JAKARTA - Pemerintah Indonesia bakal memperluas cakupan kelompok masyarakat yang akan mendapatkan vaksin Covid-19 secara gratis, yang sementara ini tercatat 32 juta orang. Tambahan cakupan itu meliputi warga yang dalam status ekonomi kurang mampu, menjadi tulang punggung keluarga, dan tinggal di zona merah.
Akan tetapi, seorang pakar epidemiologi berpendapat pemerintah Indonesia semestinya memberikan vaksin secara gratis kepada seluruh penduduk di tengah kondisi pandemi dan bencana nasional demi tercapainya program vaksinasi. Jika tidak, maka Covid-19 bisa menjadi penyakit endemik dan memakan lebih banyak korban meninggal. Dicky Budiman, pakar epidemiologi dari Griffith University, mengatakan bahwa dalam kondisi pandemi dan penetapan status bencana nasional program vaksinasi Covid-19 harus ditangung sepenuhnya oleh pemerintah.
Selain karena vaksinasi termasuk dalam imunisasi khusus yang dimuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, menurut Dicky, juga untuk tercapainya herd immunity atau kekebalan masyarakat di suatu negara terhadap suatu penyakit tertentu. Jika hal itu tidak tercapai, maka Covid-19 bisa menjadi penyakit endemik sehingga pemulihan kesehatan masyarakat akan memakan waktu lebih lama. "Jadi kalau vaksinasi tak mencapai herd immunity, penyakit ini bisa jadi endemik. Tapi sebelumnya, akan banyak korban seperti yang terjadi pada penyakit Ebola di Afrika," ujar Dicky Budiman dirilis BBC News Indonesia, Minggu (13/12).
Karena itu ia menilai pemberian vaksinasi Covid-19 gratis hanya kepada 32 juta orang tidak akan berhasil mengatasi pandemi virus corona. Kalaupun tidak bisa menggratiskan seluruhnya, dia menyarankan pemerintah agar memperluas cakupan kelompok masyarakat yang akan menerima vaksinasi Covid-19 secara gratis. Yakni tidak hanya kepada tenaga kesehatan, petugas pelayanan publik, aparat keamanan, dan masyarakat kurang mampu. Tapi juga kepada golongan masyarakat yang kini secara ekonomi kondisinya sudah sangat terimpit karena dipecat akibat pandemi. "Saat ini yang setengah miskin jauh lebih besar dan belum layak ditanggung. Kalau dibuat skema bayar, akan membebani mereka."
Bagaimana agar vaksinasi berhasil?
Dicky Budiman juga menjelaskan, keberhasilan mengatasi pandemi Covid-19 akan tercapai jika efektivitas vaksin dipastikan mencapai 90%, kemudian R atau angka reproduksi virus corona di bawah 1, dan cakupan penerima vaksin mencapai 90%. Jika kombinasi ketiga syarat itu bisa dilakukan, maka herd immunity akan berhasil. Karena itu ia mengingatkan pemerintah Indonesia agar mempersiapkan program vaksinasi secara matang, sebab potensi kegagalan sangat besar. "Contohnya Ebola, tahun 2018 vaksin ditemukan dengan efektivitas 90%. Saat itu buru-buru dilakukan vaksinasi tapi gagal karena angka reproduksinya tinggi mendekati 5. Kemudian cakupannya rendah. Ini membuktikan adanya vaksin yang efektif sekalipun bukan jaminan. Gagal di tahun 2018 itu dan diulang lagi akhirnya."
"Pemerintah kan maunya cepat pulih, tapi bisa jadi lama. Di situ pemerintah akan kehilangan uang lagi untuk menyediakan vaksin."
Seperti apa rancangan vaksinasi Covid-19 di Indonesia?
Juru bicara program vaksinasi yang juga Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan pemerintah tak bisa menggratiskan vaksin Covid-19 karena persoalan anggaran. Kata dia, anggaran kesehatan pemerintah tidak hanya diprioritaskan untuk vaksin tetapi juga pembiayaan pengobatan pasien Covid-19 di rumah sakit, penyediaan ventilator, laboratorium. Selain itu masih ada kebutuhan anggaran untuk pembiayaan penyakit lain seperti TBC, HIV, dan Malaria. "Itu semua membutuhkan biaya. Itu yang kita coba untuk bagaimana semua pihak sama-sama untuk bisa mengatasi dan salah satunya vaksin sebagai upaya pencegahan sekunder selain 3M," imbuh Siti Nadia Tarmizi.
Istilah 3M merujuk pada protokol kesehatan untuk menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Itu mengapa pemerintah, lanjutnya, sangat mengharapkan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia untuk bersedia membantu menanggung biaya vaksin kepada pekerjanya masing-masing. Sejauh ini pemerintah menargetkan 107 penduduk sebagai penerima vaksin Covid-19 yang berstatus Emergency Use Authorization (EUA) pada 2021. Angka itu diperoleh berdasarkan penghitungan 60% dari 160 juta orang yang berada di rentang usia 18-59 tahun. Dari jumlah itu, 32 juta orang akan ditanggung pemerintah alias gratis dan 75 juta orang lainnya lewat program mandiri atau membayar sendiri.
Siapa saja kelompok masyarakat yang menerima vaksin gratis?
Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, kelompok sasaran penerima vaksin gratis itu adalah tenaga kesehatan beserta petugas yang ada dalam fasilitas pelayanan seperti petugas pembersih APD dan pembuang limbah medis. Kemudian, pekerja di pelayanan publik, anggota Polri-TNI, Satpol PP, kelompok masyarat rentan dan kurang mampu. Pengertian masyarakat rentan tersebut yakni mereka yang dalam status ekonomi kurang mampu, tulang punggung keluarga, dan tinggal di zona merah. Karenanya, kata Siti Nadia, pemerintah akan memperluas jumlah penerima vaksin gratis Covid-19 dari yang ditargetkan 32 juta orang.
Data kelompok masyarakat rentan masih dihitung ulang karena tersebar di Kementerian Sosial, Badan Pusat Statistik, dan pemerintah daerah. "Jadi kita tidak lihat apakah dia peserta BPJS atau tidak. Kita lihat apakah dia masyarakat rentan atau tidak. Kalau rentan akan menerima vaksin gratis ini. Tapi kalau kebetulan dia Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS akan masuk."
Wilayah mana yang prioritas mendapat vaksin?
Pemerintah, menurut Siti Nadia, menetapkan Pulau Jawa dan Bali sebagai prioritas penerima vaksin Covid-19 karena wilayah itu terdapat paling banyak kasus virus corona. "Jadi ada tujuh provinsi di Pulau Jawa dan Bali yang tinggi kasus Covid-19nya."
Data peta sebaran kasus per provinsi dari Satgas Covid-19 yang dihimpun dari 34 provinsi menunjukkan DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Riau, Kalimantan Timur, dan Bali mencatat kasus tinggi. Hingga Minggu (13/12), kasus kumulatif positif Corona di Indonesia sebanyak 617.820 kasus. Total pasien sembuh ada 505.836 kasus dan kasus meninggal mencapai 18.819.
Berapa harga vaksin mandiri?
Kementerian Kesehatan, sambungnya, belum bisa menentukan harga vaksin Covid-19 yang berbayar selama belum bisa dipastikan vaksin buatan mana yang akan masuk ke Indonesia dalam skema mandiri tersebut. Itu mengapa, ia meminta rumah sakit swasta agar tidak membuka pendaftaran vaksinasi Covid-19 terlebih dahulu. "Karena kita tidak tahu harganya dan barangnya dan pemerintah belum resmi memutuskan."
Sebelumnya Rumah Sakit Universitas Islam Indonesia telah membuka pemesanan vaksin Covid-19. Di akun resmi Instagramnya dikatakan, perkiraan vaksin baru akan datang dalam 1-2 bulan ke depan. Di situ juga tercantum nomor WhatsApp bagi yang berminat mendaftar dengan harga kurang lebih Rp450.000 per sekali suntikan.
Berapa banyak vaksin yang dibutuhkan Indonesia?
Untuk memenuhi vaksinasi Covid-19 kepada 107 juta penduduk, setidaknya pemerintah membutuhkan 214 juta dosis vaksin. Ratusan juta vaksin itu pun harus lolos persetujuan dan direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Sejauh ini sudah ada 1,2 juta vaksin siap suntik yang tiba di Indonesia buatan Sinovac. Siti Nadia berkata, vaksin itu hanya bisa diberikan kepada 600.000 orang. "Untuk mencapai 32 juta bisa dibayangkan tidak? 10% dari populasi saja belum". Kemudian pada Januari 2021, Indonesia akan kedatangan 1,8 juta dosis vaksin siap suntik dan tambahan 45 juta dosis vaksin berupa bahan baku untuk pembuatan vaksin.
Shena Elyzabeth, warga Bogor, Jawa Barat, mengaku tidak mempersoalkan jika harus membayar vaksin Covid-19 asalkan aman untuk penderita alergi sepertinya. Hanya saja, ia berharap harga yang dipatok untuk vaksin mandiri tidak lebih dari Rp200.000. "Kalau aman setuju saja (bayar). Tapi kalau bisa gratis lebih baik tapi apa pemerintah sanggup? Jadi kalau memang bayar asal terjangkau, jangan mahal."
Perempuan 33 tahun yang bekerja di perusahaan swasta ini mengaku tidak mengetahui detail tentang vaksin yang telah tiba di Indonesia. Ia tak tahu pasti bagaimana kualitas vaksin tersebut apakah memiliki efek samping atau tidak. Karena itu ia sedikit ragu pada vaksin buatan Sinovac tersebut. "Takutnya kalau gratis, vaksinnya tidak bagus, malah jadi autoimun ke saya."
Berbeda dengan warga DKI Jakarta, Rai Rahman Indra sangat berharap vaksin Covid-19 diberikan secara gratis seperti negara-negara lain. Hal lain, perekonomian masyarakat saat ini sedang payah apalagi yang mengalami pemutusan hubungan kerja. "Karena kondisinya pandemi, itu (vaksin) jadi tanggung jawab pemerintah untuk sediakan. Karena tak semua beruntung punya duit untuk bayar. Kalau vaksin bayar, ya tak akan mau ikut. Programnya gagal kan?," kata Perempuan yang bekerja di perusahaan swasta itu. (*)
Tags : Vaksin, Pulau Jawa dan Bali Prioritas Penerima Vaksin, Pemerintah Tetapkan Penyaluran Vaksin,