MUHAMMAD FIRMANSYAH PANJAITAN (18), telah berpulang ke Ramahtullah.
Ia anak dari pasangan Yanto Effendi dan Sudarmi adalah anak ke 7 dari 9 bersuadara yang kepergiannya diusia muda disayangkan banyak orang.
Firmansyah masa hidupnya seorang yang pediam tapi murah senyum dan baik hati kepada siapa saja.
Ia bekerja di pabrik kelapa sawit PT Persada Agro Sawita [PAS] di Kabupaten Indragiri Hulu [Inhu], Riau, meninggal dunia akibat kecelakaan kerja.
Ia meninggal dunia akibat tersiram air panas rebusan buah kelapa sawit di perusahaan tersebut.
Menurut keluarga korban, Zuhdi, Firmansyah sempat menjalani perawatan medis. Kejadiannya hari Rabu 16 Agustus 2023, yang mengakibatkan sebagian badannya mengalami luka bakar.
Pada malam ke tujuh dikediaman orang tuanya dilakukan Tahlilan [baca yasin] selain warga setempat banyak berdatangan dan mengunjungi rumah kediaman. Tetapi kedua orang tua korban [Almarhum] M Firmansyah, masih menyisahkan bibir gemetar dan meneteskan air mata karena kesedihan yang ditinggal.
Si ganteng yang kaya akan kebaikan itu sudah merasakan nikmatnya masa muda sejak berada di kelas 3 SMA, tepatnya setahun yang lalu.
Muhammad Firmansyah Panjaitan
Kabar hingga merengut nyawa ini juga membuat rasa kekesalan bercampur menaruh sangat prihatin dipihak keluarga Panjaitan [adik beradik] Yanto Effendi. Namun disadari memang ini sudah menjadi takdir Ilahi.
Memang hingga saat ini kedua orang tua beserta sanak saudara korban masih dalam situasi bergabung yang sudah menjalani masa tujuh hari lebih.
Tetapi Firman, sapaan akrabnya masa hidupnya dikenal selalu baik kepada siapa saja. Hingga dilingkungan tempat tinggalnya Ia dikenal seorang pemuda yang ramah, lincah dan berjiwa sosial [suka menolong orang dalam kesulitan].
"Pada suatu hari ada warga yang ingin berhutang [meminjam uang] kepada keluarganya. Firman tak tega melihat kesulitan itu dan tetap memberi bantuan," cerita Yanto Effendi.
Di dalam keluarga ini, Firman juga selalu baik pada adik-adik, abang dan kakaknya. Tetapi Ia [Firman] memang seorang yang pendiam.
"Ia terlihat benar-benar yang mandiri dan tegas," kata Yanto mengenangnya.
"Keinginannya waktu itu ingin menjadi polisi. Tetapi mimpinya tak kesampaian, dan kita khawatir enggak bisa ngapa-ngapain [menabung], tetapi kalau bekerja swasta terlihat berdikari," kata Yanto.
Beberapa teman dekatnya juga mengaku Friman anak yang baik, selalu menolong teman yang sedang dalam kesulitan. Firman selalu bercerita dan bercengkrama, tidak seperti yang terlihat pendiam dirumah.
Dan orang tuanya selalu menyarankan agar lebih dekat dengan Sang Pencipta, satu diantaranya dengan sholat lima waktu.
Namun firasat demi firasat kedua orang tuanya mulai merasakan dari adanya cetting handphone-Nya melalui sarana WhatsApp, yang mengucapkan sebuah kalimat yang tidak biasa kepada salah satu temannya, kata Yanto menceritakan usai Tahlilan yang bibirnya mendadak gemetar dengan air mata yang terus menetes, malam Kamis (24/8).
"Saya sedih juga mengenang masa hidup anak ke tujuh ini. Ia banyak disenangi teman-temannya, bahkan beberapa guru-guru masa sekolah di SMA nya juga menaruh sedih atas kepergiannya," ucapnya.
Muhammad Firmansyah Panjaitan saat dirawat di RS Safira
Ditanya soal mimpi, Ia masih sering mendapatkan mimpi. " Contohnya masa Ia di sekolah, teman sebayanya dan guru-guru bilang kenapa dia terlalu cepat pergi," ujar Yanto.
Anak muda berusia 18 tahun ini meskipun sudah terlihat mandiri, pekerja keras namun tetap bersosialisasi dengan rekan sebayanya, tetapi ia bisa membatasi diri dan hanya hadir untuk hal yang dirasa penuh manfaat.
"Ia [Firmansyah] jarang ke luar rumah kalau enggak ada yang penting karena enggak terlalu seneng main keluar," kata Yanto.
Jadi Tahlilan malam ke 7 hari dalam Islam sudah menjadi bagian yang lekat dengan kebiasaan masyarakat muslim dan malam itu terlihat kerabat dan shabat datang berkunjung.
Selain masyarakat setempat juga pihak dari perusahaan Suwandi dan Agus, KTU PT PAS juga turut hadir di malam ke 7 hari dikediaman rumah korban.
Tradisi Tahlilan merupakan potret akulturasi agama dan budaya khas Islam yang mendefinisikan tahlilan sebagai peristiwa dibacakannya ayat Al Quran, kalimat thayyibah, dan doa untuk mayit, kata Zuhdi, abng korban.
Tahlilan ini menurutnya, mulai dilakukan 3, 7, 40, 100 hari kematian dalam Islam.
Namun menurut Zuhdi yang memahami soal Tahlilan ini menjelaskan, hal itu sudah menjadi ibadah ghairu mahdhah yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat.
Tradisi Tahlilan
Tradisi tahlilan juga disebut sebagai implementasi dari kaidah fiqh al'adah muhakkamah ma lam yukhalif al syar'a, "yang artinya budaya lokal dapat diadopsi menjadi bagian hukum syariah sepanjang budaya dan adat istiadat tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar ajaran Islam, " jelasnya.
Tahlilan dibacakan zikir, doa, dan tahlil untuk orang yang sudah meninggal dunia dan dibarengi dengan jamuan makanan sebagai sedekah.
Muhammad Firmansyah Panjaitan dinyatakan menghembuskan nafasnya terakhir oleh pihak Rumah Sakit Safira.
Berkenaan dengan hal ini, hukum tahlilan dapat dibenarkan secara syara' juga didukung oleh penjelasan Imam Thawus dalam Kitab al Hawi li al Fatawi li As Syuyuti.
"Seorang yang meninggal dunia akan beroleh ujian dari Allah dalam kuburnya selama tujuh hari. Untuk itu, sebaiknya mereka [yang masih hidup] mengadakan sebuah jamuan makan [sedekah] untuknya selama hari-hari tersebut," jelasnya. (*)
Tags : muhammad firmnsyah, korban ledakan pabrik sawit, pt persada agro sawita, inhu, riau, orang tua sedih di malam tahlilan, mengenang almarhum firmansyah, meninggal, tahlil, dzikir, doa, kematian, islam, adat, sunnah,