Nusantara   2025/08/02 12:56 WIB

Pemerintah Bakal Hapus Beras Medium dan Premium karena Ditemukan Maraknya Beras Oplosan di Pasaran

Pemerintah Bakal Hapus Beras Medium dan Premium karena Ditemukan Maraknya Beras Oplosan di Pasaran

JAKARTA - Masyarakat mungkin tidak akan menemukan lagi produk beras dengan label premium atau medium di warung atau toko karena pemerintah segera menghapus dua kategori beras tersebut.

Nantinya, hanya ada satu jenis beras di pasaran: beras umum atau disebut pula beras reguler.

Langkah penghapusan beras premium dan medium ini diambil saat otoritas menemukan maraknya beras oplosan di pasaran.

Adapun parameter kualitas dan harga beras umum akan ditentukan pemerintah dalam waktu dekat.

Namun, sejumlah pakar memperingatkan, penentuan kualitas dan harga beras umum sangat krusial berdampak terhadap masyarakat.

Salah langkah, bisa menambah jumlah masyarakat miskin karena harga beras makin sulit dijangkau.

Penghapusan kategori beras medium dan premium juga disebut sebagai bentuk "cari gampang" pemerintah menyelesaikan persoalan tata kelola beras nasional seperti kenaikan harga beras dan temuan beras oplosan.

"Ini kayak ujian nasional banyak yang joki, tapi pemerintah menghapus ujiannya," kata Said Abdullah, koordinator Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP).

Di sisi lain, Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengklaim klasifikasi beras medium dan premium sudah tidak relevan dengan kondisi di lapangan.

Beras umum bukan istilah baru. Keterangan tentang beras umum sudah ada di dalam Peraturan Badan Pangan Nasional No.2/2023.

Regulasi ini menyebutkan beras umum merupakan jenis beras yang terdiri dari beras pecah kulit (beras yang baru digiling untuk menghilangkan sekam/kulit luar saja) dan beras sosoh (sudah dilepas kulit arinya sehingga terlihat lebih putih).

Selain beras umum, ada juga klasifikasi beras khusus.

Beras khusus terdiri dari beras ketan; beras merah; beras hitam; beras varietas lokal; beras fortifikasi; beras organik; beras indikasi geografis; beras dengan klaim kesehatan; dan beras tertentu yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

Pemerintah akan melebur klasifikasi mutu beras. Semula terdapat pembagian kelas mutu yaitu beras premium; beras medium; beras submedium; dan beras pecah.

Dari jenis mutu beras ini, hanya beras medium dan premium yang diatur HET-nya oleh pemerintah.

Dengan rencana penyederhanaan ini, ke depan tidak ada lagi beras medium dan premium, tapi seragam menjadi beras umum atau reguler. Sementara klasifikasi beras khusus tetap dipertahankan.

Untuk harga eceran tertinggi beras umum nantinya tetap diatur pemerintah sebagai batas atas di pasaran. Harga beras khusus, tidak diatur pemerintah, tapi pelaku usahanya harus memegang sertifikat terhadap merek beras khusus tersebut.

Sejauh ini, pemerintah masih menggodok harga dan parameter kualitas beras umum.

"Kedua hal ini harus diatur benar-benar cermat. Keputusannya harus matang dan ini kami sedang siapkan. Mungkin dalam waktu dekat, perlu mengadakan satu kali rakortas (rapat kooridnasi terbatas) lagi," kata Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi.

Wacana beras umum ini berhembus di saat pemerintah menemukan apa yang disebut "beras oplosan" di pasaran.

Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, mengatakan otoritas telah memeriksa 268 merek beras. Sebanyak 212 merek di antaranya " tidak sesuai dengan standar yang ditentukan oleh pemerintah".

"Brokennya (beras patah) ada yang 30%, 35%, 40% bahkan ada sampai 50%. Jadi ini tidak sesuai standar, jadi ini mau oplos, mau apa saja namanya, yang terpenting, tidak sesuai dengan regulasi pemerintah," kata Menteri Amran usai rapat koordinasi terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto, Rabu malam (30/07).

Dalam perkembangan terbaru, kepolisian menetapkan tiga karyawan dari PT. FS—salah satu produsen beras yang merek dagangnya dituduh tidak memenuhi standar mutu dan kualitas.

"Tiga karyawan PT. FS menjadi tersangka, yaitu KG selaku Direktur Utama PT. FS, RL selaku Direktur Operasional PT FS, RP Kepala Seksi Quality Control PT. FS," kata Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, Jumat (01/08).

Helfi mengatakan modus operandi pelaku usaha adalah memproduksi dan memperdagangkan beras premium tidak sesuai standar mutu.

Ketiga tersangka ini dikenakan pasal-pasal dari UU Perlindungan Konsumen dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ancaman hukumannya masing-masing lima dan 20 tahun penjara.

