"Udara panas dan debu tampak pekat mengepul, sepertinya sudah hal biasa bagi masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau. Pemandangan kebun-kebun sawit perusahaan menghampar dari ujung kampung hingga perbatasan provinsi Jambi"
TANAMAN SERAGAM [kebun sawit] di Kabupaten Inhu juga terdapat jalan-jalan serupa dari desa kedesa lainnya. Bahkan ada perusahaan satu grup yang dominan memiliki lahan perkebunan sawit dengan hamparan yang luas, tapi masih dipersoalkan.
Desa Kota Lama, Kecamatan Rengat Barat, Desa Sidomulio, Kawasan Japura Lirik Inhu, hamparan yang dulu kebun karet kini sudah berubah jadi sawit.
Ketika berdiri di sebuah bukit, hamparan sawit bagai tak berujung. Di ujung batas pandang mata, tanaman itu samar tetap berdiri. “Sawit semua,” kata pesepeda motor yang beristirahat di pondok kayu. “Saya melintas dari Rengat mau menunuju Lirik. Mau istirahat cari tempat rekreasi kayaknya tidak ada,” katanya.
Pesepeda motor ini singgah di penjual air kelapa pedagang kaki lima dipinggir jalan dikawasan kota lama, Bukit Selasih, Kami bersapa pada akhir Juni di siang terik sekitar pukul 13.00 Wib. Di tempat ini, mengendarai sepeda motor itu terlihat rasanya serba salah memilih tempat duduk yang terbuat dari kayu. Memakai jaket, keringat pun bercucuran.
"Kulit rasanya mau terbakar. Sepekan terakhir terasa panas dan gerah, saya berkeliling untuk mencari tempat istrahat dengan sepeda motor ini," kata si pesepeda motor itu.
Di wilayah Kota Lama, menuju tempat tinggal Bupati Inhu memang cukup jauh, seperti kampung umumnya disepanjang jalan menunju Kota Rengat, ada sekolah, mesjid, lapangan, dan prasana umum lain. Jalan mulus dengan aspal licin. Rumah-rumah panggung dan beton berdiri. Rumah Bupati tepatnya di pinggir Sungai Indragiri, berpilar besar, berwarna putih, dan bagian depan ada tempat olahraga tenis lapangan. Rumah pribadi, sepertinya jadi rumah jabatan.
Di Inhu sendiri, tak banyak orang yang ingin bercerita mengenai sawit dan kemelutnya tetapi mereka memilih bungkam. “Saya tahu, ada banyak soal di Inhu. Ada beberapa perampasan lahan. Tapi kami tak berani bicara,” kata salah seorang penduduk yang ditemui.
MAXRESDEFAULT
Di Inhu, ada juga keluarga datang lewat program transmigrasi. Mereka mengadu nasib dan membentuk ikatan kuat, tetapi tidak dalam kekuatan politik. Para pendatang ini hingga sekarang masih 'ketakutan' untuk bersuara. Pada pemilihan Bupati Inhu 2020, semula paslon Rezita Meylani Yopi [Istri Yopi Arianto/mantan Bupati Inhu] yang berpasangan dengan Junaidi Rachmat (Rajud) pada pilkada 2020 awalnya dinyatakan menang, tapi kini harus megikuti Pemilihan Suara Ulang [PSU] yang hanya mengumpulkan suara nyaris 98%.
Rezita Meylani Yopi adalah calon bupati yang mendukung pengembangan perkebunan sawit. Bagi dia, sawit adalah tanaman terbaik untuk meningkatkan pendapatan masyarakat karena tidak rewel.
Hasil sawit besar
Sebenarnya, sawit untuk PAD Inhu, sangat besar. Saya pernah menemui Yopi, dia mengatakan, pemerintah yang dinahkodainya sangat terbuka dan berjalan transparan. Dia memastikan, tak ada kepentingan politik. Legislatif, katanya, memberi masukan pada eksekutif.
Dia berkali-kali mengungkapkan, kalau dewan dan pemerintah daerah adalah mitra. “Jika pemerintah daerah bilang sawit terbaik, saya kira itu juga bisa direvisi. Sekarang kami bekerja sama dengan dinas terkait, mencoba mendorong pengembangan komuditi lain. Saya kira sawit cukup signifikan untuk masyarakat secara umum,” katanya.
