"Sejumlah negara kaya berpotensi memiliki surplus lebih dari satu miliar dosis vaksin Covid-19 pada akhir 2021. Surplus vaksin itu tidak dialokasikan sebagai sumbangan untuk negara-negara miskin"
enurut penelitian terbaru oleh perusahaan analisis data, Airfinity, stok vaksin di negara-negara Barat telah mencapai 500 juta dosis pada September ini. Dari jumlah tersebut, sebanyak 360 juta dosis tidak dialokasikan untuk sumbangan ke negara miskin. Pada akhir tahun, negara-negara kaya tersebut akan memiliki potensi surplus vaksin sebesar 1,2 miliar dosis suntikan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,06 miliar dosis tidak dialokasikan untuk sumbangan. Penelitian Airfinity fokus pada pasokan vaksin yang tersedia di Amerika Serikat (AS), Inggris, Uni Eropa, Kanada, dan Jepang. Laporan lengkap dari penelitian Airfinity akan diterbitkan pada 7 September.
Kesenjangan distribusi vaksin Covid-19 telah menjadi sorotan dan menuai kecaman dari pejabat kesehatan, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah membentuk skema pembagian vaksin global yaitu Covax. Pada awalnya, program tersebut bertujuan untuk memberikan dua miliar dosis vaksin kepada orang-orang di 190 negara tahun ini, termasuk 92 negara berpenghasilan rendah.
Skema Covax memastikan setidaknya 20 persen populasi global menerima vaksin. Namun, kesepakatan negara-negara kaya dengan produsen vaksin telah membatasi ketersediaan vaksin untuk Covax, dan menyebabkan penimbunan vaksin. Pada Ahad (5/9), Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, para menteri kesehatan G20 menyatakan bahwa ketidakadilan global terhadap vaksin tidak dapat diterima. Sejauh ini, lebih dari 5 miliar vaksin telah diberikan di seluruh dunia, dan hampir 75 persen dari dosis tersebut telah diberikan hanya di 10 negara. "Cakupan vaksinasi di Afrika hanya 2 persen," kata Ghebreyesus, dilansir Aljazirah, Senin (6/9).
Mantan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown, menuduh negara-negara kaya melakukan "kemarahan moral" dengan menimbun vakain Covid-19. Sementara negara-negara miskin berjuang untuk mendapatkan pasokan vaksin. Brown yang merupakan utusan khusus PBB, meminta Presiden AS Joe Biden dan para pemimpin Kelompok Tujuh (G7) lainnya untuk segera mengirimkan vaksin dari gudang di Amerika dan Eropa ke Afrika. "Kami berada dalam perlombaan 'senjata' baru untuk vaksinasi secepat mungkin, tetapi ini adalah perlombaan di mana Barat memiliki cengkeraman pada pasokan vaksin," kata Brown.
Brown menambahkan, penimbunan vaksin juga telah menunda pembagian dosis oleh negara-negara G7 dengan Afrika dan negara-negara berpenghasilan rendah. Sebelumnya, WHO meminta negara G20 untuk memenuhi janji pembagian dosis vaksin pada akhir bulan ini, termasuk memfasilitasi berbagi teknologi, pengetahuan dan kekayaan intelektual untuk mendukung pembuatan vaksin regional.
Kesenjangan menganga
Negara-negara kaya dilaporkan berpotensi memiliki surplus lebih dari satu miliar dosis vaksin Covid-19 pada akhir tahun ini. Menurut penelitian baru oleh perusahaan analisis data Airfinity, stok vaksin di negara-negara Barat telah mencapai 500 juta dosis bulan ini, dengan 360 juta tidak dialokasikan untuk disumbangkan. Laporan Airfinity berfokus pada pasokan vaksin yang tersedia di Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, Kanada, dan Jepang. Pada akhir tahun, menurut laporan tersebut, negara-negara ini akan memiliki potensi surplus 1,2 miliar suntikan vaksin.
Laporan Airfinity semakin menebalkan ketidaksetaraan stok vaksin antara negara kaya dan miskin. Skema pembagian vaksin global yang didukung PBB, Covax, pada awalnya bertujuan untuk memberikan dua miliar dosis vaksin kepada orang-orang di 190 negara tahun ini, termasuk 92 negara berpenghasilan rendah. Namun, kesepakatan negara-negara kaya dengan produsen vaksin telah membatasi ketersediaan vaksin untuk Covax dan menyebabkan penimbunan vaksin.
Pada Juli lalu, Covax sebagai aliansi global untuk akses setara dalam vaksin Covid-19 dinilai gagal bertindak cepat. Lembaga ini kesulitan mencapai target dan tujuan awal yang sebelumnya telah direncanakan. Awalnya, Covax terkendala uang tunai. Namun, beberapa bulan kemudian setelah memiliki dana untuk menandatangani kesepakatan pasokan global, Covax terbentur masalah kurangya modal para produsen vaksin untuk meningkatkan kapasitas produksinya.
