Sorotan   2024/06/04 16:2 WIB

Ormas Keagamaan Diizinkan Kelola Tambang yang Penuh Dikritisi, Aktivis Salamba: 'Bisa Rawan Konflik Sara dan Jadi Alat Perusahaan'

Ormas Keagamaan Diizinkan Kelola Tambang yang Penuh Dikritisi, Aktivis Salamba: 'Bisa Rawan Konflik Sara dan Jadi Alat Perusahaan'

"Pemerintah memberi izin pada organisasi masyarakat [Ormas] Keagamaan untuk kelola tambang, tetapi dinilai bisa mengundang rawan konflik sara"

turan yang membolehkan organisasi masyarakat [ormas] keagamaan untuk memiliki izin pengelolaan tambang sudah ditanda tangani Presiden Joko Widodo. Namun aturan itu dikritisi oleh berbagai pihak lantaran dituding bermotif politik, dapat memicu konflik horizontal, hingga memperburuk kerusakan lingkungan akibat tambang.

"Umat dari ormas-ormas keagamaan juga harus bersuara. Jangan sampai itu hanya pilihan elite ormas, tidak berdasarkan aspirasi umat," kata Ir Marganda Simamaora SH M.Si, dari Yayasan Sahabat Alam Rimba [Salamba], tadi ini menanggapi lewat  recaman vidio colling Whats App [WA], Selasa (4/6/2024).

Menurutnya akan memicu konflik horizontal, tentu persentasinya akan berbeda. Apakah pengelolaanya profesional, justru sebaliknya bisa merusak lingkungan.

"Ini tidak sinkron, mengapa justru ormas keagamaan diseret ke bisnis ini. Ini rasanya aneh saja," sebutnya.

Tetapi pada 2021 kemarin, Jokowi pernah menjanjikan konsesi pertambangan mineral dan batubara kepada generasi muda Nahdlatul Ulama [NU] dengan alasan “dapat menggerakkan gerbong-gerbong ekonomi kecil”.

Kemudian Menteri Investasi Bahlil Lahadia berkeras agar ormas keagamaan bisa mendapat izin usaha pertambangan khusus.

Itu kemudian terwujud dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang berlaku mulai 30 Mei 2024.

Berdasarkan aturan tersebut, pemerintah memungkinkan badan usaha milik ormas keagamaan mendapat “penawaran prioritas” untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus [WIUPK] yang selama ini diprioritaskan untuk badan usaha negara.

Ormas keagamaan juga hanya bisa mendapatkan izin konsesi untuk komoditas batubara di wilayah bekas perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara [PKP2B].

Ketua Yayasan Sahabat Alam Rimba [SALAMBA], menilai alasan pemerataan ekonomi yang dilontarkan pemerintah hanyalah “dalih obral konsesi demi menjinakkan ormas-ormas keagamaan”.

SALAMBA mendesak pemerintah mencabut aturan tersebut. Ormas-ormas keagamaan juga diminta berpikir ulang untuk menerima tawaran pemerintah ini.

"Umat dari ormas-ormas keagamaan juga harus bersuara. Jangan sampai itu hanya pilihan elite ormas, tidak berdasarkan aspirasi umat," kata Ganda Mora sebutan akrabnya.

Mengapa kebijakan ini ditentang dan apa saja persoalan yang berpotensi muncul sebagai akibatnya? Bagaimana reaksi pimpinan NU, Muhammadiyah dan PGI atas kebijakan ini? 

Seperti dikatakan SALAMBA yang menilai bahwa substansi soal izin tambang bagi ormas keagamaan ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pasalnya di dalam UU tersebut, Izin Usaha Pertambangan Khusus [IUPK] diprioritaskan kepada Badan Usaha Milik Negara [(BUMN] dan Badan Usaha Milik Daerah [BUMD].

Kalau BUMN dan BUMD tidak berminat, barulah penawaran dapat diberikan kepada swasta melalui proses lelang.

Kehadiran ormas keagamaan di sektor tambang dikhawatirkan dapat memicu konflik horizontal

Mengacu pada UU Minerba, ormas keagamaan tidak termasuk sebagai pihak yang dapat menerima penawaran prioritas.

Bahkan para aktivis menilai, Jokowi semacam membuat regulasi sembari mengabaikan regulasi yang sudah ada.

"Ini adalah bentuk otak-atik regulasi supaya langkah yang diambil pemerintah itu sesuai dengan regulasi, padahal tidak sesuai dengan undang-undang,” tegas Ganda Mora.

Ketimbang menambah ruwet situasi, pemerintah didorong untuk fokus membenahi konflik-konflik agraria yang dipicu oleh kehadiran tambang.

