Headline Kesehatan   2024/12/04 12:14 WIB

Orang yang Kecanduan Judi Online Bisa Sebabkan Gangguan Jiwa, Ini Ciri-cirinya

Orang yang Kecanduan Judi Online Bisa Sebabkan Gangguan Jiwa, Ini Ciri-cirinya
Aplikasi judi online mudah diakses sehingga tingkat paparannya jauh lebih tinggi dibanding lotre atau sejenisnya

KESEHATAN - Sulit menahan keinginan untuk mengambil risiko, keyakinan bahwa keberuntungan akan berpihak kali ini, tak bisa mengendalikan pengeluaran, dan tak peduli utang semakin menumpuk.

Itu semua menggambarkan apa yang terjadi pada seseorang yang kecanduan judi—disebut sebagai “gangguan perjudian” dalam buku panduan medis.

Menurut Asosasi Psikiatri Amerika, kecanduan judi diidentifikasi dengan pola pertaruhan yang berulang dan terus menerus dilakukan walaupun telah menimbulkan banyak masalah dalam kehidupan seseorang.

Namun mereka mengingatkan bahwa masalahnya lebih besar dari itu karena bisa mempengaruhi keluarga pecandu, bahkan seluruh masyarakat.

Apa yang terjadi di dalam pikiran seseorang yang menderita gangguan perjudian? Mengapa sebagian pejudi mengalami gangguan ini, sedangkan sebagian lainnya tidak? Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kecanduan ini?

Psikiater Lucas Spanemberg, seorang peneliti di Institut Otak Universitas Katolik Kepausan Rio Grande do Sul (PUC-RS), menyoroti bahwa kecanduan judi memiliki akar yang sama dengan jenis kecanduan lainnya, seperti kecanduan zat (alkohol, nikotin, kokain, dan sebagainya) dan kecanduan perilaku (seperti seks, makanan, belanja, dan sebagainya).

“Kita punya area di otak yang disebut sistem limbik, di mana terdapat serangkaian struktur yang saling terkoneksi dan membentuk reward circuit (sirkuit penghargaan). Sirkuit ini berfungsi memberikan perasaan puas,” kata Spanemberg.

Apa pun yang membut kita senang—entah itu aktivitas seksual, makan makanan yang kita sukai, dekat dengan orang yang kita cintai—memicu pelepasan neurotransmitter dopamin di sirkuit ini.

“Proses ini sangat penting untuk kelangsungan hidup dan evolusi kita sebagai individu dan spesies,” jelas Spanemberg.

Dokter Vinícius Andrade, dari Komisi Kecanduan Asosiasi Psikiatri Brasil menunjukkan bahwa ada area lain di otak yang juga terganggu akibat kecanduan judi.

“Ini adalah area korteks prefrontal, yang dekat dengan dahi dan bertanggung jawab untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah,” kata Dokter Andrade yang juga berpraktik di Klinik Rawat Jalan Gangguan Impuls di University of São Paulo (USP).

“Dalam studi yang mengevaluasi individu dengan gangguan kecanduan gim, penurunan konektivitas di area seperti korteks orbitofrontal medial, striatum, dan korteks cingulate anterior juga diamati,” jelasnya.

Beberapa penelitian juga menyebutkan adanya perubahan pada amigdala, yang berkaitan dengan regulasi stres.

Imbasnya, semua kondisi yang berbeda ini membuat seseorang sulit mengambil keputusan yang masuk akal dan rasional, misalnya apakah menghabiskan banyak uang untuk bertaruh akan menguntungkan mengingat risikonya tinggi.

Skenario gangguannya bisa terjadi dengan beberapa cara. Di satu sisi, ada banyak sekali dopamin di sirkuit penghargaan yang membuat ketagihan.

Di sisi lain, terjadi kekacauan di sirkuit saraf yang seharusnya membuat keputusan rasional dan penuh pertimbangan, misalnya, tidak menggunakan uang cicilan rumah atau tagihan bulanan untuk berjudi.

Tetapi apakah efek yang sama terjadi pada semua jenis permainan, mulai dari taruhan di toko lotre, kasino, hingga aplikasi judi online di ponsel Anda?

Menurut para pakar, masalahnya berkaitan dengan paparannya.

Dalam kasus lotre, Anda harus meluangkan waktu dan energi untuk pergi ke tempatnya. Sementara itu, aplikasi judi online “melekat” pada orang itu sepanjang waktu karena ada di ponsel.

“Dulu, orang harus pergi ke suatu tempat untuk bermain. Sekarang mereka terus-menerus dibombardir dengan kemungkinan untuk menang dan mendapatkan hadiah. Hal ini mengubah tingkat pemaparan dan intensitasnya,” kata Andrade.

“Kita juga tahu kalau perusahaan-perusahaan teknologi itu mengumpulkan data pengguna, yang menambah amunisi mereka untuk meningkatkan stimulasi dan menarik perhatian,” tambahnya.

Gangguan akibat bermain gim mempengaruhi sekitar 0,4% hingga 0,6% populasi, menurut sebuah tinjauan artikel yang diterbitkan pada 2019 di jurnal Nature Reviews dan ditulis oleh para ahli dari sejumlah institusi di AS, Kanada, dan Australia.

