan [PHR]."
"Jatah Participating Interest (PI) sebesar 10 persen dari Blok Rokan untuk Provinsi Riau sebelumnya sudah disepakati. Tetapi janjinya PI 10 persen akan diberikan bulan Juni, kenyataannya sampai sekarang kita belum dapat kejelasan. Itu baru rapat Banmus, belum ada kejelasan. Mana PI-nya," tanya Syamsuar.
Anggota DPRD Riau, Ade Hartati, juga menaruh rasa kekecewaan terhadap PHR. Selain rasa kekecewaan dilontarkan pihak legislatif, Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar juga menaruh kecewa karena seharusnya PI sudah cair Juni kemarin. Namun nyatanya hingga kini belum jelas.
"Kita di DPRD Riau ini sudah menggelar rapat Badan Musyawarah (Banmus) untuk mempertanyakan PI tersebut namun tetap belum ada kepastian yang diberikan," kata Ade Hartati, Rabu (7/6).
Menurutnya, ada khawatir bahwa PI 10 persen itu hanya janji manis setelah PHR mengambil alih dan mengelola sepenuhnya Blok Rokan yang merupakan kawasan penghasil minyak nomor dua terbesar di Indonesia itu.
Hal sama juga disebutkan Wakil Ketua DPRD Riau, Hardianto yang mengungkapkan bahwa memang ada polemik terkait PI tersebut.
"Jadi awal mula polemik itu ada dua versi. Versi pertama bahwa pada awalnya memang Pak Gubernur sangat optimis PI ini clear dan bisa cair pada bulan Juni. Karena memang sebelumnya BUMD Riau Petroleum juga katakan bahwa PI itu tinggal sedikit lagi dan mudah-mudahan di Mei kemarin bisa MoU, bisa clear," ujarnya.
Namun, lanjut Hardianto, optimisme itu berubah saat rapat Panitia Khusus (Pansus) LKPJ beberapa waktu lalu.
"Saat pansus LKPJ kemarin, salah satu anggota pansus mengatakan bahwa hasil rapat mengatakan ini (PI) masih panjang ceritanya sehingga bisa-bisa menimbulkan polemik tidak akan cair secepat mungkin," paparnya.
Kabar baik kemudian disampaikan oleh Ketua Komisi III DPRD Riau, Markarius Anwar, yang mengatakan proses pencairan PI 10 persen dari Blok Rokan sudah masuk fase akhir dan menunggu tandatangan dari Kementerian ESDM.
Ia menyebut bahwa sebelumnya Komisi III telah mengadakan rapat bersama Bapenda, BPKAD, dan Biro Ekonomi Pemprov Riau membahas perihal pendapatan daerah.
Dari hasil rapat tersebut, ia mengaku masih optimis Riau akan mendapatkan bagian.
"Mudah-mudahan (cair). Evaluasi sebelumnya, tahapan sudah memasuki fase akhir. Tinggal penandatanganan oleh Kementerian ESDM. Cuma sampai sekarang nggak maju-maju. Apa persoalannya itu yang perlu kita tahu," kata Markarius.
Namun kemudian ternyata masih ada kesimpang-siuran informasi, yaitu mengenai berapa jumlah PI 10 persen yang akan didapat Riau.
Sebagaimana diberitakan banyak media, Gubri Syamsuar mengatakan bahwa PI 10 persen yang akan diterima Riau mencapai Rp800 miliar.
Api gas dimuncung pipa minyak yang tak pernah padam terus memuntuhkan migas dari perut bumi Riau.
Namun Markarius mengaku tidak tahu dari pada Gubri mendapatkan angka tersebut sebab jumlahnya berbeda dengan yang dibahas dengan DPRD Riau.
"Dipembahasan Rp400 miliar. Jadi (kalau Rp800 miliar) naik banyak. Kami optimisnya di angka Rp400 miliar sampai dengan Rp500 miliar. Statement Rp800 miliar Pak Gubernur sangat yakin bisa cair dalam tahun ini. Artinya ada optimisme beliau. Mudah-mudahan sesuai yang beliau sampaikan," pungkasnya.