Tetapi menurut catatan Konsorsium Perbaruan Agraria [KPA], terdapat 32 konflik agraria akibat tambang sepanjang 2023, yang menghasilkan dampak pada lebih dari 48.000 keluarga di 57 desa.

Ormas tak punya kapasitas 

Ormas keagamaan juga dinilai tidak memiliki kapasitas untuk mengelola pertambangan, kata SALAMBA.

PP yang sama mewajibkan badan usaha negara dan swasta yang mengelola tambang wajib memenuhi syarat-syarat administratif, teknis dan pengelolaan lingkungan, serta finansial. Namun tidak ada rincian soal syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh badan usaha milik ormas.

Menurut Ganda Mora, ormas keagamaan tidak mungkin memenuhi kriteria-kriteria yang wajib dimiliki untuk pertambangan. Oleh sebab itu, skema yang mungkin diterapkan dalam hal ini adalah ormas menjadi pemegang konsesi yang bekerja sama dengan perusahaan lain sebagai operator.

Tetapi Ganda khawatir bahwa skema ini pada akhirnya justru memudahkan perusahaan-perusahaan untuk masuk ke wilayah pertambangan khusus melalui ormas-ormas keagamaan tanpa melalui proses lelang lebih dulu.

“Perusahaan-perusahaan akan senang karena akan mendapat wilayah konsesi baru. Ini semacam kado tambahan bagi perusahaan, tapi diberikan kepada ormas,” ujarnya

SALAMBA khawatir hal ini akan kian mempercepat perluasan areal tambang sehingga berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan.

Sejauh ini, Jokowi menjadi presiden yang paling murah hati memberi izin tambang dibandingkan presiden-presiden sebelumnya.

Sejak menjabat hingga 2022, Jokowi telah memberi izin tambang di wilayah seluas 5,37 juta hektare.

Ganda juga tidak yakin tata kelola pertambangan akan lebih baik dan berkelanjutan ketika ormas keagamaan terlibat dalam pengelolaannya.

“Justru ada potensi mereka menjadi alat perusahaan-perusahaan untuk dapat izin tambang baru. Ketika pemegang konsesinya ormas keagamaan pun, tidak akan menghapus kejahatan di industri ekstratif,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadia pada akhir April lalu mengatakan ormas-ormas tersebut akan mencari rekan yang profesional.

"Kalau ada yang mengatakan bahwa organisasi keagamaan itu enggak punya spesialisasi untuk mengelola itu, memang perusahaan-perusahaan yang punya IUP itu mengelola sendiri?" kata Bahlil seperti dilansir Kompas.com.

‘Banyak korban tambang juga umat keagamaan’

Tetapi SALAMBA meminta ormas-ormas keagamaan di Indonesia tidak serta merta menerima penawaran pemerintah untuk menjadi pengelola tambang.

Menurut Ganda Mora, ormas keagamaan justru semestinya berkontribusi dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terdampak oleh tambang. Pasalnya, banyak dari korban tambang yang diadvokasi oleh JATAM juga terkait dengan ormas-ormas keagamaan.

Ormas keagamaan hanya bisa mendapatkan izin konsesi khusus untuk komoditas batubara

“Praktik ekstrasi pertambangan hari ini di Indonesia, banyak korbannya juga umat keagamaan itu sendiri. Apakah situasi ini mau diabaikan oleh elite-elite di ormas keagamaan hanya karena konsesi yang dibagi-bagikan oleh rezim Jokowi?,” tanya Ganda.

Di Desa Wadas misalnya, mayoritas warga yang terdampak oleh penambangan batu andesit untuk proyek strategis nasional [PSN] merupakan Nahdliyin.

Warga sempat mengadu ke NU di tengah perpecahan sikap masyarakat terhadap proyek tambang itu.

Dikutip dari situs NU, ormas Islam ini kemudian mengutus tim untuk mengawal kasus ini.

Pada Oktober 2022, Muhammadiyah juga pernah bersurat ke Presiden Jokowi mengenai penolakan mereka terhadap tambang emas di Trenggalek, Jawa Timur.

Namun sembilan bulan setelahnya, para petinggi Muhammadiyah justru menyambut kedatangan investor asal China untuk tambang emas di Trenggalek, Chenxi Chengetai Investments.

Pada saat ormas keagamaan masuk ke industri tambang, mereka justru akan menjadi pihak yang berkontribusi pada ketidakadilan yang menimpa warga.

Hal itu dinilai tidak sejalan dengan marwah ormas-ormas keagamaan yang semestinya justru memperjuangkan ketidakadilan yang dialami oleh jemaah mereka.