Jumlahnya sangat bervariasi tergantung di mana survei tersebut dilakukan. Di Hong Kong, persentasenya adalah 1,8%, sedangkan di Australia bisa mencapai 2%.

Secara umum, para pakar dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) setuju bahwa gangguan ini mempengaruhi sekitar satu dari setiap 100 orang.

Bagaimana dengan individu yang berjudi secara rutin? Apakah ada kecenderungan gangguan perjudian lebih sering terjadi pada kelompok ini?

Jawabannya adalah iya.

Dokter Hermano Tavares, koordinator Klinik Perjudian Patologis dan Program Gangguan Impuls di Institut Psikiatri di Rumah Sakit das Clínicas di São Paulo, mengingat kembali sebuah penelitian yang dilakukan satu dekade lalu yang menunjukkan bahwa 12 hingga 15% orang Brasil berjudi secara rutin.

Dia meyakini jumlahnya pasti meningkat belakangan ini dengan semakin tersedianya layanan judi online di aplikasi seluler.

“Dari orang-orang yang rutin bermain, sekitar 15% mengalami kesulitan dengan permainannya,” kata Tavares.

“Dengan kata lain, dari tujuh orang yang suka bersenang-senang sesekali, ada satu orang yang menghadapi masalah seperti ini,” jelasnya.

Tavares menggarisbawahi itu adalah angka rata-rata karena tingkat kecanduan dapat bervariasi tergantung pada jenis permainannya.

“Permainan seperti harimau kecil atau pesawat kecil lebih menarik, jadi persentasenya cenderung lebih tinggi. Taruhan lotere lebih rendah, karena individu yang bertaruh dan butuh waktu seminggu untuk melihat hasilnya,” kata Tavares.

Di balik berkembangnya gangguan perjudian, ada pula kecenderungan genetik—meski belum diidentifikasi secara spesifik—dan serangkaian faktor lingkungan.

Faktor usia dan kondisi penyakit kejiwaan lainnya juga berpengaruh.

“Paparan sejak dini, sebelum usia 18 tahun ketika seseorang belum memiliki rem penghambat yang berkembang dengan baik di otak, merupakan faktor kerentanan yang penting,” kata Spanemberg.

“Orang yang sudah memiliki gangguan lain, seperti depresi misalnya, juga memiliki risiko lebih besar untuk mengalami kecanduan,” tambahnya.

Pakar menganggap bahwa elemen seperti genetika, usia, penyakit kejiwaan tidak menentukan apakah seseorang akan mengalami gangguan perjudian.

Tetapi ini meningkatkan kemungkinan “mengembangkan perilaku yang berbahaya, merusak, dan patologis”.

Asosiasi Psikiatri Amerika menyatakan seseorang dapat didiagnosa kecanduan judi kalau memiliki setidaknya empat gejala dari daftar berikut ini:

  • Sering memikirkan perjudian (seperti mengingat taruhan sebelum-sebelumnya atau merencanakan taruhan di masa depan)
  • Merasa butuh berjudi, ditandai dengan meningkatnya jumlah uang yang dipertaruhkan untuk mencapai titik kegembiraan yang sama
  • Berulang kali gagal mengendalikan, mengurangi atau berhenti berjudi
  • Gelisah atau lekas marah ketika mencoba mengurangi atau berhenti berjudi
  • Menganggap berjudi sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah atau stres
  • Setelah kehilangan uang atau sesuatu yang berharga saat berjudi, merasa perlu untuk terus berjudi demi “membalas dendam”
  • Setelah kehilangan uang atau sesuatu yang berharga saat berjudi, merasa perlu untuk terus bermain untuk “mencapai titik impas” semacam memulihkan kerugian
  • Bermain ketika merasa sedih
  • Berbohong demi menyembunyikan seberapa besar Anda terjerat judi
  • Kehilangan kesempatan penting dalam kehidupan pribadi dan profesional karena berjudi
  • Mengandalkan orang lain untuk membantu Anda mengatasi masalah keuangan yang disebabkan oleh perjudian.

Andrade menekankan pentingnya dukungan dari keluarga dan teman untuk mendiagnosis kondisi ini.

“Ketika kita membahas perjudian, umumnya orang-orang berbohong dan menyembunyikan kerugian mereka atau berapa kali mereka bertaruh,” kata Andrade.

“Pada saat yang sama, dia punya keinginan yang besar untuk bermain, dengan dorongan yang sangat kuat. Seolah merasa lapar tapi tidak bisa makan,” sambungnya.

Dia juga mengatakan bahwa ketika pasien tidak mendapat dukungan dari orang-orang sekitarnya, maka dia baru akan terlambat mencari bantuan profesional.

“Dan ini menyebabkan kerugian ekonomi dan keluarga yang sangat besar,” tutur Andrade.

Setelah diagnosis dilakukan, ada serangkaian tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecanduan.

“Pendekatannya sangat bergantung pada karakteristik pasien,” kata Spanemberg.

