Kesehatan   2021/12/25 15:4 WIB

Pemerintah Diminta Pastikan Kasus Omicron Rendah, 'Bukan Karena Tes dan Pelacakan yang Minim'

Pemerintah Diminta Pastikan Kasus Omicron Rendah, 'Bukan Karena Tes dan Pelacakan yang Minim'
Pemerintah berencana memperpanjang masa karantina pelaku perjalanan internasional yang masuk ke Indonesia menjadi 14 hari jika penyebaran Omicron meluas.

KESEHATAN - Epidemiolog mendorong pemerintah segera meningkatkan cakupan tes dan pelacakan kontak erat (tracing) kepada setiap orang yang datang dari luar negeri. Dua hal ini dianggap krusial untuk mencegah penyebaran varian Omicron di Indonesia.

Seruan ini diungkapkan saat kedatangan orang-orang dari luar negeri meningkat menjelang libur Natal dan Tahun Baru di tengah merebak pesatnya kasus Omicron di Eropa dan Amerika Serikat.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut saat ini hanya terdapat tiga kasus positif Omicron di Indonesia. Tiga pengidapnya dan orang yang berkontak dengan penderita varian itu disebut masih diisolasi di Wisma Atlet Jakarta.

Namun seiring makin meningkatnya jumlah orang yang datang dari luar negeri dalam beberapa hari terakhir dengan angka sekitar 3.500 penumpang per hari, bisakah Indonesia benar-benar menangkal masuknya Omicron?

Sejumlah negara di Eropa melakukan pengetatan di tengah merebaknya kasus Omicron, dengan angka terbesar di Inggris, lebih dari 12.000 kasus.

Sementara di Amerika Serikat, varian Omicron dilaporkan di hampir 40 negara bagian, menurut data dari lembaga The Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

Dr Anthony Fauci, penasehat pandemi pemerintah AS, mengatakan liburan Natal akan mempercepat penyebaran Omicron yang ia sebutkan "tengah mengamuk di dunia".

'Pelacakan jarang dilakukan'

Sementara itu, sejauh ini di Indonesia, Omicron baru dilaporkan tiga kasus positif. Ketiganya merupakan kasus yang dipicu kedatangan orang dari luar negeri.

Namun pelacakan kontak erat dalam beberapa bulan terakhir semakin jarang dilakukan karena kasus Covid-19 di Indonesia melandai, kata Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Hariadi Wibisono.

Hariadi mengatakan penelusuran perlu segera digenjot untuk mengantisipasi penyebaran varian baru virus corona, Omicron di tengah meningkatnya jumlah kedatangan dari luar negeri.

Sejumlah pendatang dari China yang sempat diisolasi di Manado, Sulawesi Utara, beberapa hari terakhir, dinyatakan sudah negatif Covid-19.

"Pencarian kasus harus dijaga, baru kita bisa yakin bahwa kasus yang rendah ini betul-betul rendah, bukan karena underreported (tidak terlacak)," kata Hariadi, Senin (20/12).

"Varian baru bisa ditentukan setelah kita menemukan kasus positif. Spesimennya diperiksa, baru kita bisa tentukan apakah itu Omicron atau bukan.

"Artinya, temukan kasusnya dulu, lalu tentukan variannya. Metode whole genomic sequencing (WGS) tidak akan berguna kalau kita tidak menemukan kasusnya," ujar Hariadi.

Merujuk data imigrasi, arus masuk orang dari luar negeri menuju Indonesia terus bertambah menjelang periode Natal dan Tahun Baru.

Jumlah pendatang yang masuk melalui bandara, misalnya, pada beberapa pekan terakhir berkisar 3.500 orang per hari.

Namun dalam jumpa pers virtual, Senin (20/12), Menteri Budi Sadikin berkata, secara umum mayoritas pelaku perjalanan luar negeri itu masuk lewat pintu laut dan darat.

Budi berkata, positivity rate (komparasi jumlah kasus positif dan jumlah tes) di pelabuhan dan perbatasan darat lebih tinggi ketimbang bandara.

Data itu diperolehnya dari analisis hasil tes PCR dan WGS. Yang disebut terakhir merupakan metode untuk menentukan varian virus corona yang diidap seseorang.

Untuk mencegah masuknya Omicron bersamaan dengan pelaku perjalanan luar negeri, para pendatang itu diwajibkan melakukan tes PCR ulang.

Budi mengatakan, penelusuran kontak erat juga akan ditingkatkan terhadap orang-orang di sekitar pendatang yang positif Covid-19 setibanya di Indonesia.

