Headline Daik Lingga   2024/06/30 7:42 WIB

Nasib Nelayan Bilis Dimusim Penghujan, 'Jadi Kesulitan Keringkan Hasil Laut'

Nasib Nelayan Bilis Dimusim Penghujan, 'Jadi Kesulitan Keringkan Hasil Laut'
Nelayan menjemur hasil tangkapan

CURAH HUJAN yang lumayan tinggi akhir-akhir ini membuat sebagian nelayan kelong bilis di Desa Mepar, Kecamatan Lingga, Kabupaten Lingga, terkendala dalam mengeringkan hasil laut mereka.

"Curah hujan tinggi jadi kesulitan keringkan hasil laut."

“Terpaksalah pakai cara lama, manual, dengan cara dipanaskan lagi. Mau tidak mau, kita panaskanlah karena cara lain tidak ada lagi,” kata salah satu nelayan Nasir dalam kesibukannya mengelolaikan bilis yang dikenal memiliki vitamin yang tinggi ini.

Nasir, salah seorang nelayan kelong bilis, mengaku kalau dengan cara dipanaskan lagi, harga ikan bilis akan turun dari harga biasanya.

“Sebenarnya kami rugi juga kalau dipanaskan lagi karena harganya akan turun. Biasanya Rp70.000,00, tapi kalau sudah dihangatkan, harganya tinggal Rp40.000,00 sampai Rp50.000,00 per kilonya, jauh sekali. Inilah kendala kami nelayan, khususnya nelayan kelong bilis,” kata dia.

Nasir juga menambahkan kalau dengan pengeringan menggunakan oven, masih bisa dilakukan.

Nelayan kesulitan hadapi musim penghujan

Namun, mereka tidak memiliki alat yang dimaksudkan.

“Sebenarnya bisa juga pakai oven pengeringan, tapi kami tidak punya. Daerah Kuala ini khususnya, tidak ada. Kami pun tidak tahu mau mengusulkannya lewat mana. Sampai sekarang belum ada jalan keluar,” jelasnya.

Dia berharap pihak terkait bisa membantu mencarikan solusi dari permasalahan yang ada.

“Kami berharap betul dengan pemerintah setempat. Bagaimanalah caranya supaya jangan sampai ikan bilis yang kami dapat ini terbuang,” kata dia.

Sebagaimana diketahui, ikan bilis [teri hanya didapati pada musim kelam [gelapanya malam] tampa bulan hingga tengah malam.

Lampu peneranganpun untuk mencari bilis masih menghandalkan lampu petromak.

Kini nelayan sudah bisa menangguk bilis setiap malam dengan mempergunakan lampu surya. Sehingga sudah menjadi mata pencaharian tetap warga ditepi laut.

Laut Kepri menjadi berubah jika malam hari tiba, lampu pompong nelayan berjejer tidak kurang dari 100 pompong di laut, suatu pemandangan indah bak kota terapung.

Dilaut itu mereka mengadu nasib mencari rizki, hasil tangkapan memang selalu memuaskan, kadang juga tidak dapat sama sekali, terang nelayan.

Seperti pagi ini Minggu 30Juni 2024, riaupagi.com mencoba menulisuri pelabuhan-pelabuhan nelayan [Buton] yang ada di Lingga, Kepri.

Aktifitas nelayan cukup menggembirakan, tangkapan bilis yang begitu berarti membuat raut wajah mereka tanpak gembira.

Pekerja tampak sibuk, ada yang merubus bilis, mengangkut untuk di jemur, hingga mengarainya.

Tetapi dibalik senyumnya nelayan, tampak kerutan dikeningnya pagi itu awan hitam mulai menggayut, bertanda hari akan hujan.

Bergegaslah anak buah yang memiliki lima buah pompong nelayan ini untuk memasukkan bilis basah kedalam sampan.

Kanak-kanak turut membantu orang tua mereka mengasingkan ikan

"Jika musim hujan kami merasa kualahan untuk mengeringkan bilis, mau tidak mau numpang ke perusahaan pengovenan  dengan syarat bilis keringnya dijual ke perusahaan dengan harga dari pada rugi, sementara untuk membeli oven pengering bilis mamang belum terjangkau oleh nelayan disini,” kata Nasir.

Jadi para nelayan disini, selain melakukan pengeringan ikan bilis secara manual, sangat menginginkan keredit oben tanpa bunga dan tanpa batas waktu yang dinilai cukup membantu para nelayan. (*)

Tags : nelayan, nelayan bilis, musim penghujan, nelayan kesulitan tangkap ikan bilis di musim hujan, curah hujan tinggi di daik lingga, kepri, nelayan kesulitan keringkan hasil laut,