Sorotan   2021/11/08 20:11 WIB

Pandemi Covid-19 Buat Perkantoran Jadi Lebih Sepi, Bagaimana Masa Depan Gedungnya?

Pandemi Covid-19 Buat Perkantoran Jadi Lebih Sepi, Bagaimana Masa Depan Gedungnya?
Konstruksi Empire State Building, dengan Chrysler (kanan) sebagai latar belakang. (Foto. Getty Images)

"Akibat pandemi Corona gedung-gedung perkantoran jadi sepi, meja perkantoran diseluruh dunia jadi kosong"

ebijakan sebagian negara ada yang bersamaan dengan kemunculan fenomena baru di mana banyak kursi dan meja perkantoran di seluruh dunia kosong akibat pandemi Covid-19 yang mewajibkan para pekerja menghindari berbagi ruang tertutup dengan orang lain.

Apakah gedung-gedung pencakar langit itu masih memiliki masa depan?, tetapi China telah membatasi pembangunan gedung pencakar langit, yang dianggap lebih mengutamakan gengsi dibanding fungsi.

Sekitar 90 tahun yang lalu, setelah dunia selamat dari pandemi global dan berada di ambang krisis ekonomi, masa kejayaan gedung pencakar langit justru tiba.

Pada masa itu, muncul gedung-gedung tertinggi yang pernah dibangun manusia dan mencuri perhatian publik, seperti Chysler dan Empire State di New York, Amerika Serikat.

Chrysler mendapat gelar yang didamba-dambakan sebagai "gedung tertinggi di dunia" pada 1930. Setahun kemudian, Empire State mengambil alih gelar tersebut. Gedung itu sempat sepi penyewa sehingga dijuluki "Empty State Building" sampai akhirnya, film King Kong yang berkisah mengenai gorilla yang dimabuk cinta memanjat gedung itu.

Film itu ditayangkan secara perdana pada 1933 dan membuat Empire State terisi penuh. Masa kejayaan yang kedua bagi gedung pencakar langit berlangsung dalam 20 tahun terakhir, meskipun pembangunan tengah melambat bahkan berhenti di berbagai tempat.

Dewan Bangunan Tinggi dan Habitat Urban (Council on Tall Buildings and Urban Habitat) di Amerika Serikat mengatakan, jumlah gedung tinggi yang selesai dibangun menurun 20% secara global pada 2020 apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya - paling terlihat di China.

Pertanyaannya, apakah setelah pandemi dunia akan tetap membangun gedung pencakar langit? Setelah peristiwa 9/11 di World Trade Center (WTC) pada 2001, gedung-gedung tinggi diperkirakan akan mati, sebuah prediksi yang dibuat terlalu dini.

Selama 20 tahun terakhir, lebih banyak gedung pencakar langit yang dibangun, bahkan melebihi abad sebelumnya. Gedung-gedung itu dibangun lebih aman, lebih kuat, dan lebih hijau dari sebelumnya berkat standar bangunan ketat yang diadopsi secara global pasca-serangan terhadap menara kembar WTC.

Kejayaan sebuah negara seolah berporos pada klaimnya atas gelar "tertinggi di dunia". Contohnya, Menara Petronas yang memasukkan Kuala Lumpur ke dalam radar, kemudian gedung tertinggi di dunia saat ini, Burj Khalifa yang mengubah Dubai dari gurun terpencil menjadi destinasi global yang makmur.

Gedung pencakar langit itu juga memicu perkembangan baru. "Burj Khalifa berlokasi di lahan seluas 300 hektare dari banyak bangunan, dan itu berhasil," kata Adrian Smith dari Adrian Smith + Gordon Gill Architecture, yang mendesain Burj Khalifa serta Menara Jeddah di Arab Saudi.

Menara Jeddah akan menjadi gedung tertinggi di dunia ketika selesai dibangun nanti. Namun, para desainer mempertanyakan rumusnya: kepadatan populasi yang tinggi + tanah berharga tinggi = gedung-gedung tinggi - yang pernah melandasi pembangunan pencakar langit.