Meskipun begitu, katanya, karena masyarakat sudah terlanjur menanam sawit, pengembangan komoditas lain pun secara pelahan. Bagi Yopi, sawit hanya tanaman industri. Modal besar dengan pembagian hasil jauh lebih sedikit karena perizinan utama di Jakarta. “Jadi, daerah hanya mendapat bagi hasil. Sedikit sekali. Tidak usah disebut.”
Meski demikian, saya [penulis] juga punya kebun sawit 5 hektar. Tidak banyak, ditanam sejak awal. Namun belakangan saya balik menanam pohon pinang hibrida yang saya peroleh informasi bisa menghasilkan yang cukup lumayan. Informasinya penghasilan masyarakat bertambah dari pohon pinang hibrida ini. Ini jadi tanaman favorit karena tidak manja.
Sekitar satu kilometer [km], dari kediaman saya, seorang buruh harian dari PT Inecda Plantations, sedang memanen pohon sawit. Para buruh terkadang membawa anaknya yang sedang libur sekolah untuk memanen. Ada yang berjalan membawa galah besi di bagian ujung ada celurit.
Ketika tandan buah itu menghempas, para buruh kembali mengaitkan galah di pelepah daun dan menariknya. Di tanah, pelapah itu ditebas pakai parang. Anaknya dengan tombak menikam tandan buah dan menaikkan ke troli. Setelah lima atau enam tandan, diangkut ke tempat pengumpulan di sisi jalan utama.
Buruh itu tak ingin disebut namanya. Dia khawatir, kemudian hari ada masalah. Baginya, jadi buruh sawit adalah pilihan tepat. Penghasilan setiap bulan Rp2,5 juta. Sekali setahun mendapat tunjangan hari raya, dan beberapa bulan sekali bonus. “Jadi, kalau dapat bonus, bisa Rp2,7 juta,” katanya.
Buruh-buruh ini bekerja hampir saban hari. Setiap pagi hingga menjelang magrib. Mereka membersihkan dan memanen sedikitnya empat hektar. “Saya tak punya lahan, mau tak mau harus bekerja seperti ini,” sebut buruh itu.
Polusi limbah sawit
Di Desa Pematang Jaya, Kecamatan Rengat Barat, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, diduga pabrik PT Persada Agro Sawita (PAS) ada cemari lingkungan Pembakaran Janjang Kosong (Jangkos) oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PT PAS diduga sudah cemari lingkungan. Asap pembakaran jangkos yang merupakan limbah produksi perusahaan dinilai menjadi biang terjadinya polusi udara di wilayah itu.
Warga mulai khawatir, para wakil rakyat di Komisi III DPRD Inhu mendatangi pabrik itu. "Limbah jangkos ini, harusnya dikelola dengan baik, bukan ditumpuk sembarangan atau dibakar seperti ini," kata Ketua Komisi III DPRD Inhu, Taufik Hendri, saat melakukan sidak ke PT PAS.
Berbeda kala melewati kebun sawit saat musim milik PT Inecda saat penghujan. Jika pun pakai masker tetapi bau busuk tetap tercium. Selama berkeliling disekitar pabrik PT Inecda Plantations juga mengalami sama, saya menemukan aroma serupa di sekitaran perusahaan ini. Contohnya, dari Desa Tani Makmur merupakan desa yang ada di Kecamatan Rengat Barat, sebelumnya desa nan sejuk. Sejak terjadi perubahan bentangan dari pohon-pohon besar beraneka ragam jadi sawit, membuat kesejukan bagai tertelan.
Penduduk disekitar desa kini terdesak yang bermukim beberapa ratus meter dari pabrik. Kini penduduk setempat dari halaman depan, halaman belakang, samping rumah, ada sawit. “Kami tidak lagi punya tanah,” kata Idris warga setempat.
Kebun sawit yang membentang warga memastikan lahan masyarakat sudah nihil. Semua tempat adalah HGU perusahaan. “Jadi, kami mau bilang apa? Mungkin karena desa kami jauh dari tersembunyi, maka tak diperhatikan,” katanya.
“Kami mau berkebun, tapi lahan sudah diambil oleh perusahaan,” kata, salah seorang warga menggerutu.(*)
Tags : Kebun Sawit, Inhu, Nestapa Warga Inhu Kala Hidup Dikelilingi Sawit, Tanaman Seragam Dukung Udara Panas,