PEKANBARU - Masyarakat kota Pekanbaru, Riau, tengah menghadapi cuaca panas ekstrem.
Fenomena ini dirasakan dalam beberapa hari terakhir dan membuat aktivitas di luar ruangan terasa sangat tidak nyaman.
Bibin, prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru, menjelaskan bahwa kondisi ini disebabkan oleh adanya gangguan tekanan rendah di wilayah Filipina akibat Siklon Tropis “Trami.”
Siklon tersebut menarik massa udara dari wilayah Riau, sehingga menyebabkan peningkatan suhu yang signifikan.
“Pengaruh dari Siklon Tropis Trami membuat massa udara tertarik ke arah Filipina, menyebabkan wilayah Riau mengalami peningkatan suhu yang lebih panas dari biasanya,” ujar Bibin, Senin, (25/8).
Meski Riau telah memasuki musim hujan, Bibin menambahkan bahwa puncak curah hujan baru akan terjadi pada November hingga Desember 2025.
Sementara itu, cuaca panas ini diperkirakan akan berlangsung beberapa hari ke depan sebelum pengaruh siklon tersebut berakhir.
“Kondisi ini akan berlangsung sementara waktu, dan cuaca akan kembali normal seiring dengan berkurangnya pengaruh Siklon Trami,” jelas Bibin.
Sementara sejumlah warga Pekanbaru sudha mengeluhkan kondisi panas yang membuat aktivitas sehari-hari terganggu.
"Masyarakat untuk tetap menjaga kondisi tubuh dengan banyak mengonsumsi air dan menghindari paparan langsung sinar matahari dalam waktu lama, terutama pada siang hari ketika suhu mencapai puncaknya," kata Larshen Yunus, salah satu warga menyebutkan.
Menurutnya, panas menyengat dapat terjadi jika penyerapan pohon berkurang karena berbagai faktor. Seperti suhu tinggi dan kekeringan yang mengganggu proses fotosintesis dan menyebabkan pohon melepaskan CO2, degradasi lingkungan akibat deforestasi dan kebakaran hutan yang mengurangi jumlah pohon, serta hilangnya fungsi ekosistem secara keseluruhan dalam menyerap karbon akibat pemanasan global.
"Akibatnya, lebih banyak panas yang diserap oleh permukaan bumi dan dilepaskan kembali ke atmosfer, sehingga suhu lingkungan meningkat," sebutnya.
"Kalau sudah panas seperti ini, kenaikan suhu dan kondisi kering pun menghambat fotosintesis, proses utama pohon dalam menyerap CO2. Pada kondisi ekstrem, pohon justru dapat melepaskan CO2 ke atmosfer," sebut Ketua DPD I KNPI Riau ini.
Ia melihat penyebab panas terik kondisi lingkungan bisa semakin buruk.
Kebakaran hutan dan deforestasi mengurangi jumlah pohon yang ada, sementara kerusakan hutan yang berkepanjangan mengganggu kemampuan hutan untuk pulih dan menyerap karbon.
Pemanasan global secara keseluruhan dapat menyebabkan stres pada ekosistem, mengganggu kemampuan alami bumi untuk menyerap dan menyimpan karbon, ungkapnya.
Sementara dampak pada panas lingkungan, bisa berkurangnya serapan karbon oleh pohon berarti lebih sedikit panas yang ditangkap dan diubah menjadi energi untuk pertumbuhan pohon.
"Sebagian panas yang seharusnya diserap akan dipantulkan dan disimpan oleh permukaan seperti aspal dan bangunan, meningkatkan suhu lingkungan sekitar, menciptakan efek "pulau panas".
"Pohon biasanya mendinginkan udara melalui penguapan uap air dan menahan sinar matahari. Tetapi kalau jumlah pohon berkurang dan banyak berganti dengan sawit, kemampuan pendinginan alami ini juga semakin hilang," ungkapnya.
"Jika permukaan tanah tidak memiliki pohon akan lebih banyak menyerap dan memancarkan kembali panas, menyebabkan suhu di perkotaan lebih tinggi dibandingkan area dengan banyak vegetasi," jelasnya.
Larshen Yunus menyarankan, masyarakat sebaiknya menambah ruang hijau seperti taman dan menanam lebih banyak pohon dapat meningkatkan keteduhan dan pendinginan alami melalui penguapan, mengurangi efek pulau panas.
Menurutnya, restorasi hutan yang rusak dan rehabilitasi lahan dapat membantu memulihkan kemampuan ekosistem untuk menyerap karbon dan menahan panas. (*)
Tags : Cuaca Panas, Pekanbaru, BMKG Pekanbaru,