Direktur Pelaksana WSP Kamran Mozami -yang portofolionya mencakup gedung tertinggi di London (The Shard), tertinggi di AS (One World Trade Center) dan tertinggi di Asia (Shanghai Tower) - mengatakan harus ada alasan yang tepat untuk membangun gedung setinggi 500 meter.

"Anda harus mempertanyakan cara terbaik dan paling ekonomis untuk membangunnya. Gedung dengan ketinggian ekstrem dapat menjadi destinasi di kota seperti Dubai, tapi tidak dibutuhkan di kota-kota terkenal seperti Shanghai atau Manhattan. Saat ini, gedung ikonik tidak lagi dilihat sebatas penampilannya, tetapi juga pada penggunaan karbonnya."

Ikonik atau bukan, ternyata tidak semua orang menyukai gedung pencakar langit - khususnya yang menggunakan jendela kaca.

Kritikus arsitektur David Brussat mengatakan gedung-gedung tinggi itu menyebabkan "polusi estetika". "Entah bagaimana, ketika arsitektur tumbuh lebih tinggi, itu justru menjadi lebih tidak bagus. Orang-orang frustasi dengan pemandangan kota yang membosankan yang harus mereka lewati ketika bekerja."

Pandemi Covid-19 mengubah kehidupan perkotaan menjadi sepi. Meja dan kursi perkantoran banyak yang kosong akibat kebijakan lockdown dan bekerja dari rumah.

Namun kini, kehidupan kota perlahan pulih, beberapa lebih cepat dibandingkan yang lain. Para pengembang gedung pencakar langit memperkirakan bahwa mereka juga akan bangkit kembali, hanya saja tidak seperti sebelumnya.

"Pandemi menunjukkan bahwa lingkungan dengan beragam bangunan tempat tinggal dan perkantoran bisa mengatasi penutupan jangka panjang secara lebih baik," kata Ketua dan Kepala Eksekutif RXR, Scott Rechler yang juga merupakan pemilik, manajer, dan pengembang real estat terbesar di New York.

"Ini mendorong perubahan struktural pada sektor perkantoran. Banyak perusahaan mencari bangunan yang lebih baru, sehingga gedung yang lebih tua kalah bersaing dan menjadi usang." Bangunan lama diubah pemanfaatannya menjadi pemukiman, ini membuat kawasan bisnis menjadi lebih beragam. "Pasar perkantoran sama sekali tidak mati," kata Rechler seperti dirilis BBC.

"Para pengguna telah kembali ke New York City. Mereka ingin tinggal dan bekerja di sini. Permintaan untuk tempat khas abad 21 dengan beragam fasilitasnya tetap tinggi seperti sebelumnya."

Respons kesehatan publik di New York City yang agresif juga telah mampu mencapai cakupan vaksinasi umum sebesar 87%, sedangkan di kalangan pekerja telah mencapai 90%.

Rachler mengatakan situasi ini berkontribusi pada tingginya permintaan. Ruang-ruang di dalam gedung perkantoran juga berubah sesuai dengan kebutuhan pascapandemi, misalnya dengan akses udara segar, sinar matahari, dan ruang terbuka.

Lebih banyak gedung dirancang untuk kolaborasi, bukan lagi meja kerja yang berdampingan, menurut Moazami. "Permintaan tidak berkurang, tetapi bagaimana perkantoran digunakan akan berbeda. Anda tidak bisa lagi mengasumsikan karyawan bekerja Senin-Jumat. Anda mungkin memerlukan lebih banyak ruang untuk orang-orang yang lebih sedikit."

Permintaan untuk area outdoor di perkotaan pun telah meningkat. Untuk mendapatkan pengalaman luar ruangan terbaik, terdapat City Climb di Manhattan yang memiliki pendakian gedung eksternal tertinggi di dunia.

Mereka yang tidak kenal takut dapat mendaki bagian luar 30 Hudson Yards, sebuah gedung setinggi 387 meter, ketika City Climb dibuka pada November.

