Linkungan   2024/12/31 16:26 WIB

Pari Jawa, Spesies Ikan Laut Pertama yang Musnah Akibat Ulah Manusia

Pari Jawa, Spesies Ikan Laut Pertama yang Musnah Akibat Ulah Manusia

LINGKUNGAN - Tahun lalu, pari Jawa menjadi ikan laut pertama yang dinyatakan punah akibat ulah manusia. Mungkinkah hal yang sama terjadi pada spesies lainnya?

Di perairan pesisir Australia yang cerah, Julia Constance sering mencari ikan pari.

Ikan bertubuh pipih ini wujudnya seperti ikan pari mini, tapi sebenarnya berbeda.

Pari Jawa berukuran lebih kecil dan lebih sulit dipahami.

“Mereka berkarakter sangat tenang,” kata Constance, kandidat PhD di Charles Darwin University di Darwin, Australia.

Pari Jawa tidak berenang bersama manusia seperti pari manta, kata Constance, sambil mengenang wujud pari Jawa yang pucat pasi yang dia lihat saat ekspedisi snorkeling.

“Kalau mahir, Anda bisa melihat mereka saat terkubur sepenuhnya di bawah pasir,” tuturnya.

Tapi ada satu jenis ikan pari yang mungkin tidak akan pernah dilihatnya hidup-hidup, bersembunyi di dasar laut.

Desember lalu, Constance dan rekan-rekannya mempublikasikan sebuah kajian tentang ikan pari Jawa yang misterius, spesies yang tidak pernah didokumentasikan oleh para ilmuwan selama lebih dari 160 tahun.

Constance dan rekan-rekannya menyatakan bahwa spesies ini telah punah.

Lebih buruknya lagi, ikan pari Jawa adalah ikan laut pertama yang dianggap telah punah karena aktivitas manusia.

Ini adalah berita yang sangat mengejutkan dan kontroversial.

“Ini adalah kesimpulan yang sangat besar,” kata Constance.

“Ini benar-benar menyinggung banyak pihak.”

Pari Jawa adalah salah satu spesies yang sangat misterius dan hanya sedikit diketahui oleh para ilmuwan.

Hanya ada satu spesimen di museum, yang dibeli oleh seorang ahli zoologi Jerman di sebuah pasar ikan di Jakarta pada tahun 1862.

Beberapa pengamat mempertanyakan, bagaimana kita bisa yakin bahwa ini benar-benar spesies yang berbeda, dan bahwa manusia bertanggung jawab atas kepunahannya?

Spesimen tunggal itu, yang disimpan oleh Museum Sejarah Alam di Berlin, hanya memiliki panjang 33 cm, termasuk ekornya.

Warna kulitnya kemungkinan besar telah memudar menjadi warna kecoklatan pucat. Ini adalah seekor betina, tetapi Constance mengaku tidak benar-benar tahu apakah dia masih remaja atau sudah dewasa.

Untuk mengetahuinya, peneliti perlu membedahnya dan memeriksa organ reproduksinya.

Namun karena ini adalah satu-satunya spesimen, itu tidak mungkin dilakukan.

“Bentuknya sangat, sangat bulat untuk ukuran seekor ikan pari,” kata Constance, mengacu pada tubuh hewan yang seperti cakram.

Pari Jawa sangat berbeda dengan jenis ikan pari lainnya, dan berada di sekitar di area yang sebelumnya tak pernah ditemukan spesies pari lainnya. Jadi, Constance yakin bahwa pari Jawa bukanlah hibrida.

Walaupun, dia mengaku hanya bisa memeriksa spesimen pari Jawa dari foto karena penelitiannya dilakukan saat puncak pandemi Covid-19 yang membuatnya tidak bisa bepergian.

Soal kesimpulan bahwa spesies ini punah akibat aktivitas manusia, Constance mengatakan bahwa dia dan timnya sangat bergantung pada catatan aktivitas industri perikanan dari Indonesia.

Ini termasuk data dari survei ekstensif yang dilakukan di tempat pelelangan ikan sejak tahun 2001.

“Ada dorongan yang sangat, sangat besar untuk mulai mendokumentasikan tangkapan hiu dan pari di seluruh Indonesia,” kata Constance.

“Pari Jawa akan sangat mudah diidentifikasi kalau memang ada di sana.”

Dengan memasukkan semua informasi yang dapat mereka temukan mengenai pari Jawa ke alat analisis data yang disediakan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN), Constance dan rekan-rekannya menemukan model yang dibuat organisasi tersebut 93,5% yakin bahwa pari Jawa telah punah.

IUCN, sebagai organisasi internasional yang mengumpulkan dan menyediakan informasi tentang status spesies dunia, mempublikasikan hasil penilaian tersebut di situsnya.

Diego Biston Vaz, kurator senior ikan di Natural History Museum London juga mengutip data survei Indonesia yang dikumpulkan sejak 2001 itu.

Walau dia tidak terlibat dalam penelitian tersebut, dia berpendapat “masuk akal” jika IUCN menyatakan ikan ini telah punah secara resmi tahun lalu.

Namun tetap saja ini kabar ini mengejutkan karena ini adalah kepunahan spesies ikan laut pertama yang secara resmi dikaitkan dengan aktivitas manusia.

