LINGKUNGAN - Para pemimpin dunia menyatakan tekad untuk mengakhiri dan mengatasi dampak penggundulan hutan pada tahun 2030 di KTT COP26 Glasgow, yang dihadiri Presiden Joko Widodo.
Indonesia adalah salah satu dari lima negara teratas dunia yang kehilangan banyak area hutan selama dua dekade terakhir. Menurut data dari Global Forest Watch, Indonesia kehilangan 9,75 juta hektar hutan primer antara tahun 2002 dan 2020.
Presiden Joko Widodo berjanji pada tahun 2014 untuk memberantas deforestasi dengan mengatasi faktor utamanya - pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit.
Data resmi menunjukkan bahwa hingga 80% kebakaran hutan terjadi untuk pembukaan lahan kelapa sawit. Pada tahun 2016, rekor 929.000 hektare hutan musnah, tetapi telah terjadi penurunan laju deforestasi yang stabil sejak saat itu.
Pada tahun 2020, angka deforestasi tahunan turun menjadi 270.000 hektar. Pada 2019, Presiden Jokowi mengeluarkan moratorium tiga tahun pembukaan hutan baru, yang mencakup sekitar 66 juta hektare hutan primer dan lahan gambut.
Moratorium itu berakhir pada 19 September 2021, namun pemerintah belum mengumumkan apakah akan memperpanjang atau menyudahi moratorium tersebut. Di tengah ketidakpastian ini, UU Cipta Kerja berlaku.
Namun Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan "memaksa Indonesia untuk zero deforestation di 2030 jelas tidak tepat dan tidak adil."
Dia menegaskan bahwa Indonesia menerapkan Forestry and Other Land Use (FoLU) Net Sink pada 2030 untuk mengendalikan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan, sehingga terjadi netralitas karbon sektor kehutanan (di antaranya berkaitan dengan deforestasi) pada tahun 2030.
''Bahkan pada tahun tersebut dan seterusnya bisa menjadi negatif, atau terjadi penyerapan/penyimpanan karbon sektor kehutanan.
Oleh karena itu pembangunan yang sedang berlangsung secara besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi,'' tegas Menteri Siti, Kementerian LHK dalam siaran persnya dirilis BBC Nes Indonesia, Rabu (3/11/2021).
Menurut dia, FoLU Net Sink 2030 tidak bisa diartikan sebagai zero deforestation. Menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation, lanjutnya, "sama dengan melawan mandat UUD 1945."
Sementara itu, deforestasi di dunia berlanjut pada "laju yang mengkhawatirkan", menurut laporan 2019, yang berdampak serius terhadap upaya melawan perubahan iklim.
Selama dekade terakhir, 4,7 juta hektare hutan masih hilang setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, Indonesia bersama Brasil, dan Republik Demokratik Kongo adalah negara-negara yang terkena dampak paling parah.
Memang sudah ada beberapa reboisasi, melalui pertumbuhan alami atau penanaman, tetapi pohon perlu waktu bertahun-tahun sebelum dapat menyerap CO2 sepenuhnya.
Sebagai perbandingan, hutan hujan Amazon berada di Brasil ada sekitar 60%. Hutan ini memainkan peran penting dalam menyerap CO2 berbahaya yang tanpanya akan terlepas ke atmosfer.
Setelah terus menurun sejak 2004, deforestasi di Amazon Brasil telah meningkat lagi, menurut National Space Research Institute (INPE) negara itu. Dikatakan pada tahun 2020 bahwa laju deforestasi adalah yang tertinggi dalam satu dekade lebih.
Seperti disebutkan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro, mengatakan kepada PBB bahwa, pada Agustus tahun ini, deforestasi di Brasil turun dibandingkan dengan 2020. Namun, laju deforestasi masih lebih tinggi daripada sebelum ia menjabat pada 2019.
Dan Imazon - sebuah lembaga penelitian yang berfokus pada Amazon - mengatakan datanya tidak menunjukkan laju deforestasi melambat tahun ini. Presiden Bolsonaro telah dikritik karena kebijakan "anti-lingkungan", seperti mendorong pertanian dan pertambangan di Amazon.
Dia telah memotong dana untuk lembaga pemerintah yang bertugas menuntut petani dan penebang yang melanggar hukum lingkungan. Denda untuk pembalakan liar turun 20% pada tahun 2020. Angka pastinya tidak tersedia, tetapi studi terbaru menunjukkan sebanyak 94% deforestasi dan perusakan habitat di Brasil bisa jadi ilegal.
Brasil bukan satu-satunya negara yang bertanggung jawab atas deforestasi Amazon - negara-negara tetangga, termasuk Bolivia, juga ikut berkontribusi. Cekungan hutan Kongo adalah hutan hujan terbesar kedua di dunia. Lebih dari setengahnya terletak di Republik Demokratik Kongo.
Kelompok kampanye lingkungan Greenpeace mengatakan penebangan liar - oleh perusahaan besar dan kecil - menyebabkan penggundulan hutan. Meskipun AS dan Uni Eropa telah melarang impor kayu ilegal, kayu dari negara itu masih diselundupkan ke luar negeri.
Ancaman lainnya termasuk pertanian skala kecil, pembukaan lahan untuk arang dan bahan bakar, ekspansi perkotaan dan pertambangan. Dalam lima tahun terakhir, hutan primer yang hilang tiap tahunnya mencapai hampir setengah juta hektare, menurut Global Forest Watch.
Presiden Felix Tshisekedi bulan lalu memerintahkan audit atas beberapa izin sewa yang dialokasikan untuk memanen hutan rakyat - termasuk satu untuk lebih dari 1,4 juta hektar - karena ada dugaan korupsi. Langkah tersebut disambut baik oleh para aktivis lingkungan.
Namun awal tahun ini, pemerintah Kongo juga mengumumkan rencana menghapus larangan operasi penebangan baru yang telah berlaku sejak 2002 - meskipun hal itu belum dilaksanakan. Greenpeace mengatakan langkah itu bertentangan dengan komitmen yang dibuat awal tahun ini untuk melindungi hutan dan meningkatkan tutupan hutan sebesar 8%. (*)
Tags : Indonesia, Perubahan iklim, Lingkungan, Alam,