Gedung-gedung pencakar langit ini berada di kota-kota besar, sehingga masa depan mereka juga tergantung pada kembalinya para pekerja.

Tidak semua orang ingin kembali, mengingat bekerja di rumah dengan celana yoga memberi kenyamanan tersendiri- namun pada dasarnya, kekuatan mendasar yang memaksa untuk kembali tidak terelakkan.

Kita adalah makhluk sosial. Studi yang dilakukan sebelum pandemi menunjukkan bahwa isolasi emosional -seperti kesepian- berisiko menyebabkan kematian seperti yang ditimbulkan oleh kebiasaan merokok.

Apalagi, banyak hal-hal menakjubkan terjadi ketika manusia, khususnya yang kreatif, bekerja dalam jarak dekat. "Kami sekarang memahami bahwa bekerja jarak jauh itu produktif, namun orang-orang perlu bertemu untuk berkolaborasi," kata Moazami. "Anda bergerak, anda menyerap, anda belajar."

Ada harga lain yang harus dibayar dengan bekerja jarak jauh, terutama pada industri yang bersifat visual dan spasial. "Komunikasi melalui komputer menjadi tantangan, terutama ketika memberi arahan dan mengawasi produk kerja. Klien merasa sulit memahami model bangunan yang terlihat di layar," kata Smith.

Secara historis, krisis telah memunculkan inovasi. Untuk gedung-gedung tinggi, era pasca-pandemi bisa berbeda, apabila China, yang menjadi pembangun gedung pencakar langit terbanyak, menjadi tolak ukur.

Sebagai konteks, terdapat 115 gedung super tinggi di dunia yang mencapai lebih dari 300 meter, sebanyak 85 di antaranya dibangun oleh China.

China kini menahan diri, menggunakan strategi untuk mengisi gedung pencakar langitnya yang kosong, memulihkan ekonomi, dan memperkuat identitas nasionalnya yang terkoyak oleh pandemi Covid-19.

Pada 2020, China mengumumkan pembatasan ketinggian dan desain pada gedung pencakar langit baru, mengikuti serangkaian peraturan terkait konstruksi sebelumnya.

Di samping itu, mereka melarang bangunan "peniru" berupa replika landmark seperti Menara Eiffel, Kremlin, dan lain-lain yang ditemukan di seluruh China.

Kemudian pada Juli lalu, China memperketat larangan yang kali ini mengatur ketinggian: bangunan baru yang lebih tinggi dari 500 meter dilarang, sedangkan yang lebih tinggi dari 250 meter sangat dibatasi.

Baru-baru ini, China juga melarang bangunan lebih tinggi dari 150 meter di kota-kota yang berpenduduk kurang dari 3 juta orang. Hal ini berdampak secara finansial, khususnya bagi firma arsitektur Barat yang membangun banyak gedung pencakar langit di China.

"China telah membangun secara berlebihan di setiap sektor, mulai dari perumahan, perkantoran, kota satelit -yang seharusnya tidak harus dibangun-, tapi berupaya menjaga populasi mereka tetap bekerja dan produktif," kata Smith yang perusahaannya telah merancang lima gedung pencakar langit di China.

Pemerintah mengakui "sebaiknya mereka mulai membangun gedung yang harganya terjangkau dan bisa disewa. Ini berarti mereka mulai berpikir seperti pengembang AS."

Pencakar langit tidak bisa menumbuhkan ekonomi, mereka hanya memenuhi kebutuhan. Delapan dari 10 gedung tertinggi yang sedang dibangun berada di China.

Gedung pencakar langit menunjukkan kekuatan, baik ekonomi maupun kecakapan teknis - atribut yang tidak tertahankan bagi kemajuan suatu bangsa.

Pandemi telah memaksa pemikiran yang lebih luas mengenai gedung-gedung tinggi dan orang-orang yang beraktivitas di dalamnya, menyerukan fleksibilitas, kemampuan beradaptasi, akses ke alam, serta gedung yang hemat energi. (*)

Tags : Arsitektur, Virus Corona, Pandemi Covid-19, Perkantoran Jadi Lebih Sepi,