“Ketika sebuah ormas keagamaan jadi pemegang konsesi, lalu operasional tambangnya menggusur pemukiman, menghancurkan kawasan hutan, merampas tanah warga, melakukan kekerasan dan kriminalisasi, apakah ormas-ormas ini mau jadi bagian dari praktik kekerasan seperti ini?” tanya Koordinator Jaringan Advokasi Tambang [JATAM], Melky Nahar.

“Kalaupun mereka memakai narasi bahwa ini untuk kebaikan umat, saya mau bilang bahwa itu untuk kebaikan sebagian umat mungkin iya, tapi ada umat lain dan lingkungan yang faktanya selama ini juga dikorbankan,” sambungnya.

Dia juga menduga bahwa “bagi-bagi konsesi tambang” ini sebagai upaya “menjinakkan” ormas-ormas keagamaan agar tidak resisten terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.

Bagaimana respons ormas NU, Muhammadiyah dan PGI?

Dalam jumpa pers, Senin (03/06), Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama [PBNU] KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, pemberian izin tambang untuk ormas merupakan langkah berani dari Presiden RI Joko Widodo [Jokowi] dalam memperluas pemanfaatan Sumber Daya Alam [SDA] bagi kemaslahatan rakyat.

"Kebijakan ini merupakan langkah berani yang menjadi terobosan penting untuk memperluas pemanfaatan sumber daya-sumber daya alam yang dikuasai negara untuk kemaslahatan rakyat secara lebih langsung," kata Yahya Cholis, Senin (03/06) di Jakarta.

Seperti dilaporkan kantor berita Antara, Gus Yahya - sapaan akrabnya - mengatakan, PBNU menyampaikan terima kasih kepada Presiden Jokowi atas langkahnya itu.

"PBNU berterima kasih dengan apresiasi yang tinggi kepada Presiden Joko Widodo atas kebijakan afirmasinya untuk memberikan konsesi dan izin usaha pertambangan kepada ormas-ormas keagamaan, termasuk Nahdlatul Ulama," ujarnya.

Yahya Cholil menyebut pihaknya akan menyiapkan suatu struktur bisnis dan manajemen yang disebutnya akan menjamin profesionalitas dan akuntabilitas, termasuk pengelolaan maupun pemanfaatan hasilnya.

Secara terpisah, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan tentang kemungkinan ormas keagamaan dapat mengelola tambang, hal itu disebutnya merupakan wewenang Pemerintah.

“Kemungkinan ormas keagamaan mengelola tambang tidak otomatis karena harus memenuhi persyaratan,” kata Mu’ti dalam keterangannnya yang dimuat situs resmi PP Muhammadiyah, Minggu (02/06).

Mu’ti juga menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada pembicaraan pemerintah dengan Muhammadiyah terkait dengan kemungkinan pengelolaan tambang.

“Kalau ada penawaran resmi pemerintah kepada Muhammadiyah akan dibahas dengan seksama,” ujar Mu’ti.

Sementara, ormas Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia [PGI] mengatakan, keputusan pemerintah itu merupakan bentuk komitmen Presiden Jokowi untuk melibatkan elemen masyarakat dalam mengelola kekayaan alam negeri.

Selain itu, menurut Ketua Umum PGI Gomar Gultom dalam rilisnya yang diterima Antara, Senin (03/06), sikap itu menunjukkan penghargaan Presiden kepada ormas keagamaan yang sejak awal telah turut berkontribusi membangun negeri ini

Gomar mengakui pemberian izin tambang untuk ormas itu "tidak mudah untuk diimplementasikan".

Aturan baru yang memungkinkan ormas keagamaan mengelola tambang batubara

Alasannya, ormas keagamaan memiliki keterbatasan, sementara dunia tambang disebutnya sangat kompleks.

“Namun, mengingat setiap ormas keagamaan juga memiliki mekanisme internal yang bisa mengkapitalisasi sumber daya manusia yang dimilikinya, tentu ormas keagamaan, bila dipercaya, akan dapat mengelolanya dengan optimal dan profesional,” katanya.

Apabila nanti izin penambangan itu dilaksanakan, Gomar mengingatkan agar ormas keagamaan tidak mengesampingkan tugas dan fungsi utamanya dalam membina umat, serta tidak terkooptasi oleh mekanisme pasar.

“Dan yang paling perlu, jangan sampai ormas keagamaan itu tersandera oleh rupa-rupa sebab sampai kehilangan daya kritis dan suara profetiknya,” tegasnya. (*)

Tags : bisnis tambang, kelola tambang, ormas keagamaan ikut kelola tambang, ormas diizinkan kelola tambang, aktivis salamba, rawan konflik sara, Joko Widodo, politik, lingkungan, Sorotan, riaupagi.com,