Polisi, kata Helfi, telah menyita beras total 132,65 ton sebagai barang bukti dari gudang PT. FS di Cipinang, Jakarta dan Subang, Jawa Barat.

Selain PT. FS, polisi juga sedang memproses kelengkapan "fakta-fakta hukum" dari produsen beras lainnya yaitu PT. WPI, PT. SR dan PT. SY. "Untuk selanjutkan kita list penetapan tersangkanya," kata Helfi.

Pada 6-23 Juni 2025, Satgas Pangan Polri memeriksa beras yang dijual di pasaran pada 10 provinsi di Indonesia. Mereka memeriksa 268 sampel dari 212 merek beras premium dan medium.

"Ditemukan 189 merek yang tidak sesuai dengan mutu dan takaran," kata Helfi.

Kebijakan beras satu jenis disebut mempunyai risiko di banyak titik. Oleh karena itu, penentuan parameter kualitas dan harga beras umum dinilai sangat krusial.

Masyarakat miskin diyakini bakal terbebani dengan harga beras umum, jika pemerintah menetapkan harganya di antara beras medium dan premium.

"Warga miskin atau rentan tidak memiliki pilihan beras dengan harga lebih terjangkau," kata Khudori, Pengurus Pusat Perhimpunan Perekonomian Indonesia (Perhepi).

Khudori meminta pemerintah mewaspadai hal ini karena sebuah penelitian menunjukkan kenaikan harga beras 10% akan mengerek pertambahan angka kemiskinan 1%. Lebih dari seperempat pengeluaran orang miskin digunakan untuk membeli beras.

Bagi kalangan kelas menengah atas yang mempertimbangkan kualitas beras dibandingkan harganya, akan dirugikan karena pilihannya terbatas, kata Koordinator KRKP, Said Abdullah.

"Pemerintah perlu cermat juga menetapkan kriterianya supaya terjangkau oleh kelompok yang bawah, kemudian juga tidak merugikan kelompok yang atas," katanya.

Menurut data pemerintah, terdapat lebih dari 169.000 penggilingan padi di Indonesia. Namun, lebih dari 90% adalah usaha penggilingan kecil.

Usaha penggilingan skala kecil ini disebut tidak akan mampu memenuhi permintaan standar beras di tengah mutu medium dan premium.

"Jika maksimal butir patah 12,5%-15% dan butir menir 1% (ini nilai tengah kelas mutu medium dan premium), penggilingan padi kecil dikhawatirkan tidak mampu memenuhi kualifikasi mutu ini," kata Khudori.

Konsekuensinya, akan semakin banyak penggilingan skala kecil yang menganggur dan tak banyak orang dilibatkan dalam usaha ini.

Tarsono, petani padi di Indramayu, Jawa Barat, mengatakan kebijakan ini "masih sulit dibayangkan petani". Persoalannya, selama ini petani tak bisa diatur-atur dalam menentukan kelas mutu dan varietas padi tertentu.

"Sulit membayangkan untuk menggiring petani-petani supaya tanam varietas yang dinginkan pemerintah," katanya. "Jadwal tanam saja, sudah ditentukan (pemerintah), kadang-kadang mundur."

Menurut Said Abdullah, penghapusan beras premium dan medium bisa jadi solusi mengurangi praktik kecurangan. "Tapi pelaksanaannya tetap perlu dibarengi pengawasan," katanya.

Ia percaya hukum pasar berlaku: harga beras naik karena tingginya permintaan dan kurangnya pasokan.

"Tidak berkorelasi menurut saya dengan kenaikan harga yang tinggi," ujarnya.

Pada Juni 2025, kenaikan harga beras menjadi salah satu penyumbang inflasi 0,04% (mtm). Harga beras medium dan premium per 31 Juli 2025 juga menunjukkan masih berada di atas HET.

Namun, menurut Ayip—sapaan Said Abdullah—persoalan utamanya Bulog banyak menyerap beras tapi hanya tersimpan dan tidak dikeluarkan. "Beras di pasar berkurang," katanya.

Dalam satu pernyataan, Menteri Pertanian Amran mengatakan stok beras di gudang Bulog per 1 Juli 2025 mencapai 4,2 juta ton. Jumlah itu diklaim yang tertinggi sejak berdirinya Bulog pada 1969.

Di tengah situasi ini, pemerintah kemudian menyiapkan dua kebijakan untuk meredam lonjakan harga, yaitu penyaluran beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) serta bantuan pangan beras.

SPHP diguyur sebanyak 1,3 juta ton sampak akhir tahun, dan bantuan pangan akan digelontorkan sebanyak 360.000 ton.

"Baru dikeluarkan terakhir. Itu yang menurut saya agak aneh juga," kata Ayip. (*)

Tags : beras, beras medium dan premium, pangan, pemerintah hapus beras medium dan premium, beras oplosan,