Politik   2021/09/23 23:8 WIB

Pasang Surut Hubungan Australia dan Indonesia: Tegang Namun Pragmatis

Pasang Surut Hubungan Australia dan Indonesia: Tegang Namun Pragmatis
Kunjungan sukses Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull ke Jakarta pada tahun 2015, dipandang bisa mencairkan ketegangan. (Foto. Getty Images)

JAKARTA - Setelah kerjasama militer antara Indonesia dan Australia dihentikan secara mendadak, lagi-lagi hubungan antara kedua negara tersebut diwarnai ketegangan.

Pelaksanaan hukuman mati terhadap para pengedar narkoba asal Australia, pelanggaran wilayah perairan Indonesia oleh Angkatan Laut Australia, kegiatan memata-matai dan perlakuan kejam terhadap sapi-sapi yang diimpor dari Australia menjadi berita utama di kedua negara, selama bertahun-tahun. Namun, jika kita melihat lebih dekat hubungan antara Indonesia dan Australia ini, ternyata ada kisah yang lebih rumit - kerjasama perdagangan yang menghasilkan uang miliaran dollar, pariwisata, kerjasama penanganan terorisme, penyelundupan manusia, dan kerjasama di bidang pendidikan dan kebudayaan.

Terlepas dari semua gertakan politik dari Canberra dan Jakarta, sebenarnya kedua negara ini saling membutuhkan. Dengan jumlah penduduk sebanyak 260 juta (Australia 24,3 juta), Indonesia merupakan tetangga terdekat Australia, dan statusnya sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia menjadi pertimbangan penting bagi Australia untuk menangani masalah terorisme.

Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) menggambarkan hubungan dengan Indonesia sebagai "salah satu dari bagian yang paling penting untuk Australia."

Hubungan antar keduanya mencapai titik nadir saat mempermasalahkan kemerdekaan Timor Timur, sehingga tidak mengherankan bila persoalan Papua Barat tampaknya menjadi sumber gesekan pada pekan ini. Beberapa orang Indonesia di Australia tersinggung dengan "bahan pengajaran" yang disampaikan tentara Australia, dalam laporan itu disebutkan Papua Barat adalah bagian dari Melanesia dan harus merdeka dari Indonesia. Ketika ditanya tentang Papua Barat, Kamis (5/1) Menteri Pertahanan Australia Marise Payne dengan cepat mengatakan bahwa negaranya mengakui "kedaulatan dan integritas teritorial Indonesia".

Persoalan tentang wilayah ini juga memantik permusuhan pada tahun 2014, ketika Indonesia menuntut Australia agar menghentikan serangan angkatan laut ke perairannya. Australia mengakui telah memasuki perairan Indonesia "dalam beberapa kesempatan" untuk menindak kegiatan penyelundupan manusia. Lalu, Australia pun mengirimkan permintaan maaf resmi ke Jakarta.

Indonesia dan Australia mempererat kerjasama militer terutama setelah kasus Bom Bali 2002 yang menewaskan 202 orang termasuk 88 warga Australia, dan pemboman Kedutaan Besar Australia di Jakarta pada tahun 2004. Pertukaran di bidang pertahanan dimulai lagi, setelah sempat terhenti akibat konflik Timor Timur.

Pada bulan Desember 2015, atas informasi dari Kepolisian Federal Australia, polisi Indonesia menangkap sembilan orang atas dugaan ancaman teror. Kedua negara ini lantas menandatangani memorandum anti-teror di bulan yang sama. Pada bulan Agustus tahun lalu, salah seorang ahli menyatakan bahwa kerjasama Indonesia-Australia di bidang intelijen dalam hal penanganan terorisme sebagai hubungan terbaik di dunia.

Pulau Bali di Indonesia merupakan tujuan wisata utama bagi warga Australia. Berdasarkan data dari Bali Tourism Board sebanyak satu juta warga dari Negeri Kangguru itu mengunjungi pulau tersebut pada setiap tahunnya. Ini bukanlah hubungan perdagangan, namun sebanyak 50 juta orang dari kalangan kelas menengah Indonesia merupakan peluang besar bagi pariwisata Australia.

Tingginya harga visa untuk datang ke Australia -sekitar A$135 (atau sekitar Rp1,3 juta) tidak menyurutkan minat warga Indonesia untuk mengunjungi negara itu.
Hubungan perdagangan Meskipun langkah Australia menghentikan sementara pengiriman sapi-sapi ke Indonesia pada tahun 2011 mendapat banyak perhatian, Indonesia tetap menjadi mitra dagang terbesar ke-12 di Australia.

Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) mengemukakan, kerjasama perdagangan antara Australia dan Indonesia bernilai A$11,2 milyar (atau sekitar Rp107 triliun) pada tahun 2015 sampai 2016. Ekspor utama Australia adalah gandum, sementara impor terbesarnya adalah minyak mentah.

Hubungan perdagangan di bidang jasa terus tumbuh dengan nilai lebih dari A$4 miliar (atau sekitar Rp39 triliun) pada tahun 2015 sampai 2016, Australia mengekspor jasa pendidikan dan mengimpor jasa perjalanan. Hubungan antar kedua negara menjadi tegang pada bulan April 2015 ketika Presiden Indonesia Joko Widodo mengabaikan permintaan dari Australia untuk memberikan grasi kepada terdakwa pengedar narkoba Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, yang kemudian akhirnya dihukum mati.

Tapi kunjungan sukses Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull ke Jakarta pada tahun yang sama, dipandang bisa mencairkan ketegangan. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengunjungi Australia sebanyak empat kali selama ia duduk dalam tampuk kepresidenan, melebihi jumlah kunjungan yang pernah dilakukan presiden-presiden Indonesia sebelumnya.

Pada tahun 2010, ia dianugerahi penghargaan setelah berpidato di depan Parlemen - ini merupakan penghargaan pertama yang diberikan kepada orang Indonesia. Mantan Perdana Menteri Tony Abbott menghadiri pelantikan Presiden Joko Widodo pada bulan Oktober 2014. (*)

Tags : Australia, Politik, Pasang Surut Hubungan Australia dan Indonesia, Tegang Namun Pragmatis,