Pertamina kuasai blok rokan
Tetapi kembali disebutkan Darmawi Wardhana, sebelumnya, Blok Rokan dikelola oleh Chevron sejak Agustus 1971.
"Arcandra Tahar mengungkapkan, terpilihnya Pertamina untuk kelola Blok Rokan karena proposal yang diajukan lebih baik dibandingkan Chevron."
"Pertamina akan mengelola Blok Rokan selama 20 tahun ke depan setelah kontrak Chevron habis pada 2021."
"Pihak Pertamina itu dalam proposalnya menjanjikan beberapa hal yang menguntungkan negara. Yakni dengan mekanisme bagi hasil migas gross split, negara akan mendapat porsi 48 persen. 48 persen ke pemerintah, split variabel banyak sekali lapangannya, setiap lapangan beda-beda. Ada 104 lapangan," kata Darmawi kembali menjelaskan.
Lain lagi disebutkan, Larshen Yunus, Wakil Sekretaris Jenderal [Wasekjend] Komite Nasional Pemuda Indonesia [KNPI] Bidang minyak dan gas bumi ini menyatakan, pengelolaan Blok Rokan oleh Pertamina akan membuat perusahaan pelat merah tersebut menjadi produsen migas terbesar di Indonesia.
Blok Rokan merupakan aset yang sangat strategis. Blok Rokan mampu menghasilkan produksi minyak sekitar 122 ribu barel per hari (bph) atau menyumbang sekitar 50 persen total produksi Chevron yang saat itu mengelola blok tersebut.
"Blok Rokan juga terdiri dari 76 lapangan migas aktif dan paling utama adalah Lapangan Duri dengan produksi 54 ribu bph. Dia juga berkontribusi terhadap 44 persen produksi Blok Rokan," jelasnya melalu Whats App [WA] tadi ini.
Pihaknya sangat mendukung upaya Gubernur Riau terhadap langkah-langkah yang diambil hingga saat ini.
"Kita akan menyampaikan aspirasi masyarakat Riau tentang PI 10 persen yang terus molor ini kepada Menteri ESDM, termasuk persoalan yang dihadapi oleh Riau," ujar Larshen Yunus.
"KNPI aktif memberi masukan dan paparkan dalam diskusi dengan Kementrian ESDM."
"Kami juga akan mengirimkan surat resmi langsung ke Presiden RI yang langsung ditandatangani Ketua Umum KNPI Pusat Jakarta, terkait Usulan Penetapan Daerah Penghasil Migas, dimana usulan nya nanti kami sampaikan diantaranya tentang perlunya dibuatkan kriteria khusus bagi daerah yang tidak memiliki kepala sumur produksi tetapi di bawah permukaannya melampar reservoir produktif,” papar LArshen.
Menurutnya, persoalan yang muncul memang terkait dengan peraturan UU yang menjadi dasar perhitungan DBH Migas selama ini yang mendasarkan pada letak kepala sumur, sehingga apabila aturan tersebut belum bisa dirubah setidaknya ada klausul khusus yang dapat mengakomodir usulan tersebut.
"Sebagai latar belakang mungkin bisa merujuk kepada pembagian porsi PI 10% di Blok Rokan yang terkait teknis atas kriteria dan kondisi surface, subsurface, dan fasilitas produksi saat itu yang digunakan untuk pembagian porsi PI ke daerah," kata dia.
Wasejkjend KNPI ini juga memberikan masukan agar saat ini semua data diupdate/dicocokkan sesuai kondisi saat ini, baik data sub-surface, surface, dan fasilitas terkait, diantaranya adalah data batas Wilayah Kerja Penambangan (WKP), sumur, lapangan, prospek, dan lead, fasilitas produksi dan akses transportasi terkait usaha migas.
"Jadi kita tetap menudukung soal tuntutan PI 10 persen yang harus diterima Riau sebagai penghasil migas," katanya.