Manusia telah menyebabkan hilangnya setidaknya 198 spesies vertebrata sejak tahun 1900, termasuk berbagai spesies ikan yang ditemukan di sungai dan danau.

Namun spesies-spesies tersebut hidup di daratan atau air tawar, ekosistem yang cenderung menanggung beban dari aktivitas manusia.

Sebaliknya, lautan di planet ini sangat luas dan kepunahan ini berarti kita mulai menjelajahi dasar laut dengan sangat detil.

Menurut Catherine Macdonald dari Program Penelitian dan Konservasi Hiu Universitas Miami, ada satu kemungkinan alasan mengapa pari Jawa menjadi satu-satunya spesies laut yang dinyatakan punah.

Itu karena habitat laut memberikan peluang yang jauh lebih besar bagi organisme untuk menghindari pengaruh manusia dengan cara berpindah ke wilayah yang belum tersentuh.

“Bahkan ketika manusia sudah sangat menjamah pesisir, masih ada bagian laut yang secara historis tidak dapat diakses oleh manusia,” kata Macdonald.

Macdonald menambahkan bahwa hiu dan pari membutuhkan waktu yang lama untuk berkembang biak.

Kerabat dekat ikan pari Jawa mungkin hanya menghasilkan keturunan sekali atau dua kali dalam setahun, kata Constance.

Itu berarti setiap gangguan terhadap populasi spesies ini akibat dampak manusia, seperti penangkapan ikan, bisa berdampak buruk.

Constance menduga bahwa keberadaan pari Jawa pada area yang relatif kecil yang terdampak signifikan oleh aktivitas penangkapan ikan.

Saya bertanya apakah mungkin ada penyakit atau peristiwa alam lain yang menjadi penyebab penurunan spesies ini.

“Kami tidak bisa memastikan 100%,” katanya.

“Saya pikir, sebagian besar faktornya adalah kita.”

Namun, tidak semua pernyataan kepunahan adalah benar.

Constance mencontohkan kasus ikan tangan halus dari perairan pesisir Tasmania.

Ikan ini sebenarnya adalah ikan pertama yang dinyatakan punah di zaman modern, pada tahun 2018.

Namun, penilaian ulang pada tahun 2021 menetapkan data yang digunakan untuk mendukung deklarasi ini tidak cukup.

IUCN kemudian mendaftarkan kembali status ikan ini sebagai “tidak diketahui”.

Kita harus mempertahankan standar yang sangat tinggi untuk menyimpulkan bahwa suatu spesies telah punah, tegas Riley Pollom, manajer program pemulihan spesies di Seattle Aquarium, karena begitu spesies tersebut dianggap punah, semua upaya konservasi akan berhenti.

Jika peneliti keliru menyatakan suatu spesies telah punah, dan upaya-upaya untuk melindunginya menguap, maka ironisnya spesies tersebut mungkin benar-benar punah sebagai akibat dari perubahan status ini.

Pollom dan Macdonald mencatat bahwa ada beberapa spesies hiu, pari, dan kelencir di seluruh dunia yang saat ini terancam punah, termasuk ikan kelencir di Tasmania, ikan pari gitar mulut besar di Asia, Australia bagian utara, dan Afrika bagian timur, serta hiu macan tutul di Indo-Pasifik.

Meskipun para ilmuwan cukup yakin dengan kepunahan ikan pari Jawa, Pollom mengatakan bahwa luasnya lautan di Bumi bisa jadi berarti ada kepunahan akibat prilaku manusia yang terlewatkan oleh para ahli.

“Mungkin ada banyak hal yang terlewatkan dari kita tanpa kita sadari,” katanya.

Pencarian Constance terhadap ikan pari Jawa masih jauh dari selesai.

Dia terus mengawasi koleksi museum untuk berjaga-jaga jika ada spesimen bersejarah lainnya yang muncul.

Spesies lain yang dia pelajari akhir-akhir ini, jenis pari yang terancam punah yang disebut torpedo Laut Merah, telah diawetkan di museum. Tetapi hanya ada tiga spesimen yang diketahui dan, selama bertahun-tahun, salah satunya hilang.

Seorang kurator memberitahunya tahun lalu bahwa mereka telah menemukannya lagi.

Ditambah lagi, pada musim panas ini, Constance akhirnya bisa datang ke Jakarta untuk mengamati dua tempat pelelangan ikan di sana, setelah sebelumnya dibatasi oleh pandemi.

Dia dan rekan-rekannya memeriksa tumpukan ikan yang baru ditangkap untuk mencari spesies hiu dan pari.

Dia terus bertanya-tanya apakah dia bisa menemukan ikan pari Jawa di antara gerombolan ikan tersebut.

“Itu selalu ada di benak saya, apa yang akan terjadi jika ada yang menemukannya?” kata Constance.

Namun, terlepas dari beratnya deklarasi yang dia dan rekan-rekannya buat pada tahun 2023, dia tidak akan marah atau kecewa jika kepunahan itu ternyata merupakan sebuah kesalahan.

“Kami ingin makhluk-makhluk ini tetap hidup di masa depan,” kata Constance.

“Akan sangat keren jika ada yang menemukannya suatu hari nanti". (*)

Tags : pari jawa, spesies pare, ikan laut pare, biologi, hewan-hewan, lingkungan, alam, pelestarian,