"Kelompok penduduk kaya India masuk daftar tertinggi dari orang-orang yang berusaha berpindah negara melalui program visa yang menawarkan kewarganegaraan atau hak menetap di negara-negara lain dengan syarat mereka menanamkan modal"
erkembangan ini terjadi menyusul pandemi Covid-19 dan juga beberapa faktor pendorong, sebagaimana diceritakan oleh Rahul. Tak banyak hal negatif yang menghambat Rahul -- bukan nama sebenarnya -- ketika ia membuat keputusan sulit meninggalkan India enam tahun lalu. Ia adalah generasi kedua dari keluarga kaya yang tinggal di Delhi.
Keluarganya menjalankan bisnis ekspor yang berkembang pesat dan memegang monopoli dalam sektor yang biasa disebut 'sektor matahari terbit'. Istilah itu digunakan untuk menggambarkan industri dengan prospek masa depan yang cerah. Namun Rahul meninggalkan semua itu dan pindah ke Dubai pada tahun 2015, untuk mengurus pengembangan sayap perusahaan di luar negeri. Salah satu alasan pentingnya, kata Rahul, adalah gangguan yang ditimbulkan oleh bagian pajak di Enforcement Directorate atau semacam badan penyelidik keuangan. "Saya dapat membayangkan faktor itu akan menjadi persoalan bagi seseorang yang mempunyai bisnis di seluruh dunia," katanya dirilis BBC.
"Dengan mengantongi paspor luar negeri, birokrasi berkurang banyak. Saya tidak begitu khawatir diminta membayar pajak secara sembarangan."
Apa yang disebut sebagai 'teror pajak' sudah menjadi keluhan umum di kalangan taipan korporasi di India. Sebagai contoh, sebelum meninggal pada tahun 2019, pendiri dan pemilik jaringan kopi terbesar di negara itu, Cafe Coffee Day, menuduh dirjen pendapatan pajak telah mengganggunya. Namun pemerintah tetap memperkuat cengkeraman terhadap para pengusaha selama tahun-tahun terakhir.
Menurut satu laporan, perburuan pajak oleh Departemen Perpajakan meningkat lebih dari tiga kali lipat selama beberapa tahun terakhir. Pemerintah beralasan langkah ini ditempuh untuk memberantas "uang gelap" -- dana tunai ilegal, yang disembunyikan dari kewajiban pajak -- dan meningkatkan kepatuhan pajak. Namun sejumlah kritikus mengatakan kebijakan itu juga menyebabkan tekanan kepada birokrat untuk memenuhi target penerimaan pajak.
Tetapi menurut Rahul, pengejaran oleh otorita perpajakan hanyalah salah satu alasan kepindahannya. Keputusan untuk pindah dari India juga didorong oleh tren "politik memecah belah" yang semakin meningkat, lanjutnya. Ia tidak ingin anak-anaknya tumbuh besar di lingkungan yang semakin terpolarisasi. Ditambahkan Rahul, banyak teman dari lingkungan keluarga kaya juga melepaskan kewarganegaraan atau status penduduk tetap India.
Klaim ini diperkuat oleh data dari bank investasi Morgan Stanley. Berdasarkan laporan tahun 2018, bank itu mengatakan 23.000 miliuner telah meninggalkan India sejak 2014. Laporan yang lebih terbaru, Global Wealth Migration Review mengungkap bahwa hampir 5.000 miliuner, atau 2% dari total individu dengan kekayaan bersih yang besar di India meninggalkan negara itu di tahun 2020 saja.
Dan warga India menempati urutan paling atas di daftar orang-orang yang berusaha mendapatkan kewarganegaraan atau status penduduk tetap di negara-negara lain dengan imbalan mereka menanamkan modal.
Daftar ini disusun oleh perusahaan konsultan Henley & Partners (H&P) berkantor di London yang melayani pengurusan kewarganegaraan dan izin tinggal.
Pindah sebagai 'polis asuransi'
Covid-19 menjadi pendorong utama dari tren yang sudah lama berlangsung bagi warga India untuk berusaha "mengglobalkan kehidupan dan aset mereka," menurut H&P. Guna memenuhi permintaan akan layanannya, perusahaan itu sampai perlu membuka kantor di India walaupun sedang diberlakukan karantina tahun lalu. "Saya pikir para klien menyadari mereka tidak mau menunggu sampai terjadi gelombang kedua atau ketiga pandemi ini. Mereka ingin dokumen sudah siap sekarang selagi masih berada di rumah. Kami menyebutnya sebagai polis asuransi atau Rencana B," kata Dominic Volek dari Henley & Partners.
Menurutnya, pandemi bisa menjadi faktor pengubah, karena membuat orang-orang kaya memandang perpindahan penduduk ke negara lain dengan cara lebih menyeluruh. Ini tidak hanya sekedar perjalanan bebas visa, atau kemudahan akses pasar global, tetapi menyangkut diversifikasi kekayaan, layanan kesehatan dan pendidikan yang lebih baik untuk mencegah ketidakpastian akibat pandemi Covid-19.
Data H&P menunjukkan negara-negara yang menjadi tujuan favorit orang kaya India adalah Malta, Siprus dan Portugal yang menawaran program 'visa emas'. Eksodus uang dalam jumlah besar ini tidak berarti perpindahan permanen. Orang-orang kaya hanya menanamkan modal di negara lain sebagai pilihan yang aman, dan tidak berarti mereka memboyong seluruh modal dari negara asal dan memutus hubungan bisnis sama sekali.
Kendati demikian, para ahli berpendapat tren tersebut bukan indikasi positif bagi negara berkembang seperti India. "Ketika ini terjadi, mereka memindahkan diri sendiri, kemampuan kewirausahaan dan pendapatan serta kekayaan dari basis pajak. Untuk jangka panjang, kemungkinan ini akan merugikan. Kepindahan mereka mengirimkan sinyal buruk tentang 'iklim berusaha' di India," kata Rupa Subramanya dari Asia Pacific Foundation of Canada.
Andrew Amoils, Kepala Riset di New World Wealth, periset kekayaan yang berkantor di Johannesburg, Afrika Selatan, mengatakan kepada koran Business Standard: "Di masa yang akan datang ini bisa menjadi pertanda buruk karena individu-individu dengan kekayaan bersih tinggi seringkali menjadi kelompok yang pergi lebih dulu- mereka mempunyai uang untuk dibawa, tidak seperti warga kelas menengah". (*)
Tags : Covid-19, Pandemi, Eksodus Orang Kaya India, Pindah Melalui Program Visa,