“Kebanyakan dari mereka memiliki gangguan kejiwaan lain yang terkait seperti depresi, yang juga membutuhkan perawatan.”

“Berjudi sering kali menjadi dalih untuk mengatasi perasaan negatif yang terkait dengan gangguan lain,” sambungnya.

Dengan mengobati gangguan mental yang mendasari seperti depresi atau kecemasan, perasaan negatif yang muncul akan berkurang sehingga kebutuhan untuk berjudi pun menurun.

Secara umum, gangguan perjudian dapat diatasi melalui terapi perilaku kognitif, sejenis psikoterapi di mana pasien dan profesional kesehatan mengevaluasi dan mendiskusikan perilaku dan pikiran, sehingga dapat dimodifikasi dari waktu ke waktu.

“Ada juga wawancara motivasi, sebuah pendekatan yang digunakan untuk memahami tahap kesadaran individu mengenai kecanduan,” kata Spanemberg.

“Mereka mungkin berada dalam fase penyangkalan terhadap masalah atau merenungkan apa yang mereka alami. Ada juga yang sudah berada dalam tahap tindakan, berusaha untuk keluar dari situasi tersebut,” ujarnya.

Dalam beberapa kasus, dokter juga dapat meresepkan obat.

“Kami tahu bahwa obat-obatan di kelas antagonis opioid dapat membantu mengekang dorongan untuk berjudi,” kata Andrade.

Dia juga menyebut pentingnya komunitas pendukung.

“Di Brasil, kami memiliki Gamblers Anonymous dan Pecandu Judi, yang bekerja dengan sangat baik,” sarannya.

Mengingat betapa populernya judi online, muncul kekhawatiran soal meningkatnya kasus kecanduan judi yang mempengaruhi kesehatan masyarakat.

Setidaknya para pakar yang diwawancarai memperlihatkan dengan jelas kekhawatiran itu.

“Kita perlu mendiskusikan semua masalah kesehatan mental, tidak hanya dampak sosial perjudian,” kata Spanemberg.

Sementara itu, Tavares mengingatkan bahwa hal serupa pernah terjadi di Brasil pada era 1990-an akibat bingo dan mesin slot.

“Pada 1996, kasus-kasus mulai berdatangan ke Institut Psikiatri USP. Saya adalah asisten profesor dan orang pertama yang datang mengatakan bahwa dia menghabiskan semua uangnya untuk bermain bingo, menyesalinya, merasa tidak enak, dan kemudian mencoba untuk pulih,” kenangnya.

“Saya menjadikan laporan-laporan ini sebagai objek penelitian saya. Pada 1998, setelah menyelesaikan gelar doktor saya, saya membuka Klinik Perjudian, di mana saya mewawancarai para pecandu judi dan menawarkan perawatan untuk mereka.”

Seiring berjalannya waktu, layanan ini diresmikan dan perlu diperluas.

“Situasinya tergantung tren. Kami pernah mempekerjakan lima sampai 10 profesional dan 60 sampai 70 sukarelawan di klinik. Pada puncaknya, kami memiliki sekitar 80 karyawan,” kata Tavares.

Kebutuhan akan perawatan sempat berkurang setelah bingo ditutup para pertengahan 2004. Meski begitu, permintaan untuk perawatan tak pernah berhenti.

Sejak 2018, permintaan untuk layanan rawat jalan meningkat lagi setelah membanjirnya judi online.

“Dengan struktur kami saat ini, kami dapat menangani 80 kasus baru per tahun, selain memantau 160 pasien lainnya yang ditindaklanjuti selama kurang lebih dua tahun,” kata Tavares.

“Namun dihadapkan pada fenomena sekarang ini, jumlah pasien yang masuk daftar tunggu mencapai tiga kali lipat lebih banyak.”

“Jelas bahwa angka-angka ini tidak mencerminkan kenyataan sebenarnya, mereka hanya setetes air di lautan yang jauh lebih luas,” ujarnya.

Bagi Tavares, semakin mudahnya akses untuk berjudi berkaitan dengan meningkatnya gangguan perjudian di masyarakat. Oleh sebab itu, perlu sistem pelayanan kesehatan terpadu untuk menghadapi kebutuhan itu.

“Perjudian selalu ada dan akan selalu ada. Yang berbeda adalah cara sektor ini diatur,” kata Tavarez.

“Kita bisa membiarkannya menembus masyarakat sampai tahap yang lebih besar atau lebih kecil. Kalau dilarang sepenuhnya, ini akan mengurangi permintaan perawatan walaupun akan selalu ada pasar ilegal.”

“Kalau perjudian dilegalkan demi dilegalkan demi pemasukan ekonomi, maka perlu investasi setara dalam kesehatan masyarakat. Perlu kebijakan pemerintah dalam hal ini.”

“Kalau tidak, akan jadi bumerang. Pendapatan yang masuk tidak akan bisa menutupi dampak penyakit mental dan kesulitan keuangan akibat judi,” tuturnya. (*)

Tags : Keuangan pribadi, Kesehatan mental, Perjudian, Kesehatan, Sains,