JAKARTA - Rencana pemerintah Indonesia melarang transaksi jual beli di media sosial menuai kritik dari TikTok, aplikasi yang kerap digunakan sebagai platform jual beli oleh penggunanya.
Beberapa pejabat pemerintah dalam beberapa minggu terakhir menyerukan agar media sosial dan e-commerce dipisahkan dan menuding aplikasi media sosial seperti TikTok atas apa yang mereka sebut sebagai praktik monopoli yang mengancam bisnis lokal dan usaha kecil.
Pemerintah Indonesia berencana melarang transaksi jual beli barang di media sosial berdasar pada regulasi perdagangan terbaru, menurut Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga dalam rapat dengar pendapat di parlemen pada Selasa (12/06).
Adapun peraturan perdagangan saat ini tidak secara khusus mencakup regulasi tentang transaksi di media sosial.
“Revisi peraturan perdagangan yang sedang berjalan akan secara tegas dan eksplisit melarang hal ini,” ujar Jerry di parlemen.
Lebih jauh Jerry mengungkapkan bahwa saat ini hanya ada sedikit peraturan terkait e-commerce di media sosial. Maka dari itu, ia mengatakan perubahan terhadap undang-undang perdagangan yang berlaku saat ini.
"Media sosial dan perdagangan sosial tidak dapat digabungkan," katanya, seraya mencontohkan banyak penjual menggunakan fitur “live” di platorm TikTok untuk menjual dagangan mereka.
Pengguna media sosial di Indonesia menghabiskan lebih banyak uang di TikTok dibandingkan di negara lain di Asia Tenggara selama setahun terakhir, seiring dengan pertumbuhan pesat fitur e-commerce dalam aplikasi tersebut untuk memperoleh pangsa pasar regional yang besar dan jutaan penjual sejak peluncurannya pada tahun 2021.
Pada Rabu 13 September 2023, TikTok mengkritik kebijakan Indonesia yang berencana melarang transaksi di media sosial, dengan menegaskan bahwa memisahkan media sosial dan e-commerce ke dalam platform yang berbeda akan menghambat inovasi.
“Memaksa untuk memisahkan sosial media dan e-commerce ke dalam platform yang berbeda tidak hanya menghambat inovasi, tapi juga akan merugikan pedagang dan konsumen di Indonesia,” kata juru bicara TikTok Indonesia, Anggini Setiawan, seperti dikutip dari kantor berita Reuters.
Anggini juga menyerukan agar pemerintah Indonesia “menyediakan ruang kompetisi yang setara” bagi TikTok.
TikTok dimiliki oleh raksasa teknologi China ByteDance. Perusahaan tersebut mengatakan aplikasinya memiliki 325 juta pengguna aktif di Asia Tenggara setiap bulannya, dan 125 juta di antaranya berada di Indonesia.
Saat ini terdapat dua juta usaha kecil di TikTok Shop di Indonesia.
Adapun Meta – induk dari aplikasi media sosial Facebook dan Instagram yang juga memiliki platform e-commerce – belum memberikan respons.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan kepada wartawan pada Senin (11/09) bahwa revisi undang-undang akan mewajibkan perusahaan untuk mengajukan izin terpisah untuk media sosial dan e-commerce.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki juga menyatakan pada minggu lalu bahwa perusahaan tidak boleh menggabungkan media sosial dan e-commerce, dan memperingatkan bahwa Tiktok bisa menjadi “monopoli”.
Adapun, transaksi e-commerce di Indonesia menyumbang hampir US$52 miliar tahun lalu, menurut data Momentum Works. Dari jumlah tersebut, 5% transaksi terjadi di TikTok, terutama melalui platform live streaming. (*)
Tags : media sosial, dilarng transaksi di media sosial, tiktok kritik larangan transaksi di media sosial, perdagangan,