"Selain dengan metode WGS, kami juga gunakan tes PCR dengan STGF (S-gene target failure) yang bisa jauh lebih cepat mendeteksi varian," kata Budi dirilis BBC News Indonesia.

"Karena ini berfungsi sebagai marker, cara ini tidak akurat 100% seperti WGS, tapi bisa mendeteksi Omicron dalam waktu 4 sampai 6 jam. WGS butuh 3 sampai 5 hari," tuturnya.

Budi menuturkan, saat ini setiap pelaku perjalanan luar negeri yang masuk Indonesia wajib menjalani isolasi selama 10 hari.

Pemerintah, kata dia, mempertimbangkan memperpanjang masa karantina menjadi 14 hari jika penyebaran Omicron semakin meluas. 

Sementara itu, merujuk rapat koordinasi yang dipimpin Presiden Joko Widodo Senin (20/12), pemerintah memutuskan tidak akan meningkatkan level PPKM setelah kemunculan kasus Omicron.

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan, menyebut aktivitas masyarakat baru akan diperketat dalam sejumlah kondisi tertentu, salah satunya jika jumlah dalam sehari muncul 500 hingga seribu kasus.

Pertimbangan lainnya adalah saat keterisian tempat tidur di rumah sakit mencapai lebih dari 24% atau level dua.

Percepat vaksinasi untuk cegah kenaikan Omicron

Meningkatkan status PPKM hingga level tiga atau empat akibat Omicron serta jelang libur Natal dan Tahun Baru sulit dilakukan karena berbagai batasan yang telah ditentukan pemerintah, kata epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko.

Karena tak dapat bergantung pada pembatasan mobilitas masyarakat, Tri berkata dampak penyebaran Omicron akan sangat tergantung pada vaksinasi.

"Percepat vaksinasi supaya saat terjadi peningkatan kasus Omicron, imunitas masyarakat sudah lebih baik," ujar Tri.

"Walau kenaikan kasus akibat Omicron tidak akan bisa dibendung, paling tidak dampaknya akan lebih ringan dibandingkan varian Delta.

"Vaksin menyelamatkan kita dari dampak keparahannya, tapi tidak dari peningkatan kasusnya," kata Tri.

Merujuk data Kementerian Kesehatan, persentase masyarakat umum yang sudah menerima dua dosis vaksin Covid-19 baru mencapai 41,24%. Adapun lansia dengan dua dosis vaksin mencapai 38,98%.

Menteri Budi Sadikin mengklaim tengah pekan ini cakupan vaksinasi dua dosis di Indonesia bisa mencapai target yang ditentukan Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Bagaimanapun, epidemiolog Hariadi Wibisono menyebut vaksinasi tidak akan cukup membendung penyebaran varian Omicron. Menurutnya, kesadaran menerapkan protokol kesehatan dan menghindari kerumunan akan tetap krusial.

"Pencegahan Covid-19 secara keseluruhan adalah tentang protokol kesehatan dan vaksinasi. Jelang natal-tahun baru orang cenderung melakukan perjalanan, berkumpul, dan melupakan protokol kesehatan. Ini menjadi faktor yang memungkinkan terjadinya penularan,' kata Hariadi.

"Yang paling ideal, masyarakat sadar untuk tidak melakukan kegiatan yang mempercepat penularan. Tapi kalau masyarakat tidak sadar, mereka harus diatur atau diperkeras dengan pengetatan.

"Vaksinasi tidak menggantikan protokol kesehatan. Keduanya berjalan bersamaan, salah satu saja tidak cukup," ucapnya.

Hingga berita ini disusun, tiga kasus varian Omicron disebut pemerintah telah diisolasi di Wisma Atlet, Jakarta. Pemerintah tengah menutup tempat karantina itu hingga beberapa hari ke depan.

Tujuan penutupan sementara Wisma Atlet, kata Menteri Budi Sadikin, mencegah varian Omicron keluar dan menyebar ke masyarakat luas.

Tiga kasus Omicron itu disebut berasal dari pelaku perjalanan yang datang dari Nigeria, Inggris, dan Guyana.

Kebijakan lain yang kini diambil pemerintah adalah melarang kedatangan warga asing yang negaranya sedang dikecamuk Omicron, di antaranya Inggris, Denmark, dan Norwegia. (*)

Tags : Masyarakat, Virus Corona, Indonesia, Vaksin, Kesehatan,