Lembaga ini memang akhirnya mengirimkan 600 ribu dosis AstraZeneca pada 24 Februari, ke Ghana. Pada momentum pengiriman itu, sebagai perbandingan, 27 persen populasi di Inggris telah divaksinasi, 13 persen di AS, 5 persen di Eropa. Adapun, di benua Afrika, baru 0,23 persen dari total populasi telah mendapatkan suntikan Covid-19. Haiti baru menerima pengiriman pertamanya pada 15 Juli setelah berbulan-bulan dijanjikan. Itu pun hanya 500 ribu dosis untuk populasi lebih dari 11 juta.
Perbandingan kontras lain juga terjadi saat Kanada yang telah membeli lebih dari 10 dosis untuk setiap penduduk, sementara tingkat vaksinasi di Sierra Leone baru menembus 1 persen dari total populasinya pada 20 Juni. "Ini seperti kelaparan di mana orang-orang terkaya menangkap pembuat roti,” kata utusan Uni Afrika untuk pengadaan vaksin, Strive Masiyiwa.
Bagi kepala Progam HIV/AIDS PBB (UNAIDS), Winnie Byanyima, kondisi sulitnya penyaluran vaksin untuk negara berkembang adalah parodi. Parodi, lantaran dunia ternyata hanya belajar sedikit dari penanganan pandemi AIDS . "Obat-obatan harus menjadi barang publik global, bukan hanya seperti tas tangan mewah yang Anda beli di pasar," ujar Byanyima.
Sejauh ini, Covax baru berhasil mengirimkan 107 juta dosis vaksin. Dan sekarang, Covax terpaksa bergantung pada donasi yang tidak pasti dari negara-negara yang memiliki surplus vaksin. Mantan Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown menuduh negara-negara kaya telah melakukan penyimpangan moral dengan menimbun vaksin Covid-19. Sementara, negara-negara miskin berjuang untuk mendapatkan pasokan.
Brown pun mendesak Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan para pemimpin Kelompok Tujuh (G7) lainnya untuk segera mengirimkan vaksin dari gudang di Amerika dan Eropa ke Afrika. "Kami berada dalam perlombaan 'senjata' baru -untuk memberikan vaksin ke orang secepat mungkin, tetapi ini adalah perlombaan senjata di mana Barat memiliki cengkeraman pada pasokan vaksin," katanya.
Kesenjangan vaksinasi semakin kentara saat negara-negara kaya telah memulai program vaksinasi dosis ketiga (booster). Kepala WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus pun telah meminta negara-negara kaya untuk menunda penyuntikan dosis booster. Tedros telah mengingatkan, bahwa negara-negara miskin tertinggal dalam pelaksanaan vaksinasi. Menurut WHO, negara-negara berpenghasilan rendah hanya mampu memberikan 1,5 dosis untuk setiap 100 orang karena kurangnya pasokan.
"Saya memahami kepedulian semua pemerintah untuk melindungi rakyatnya dari varian Delta. Tetapi kami tidak dapat menerima negara-negara yang telah menggunakan sebagian besar pasokan vaksin global menggunakan lebih banyak lagi," kata Dr Tedros, dilansir di BBC, pada awal Agutustus 2021.
Ini bukan pertama kalinya Dr Tedros meminta negara-negara kaya untuk menyumbangkan pasokan vaksin ke negara-negara berpenghasilan rendah. Pada Mei, ia meminta negara-negara kaya untuk menunda rencana memberikan vaksin kepada anak-anak dan remaja dan sebagai gantinya menyumbangkan persediaan itu.
Tedros mendesak negara-negara untuk memasok lebih banyak vaksin ke skema akses adil global, Covax. Namun sejumlah negara, termasuk Inggris, terus maju dengan rencana untuk memvaksinasi anak-anak dan remaja.
Menteri Kesehatan Italia Roberto Speranza, pada Ahad (5/9), memberi sinyal pertemuannya dengan menteri-menteri kesehatan G20 akan membahas ketersediaan vaksin. Ia ingin memastikan semua orang di negara-negara miskin dapat mengakses vaksin Covid-19.
Speranza menyayangkan ada kesenjangan yang sangat dalam antara negara-negara kaya dan yang miskin mengenai distribusi vaksin. Ia optimistis pertemuan negara-negara G20 akan menghasilkan solusi untuk mengatasi hal itu. "Sehingga vaksin adalah hak semua orang dan tidak hanya sedikit orang yang memiliki privilese," katanya Ahad (5/9).
Italia saat ini tengah menjadi gilira menjadi ketua G20. Speranza juga menggelar pertemuan terpisah dengan menteri kesehatan Inggris, India dan Rusia. "Hanya dengan bekerja sama kami dapat memastikan distribusi vaksin Covid-19 dapat lebih adil lagi," cicitinya di malam sebelum pertemuan G20 dimulai. (*)
Tags : kesenjangan vaksin, surplus vaksin negara kaya, vaksin covid 19, covid 19, vaksin covid 19, surplus vaksin covid, stok vaksin covid, covid 19,