Pihaknya di KNPI siap keluarkan surat dukungan, “kita harus gerak cepat sebagai daerah penghasil karena ini tentunya akan sangat besar efek yang akan diberikan, selain itu sebaiknya disusun surat dengan melampirkan surat dan masukan dalam hal teknis tersebut.” sebutnya.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih terus menyusun dan memfinalisasi Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (Migas). RUU yang akan merevisi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas tersebut telah rampung dibahas Komisi VII DPR.
Kini, RUU tersebut sudah dalam tahap harmonisasi di Badan Legislasi DPR. Perjalanan RUU Migas ini memang masih panjang. Bila tahap harmonisasi selesai, maka Baleg akan mengirim ke Rapat Paripurna untuk menetapkan RUU Migas tersebut sebagai RUU Inisiatif DPR.
Lalu, sebenarnya apa poin-poin perubahan dalam RUU tersebut?
Berdasarkan informasi yang dikutip dari situs resmi DPR, setidaknya ada tujuh poin penting yang akan dibahas dalam RUU Migas tersebut. Pertama, pengaturan Badan Pengusahaan Migas.
Beberapa hal yang diatur terkait badan ini adalah bentuk badan, kelembagaan atau struktur organisasi, tugas dan wewenang Badan Pengusahaan Migas.
Kedua, pengaturan penetapan dan pengelolaan wilayah kerja. Hal tersebut mencakup pihak yang menyiapkan, menetapkan, dan menawarkan.
Ketiga, pengaturan penawaran wilayah kerja (WK) baru dan perpanjangan WK lama (privilege) kepada PT. Pertamina.
Selain itu, RUU ini juga akan mengatur pemberian Participating Interest (PI) sebesar 15% ke PT. Pertamina.
Keempat, pengaturan skema bagi hasil, pendapatan negara, cost recovery, participating interest sebesar 10% ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dari daerah penghasil, porsi alokasi migas kebutuhan dalam negeri ≥ 25%.
Kelima, pengaturan mengenai Ketentuan Isi Kontrak Kerja Sama (KKS), seperti jangka waktu kontrak, jangka waktu perpanjangan dan lain sebagainya.
Keenam, pengaturan pembinaan dan pengawasan sektor Migas (Hulu dan Hilir).
Ketujuh, pengaturan petroleum fund (Dana Migas). Latar Belakang DPR juga mencantumkan latar belakang perubahan UU Migas. Salah satu faktor utamanya adalah adanya beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan beberapa ketentuan dalam UU Migas yang berlaku saat ini bertentangan dengan UUD 1945.
Lebih lanjut, DPR juga memaparkan adanya dua tujuan yang ingin dicapai dengan perubahan UU Migas.
Pertama, untuk mewujudkan jaminan atas penyelenggaraan kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi yang berpedoman pada prinsip efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaannya.
Kedua, mewujudkan tata kelola Migas baik di hulu maupun di hilir. Sedangkan, dasar pembentukannya berdasarkan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 mengenai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengenai Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
'Dugaan kasus korupsi dana PI 10 persen'
Diulur-ulurnya waktu untuk pembayaran PI 10 persen yang sudah hak daripada Riau sebagai penghasil migas ini, Darmawi Wardhana menduga kemungkinan sudah terjadinya korupsi dana PI 10 persen yang harus di setorkan PT Pertamina Hulu Rokan [PHR].
"Saya menduga seperti itu. Manajemen PHR tidak profesianal. Dengan mengulur ulur waktu untuk memberikan PI 10 persen ini sepertinya sudah salah kaprah ditubuh managemen PHR. Dugaan kasus korupsi pengelolaan dana deviden yang bersumber dari participating interest (PI) sebesar 10 persen dari PHR ini pun terus semakin tak jelas hingga memuncaknya kekecewaan kepala Daerah [Gubri]," ungkapnya.
"Karena terjadinya penguluran waktu, sebaiknya PHR perlu memberikan klarifikasi,” ujarnya.
Tetapi secara kewajiban, PHR memiliki kewenangan dan kewajiban untuk mengatur lebih lanjut aliran atau peruntukan dana bagi hasil PI 10 persen yang harus ditermia oleh Riau, kata Nawasir Kadir, Mantan Direktur PT Bumi Siak Pusako dalam ciutannya melalui Whats App, Rabu.
"PI hak Riau yang harus direbut atau PHR disuruh mundur," kata Nawasir.
Menurutnya, UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 sudah dijelaskan tentang PI untuk daerah.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan perjanjian, mitra Blok Rokan adalah PHR sebagai perusahaan perseroan daerah (PPD) yang akan mengelola PI (Participating Interest) sebesar 10 persen WK (Wilayah Kerja) Blok Rokan.
“Maka dana bagi hasil PI 10 persen WK Blok Rokan dibayarkan oleh PHR kepada Riau, sesuai dengan ketentuan Permen ESDM 37/2016 dan Perjanjian."
"Ini juga, dimulai dari adanya Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2004, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10 persen pada WK Minyak dan Gas Bumi dan Kontrak Bagi Hasil WK Blok Rokan," jelasnya.
Kembali menurut Darmawi, penawaran participating interest 10 persen kepada BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) adalah kewajiban berdasarkan ketentuan.
Permen ESDM 37/2016 menyebutkan penunjukan BUMD sebagai penerima PI 10 persen merupakan kewenangan Gubernur. Dalam hal PI 10 persen WK Blok Rokan, Gubernur Riau telah menunjuk perusahaan daerah sebagai pihak yang menerima PI 10 persen pada WK Blok Rokan.
Penghasil migas aktif berhak dalam PI 10%
Darmawi Wardhana, Ketum LMR ini juga menilai pemerintah daerah aktif berpartisipasi atas kepemilikan 10 persen pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.
"Ini juga sebelunya sudah dilakukan sosialisasi implementasi Participating Interest (PI) 10 persen khususnya untuk daerah dimana sudah dijelaskan untuk pemberian dan pemahaman terkait implementasi Peraturan Menteri ESDM No. 37 Tahun 2016."
"Jadi PI 10 persen ini hak dari daerah atas kepemilikan sumber daya minyak dan gas di wilayahnya masing-masing. Bahkan pihak Kementerian ESDM dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sudah menyederhanakan izin untuk PI 10 persen ini," ungkapnya.
"Bahkan partisipasi aktif daerah untuk PI 10 persen ini, sudah menyederhanakan izin-izin daerah untuk KKKS dapat beroperasi, dan selama ini kerja sama antara pemda dan KKKS cukup lancar," kata dia.
Namun Darmawi balik mempertanyakan, bukan kah Peraturan Menteri ESDM No. 37 Tahun 2016 bertujuan untuk meningkatkan peran serta daerah dalam pengelolaan migas oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau oleh Perusahaan Daerah (Perusda).
Blok Rokan selengkapnya dapat dilihat dalam Infografis.
"PI 10 persen tidak bisa diperjualbelikan atau dialihkan atau dijaminkan. BUMD tersebut disahkan melalui peraturan daerah dan berbentuk perusahaan daerah (perusda) dengan kepemilikan saham 100 persen atau perseroan terbatas dengan kepemilikan saham 99 persen milik pemda dan sisanya terafiliasi dengan Pemda setempat," jelasnya.
Sesuai dengan beleid 37/2016 itu penawaran PI 10% dilaksanakan melalui skema kerja sama melalui pembiayaan oleh kontraktor dan pengembalian pembiayaan diambil dari bagian BUMD/Perusda dari hasil daerah, tanpa dikenakan bunga, dapat dikembalikan setiap tahunnya secara kelaziman bisnis dan jangka waktu pengembalian dimulai pada saat produksi sampai dengan terpenuhinya kewajiban.
Jadi Darmawi kembali menegaskan, dalam hal ini jika tidak dapat dicapai kesepakatan dalam waktu 3 bulan kedepan, untuk penetapan besaran dan kepastian waktu untuk penyerahan participating interest ke provinsi, maka Gerakan Riau Bersatu [GRB] akan menggeruduk kantor PHR, "kita lihat apa yang akan terjadi disana nanti," cetusnya. (*)
Tags : Blok Rokan Pertamina, Pertamina, Blok Rokan, Infografis, Pertamina Kuasai Blok Rokan, Sorotan, riaupagi.com,