LINGKUNGAN - Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2024 yang memberikan perlindungan hukum bagi para pejuang lingkungan hidup secara lebih merinci.
Dalam aturan ini, individu dan kelompok yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat mendapatkan jaminan hukum dari ancaman tuntutan pidana dan gugatan perdata.
Peraturan ini diambil sebagai langkah nyata untuk mendukung perjuangan para aktivis, organisasi lingkungan, akademisi, serta masyarakat adat yang sering terlibat dalam advokasi lingkungan.
Mereka yang aktif melaporkan atau memprotes pencemaran lingkungan kini dilindungi dari berbagai bentuk tindakan balasan, termasuk kriminalisasi dan kekerasan.
Menurut pasal 2 peraturan tersebut, setiap orang atau organisasi yang memperjuangkan lingkungan hidup secara sah dijamin tidak dapat dituntut.
Hal ini mencakup individu, kelompok masyarakat, organisasi lingkungan, akademisi, hingga badan usaha.
Ini merupakan implementasi dari Pasal 66 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang sebelumnya telah mengatur hal tersebut.
Peraturan menteri ini memperkuat dan memberi sejumlah rincian, termasuk definisi terkait siapa saja pihak-pihak yang dapat disebut sebagai pejuang lingkungan hidup.
Beleid ini juga mengatur larangan atas segala bentuk tindakan pembalasan yang seringkali diterima oleh para pejuang lingkungan, melalui pasal 5.
Pada pasal itu, disebutkan jenis tindakan pembalasan bisa berupa pelemahan partisipasi publik, ancaman, somasi, hingga gugatan perdata.
Selain itu, ancaman fisik dan psikis kepada aktivis serta keluarganya juga menjadi bagian tindak pembalasan yang dilarang keras.
KLHK melalui peraturan yang sama juga menegaskan bahwa pejuang lingkungan yang menghadapi tindakan pembalasan akan mendapatkan bantuan hukum yang difasilitasi oleh negara.
Pasal 8 beleid itu menekankan pentingnya penanganan kasus pembalasan dan pemberian perlindungan hukum kepada pejuang lingkungan yang menghadapi tindakan pembalasan.
Selain penanganan, peraturan ini juga mengatur tentang pencegahan terjadinya tindakan pembalasan terhadap pejuang lingkungan.
Langkah-langkah pencegahan itu meliputi penguatan kapasitas aparat penegak hukum, pembentukan forum komunikasi, serta pengawasan oleh pemerintah daerah agar setiap pelanggaran lingkungan dapat segera ditindaklanjuti.
Greenpeace Indonesia menyambut baik terbitnya Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor 10 Tahun 2024 tentang Perlindungan Hukum Terhadap Orang yang Memperjuangkan Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat.
"Greenpeace menyambut baik Permen LHK tentang Anti Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP) ini, meski cukup terlambat, mengingat desakan dari organisasi lingkungan untuk adanya turunan regulasi dari Pasal 66 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah sejak lama diusulkan, bahkan sejak awal-awal pemerintahan Presiden Jokowi," kata Ketua Kelompok Kerja Politik Greenpeace Indonesia Khalisah Khalid saat dihubungi awak media, Selasa (10/9).
"Draft Permen ini cukup lama mengendap, dan mengakibatkan semakin banyak pejuang lingkungan yang dikriminalisasi," sambungnya.
Khalisah memberikan tiga catatan kritis terhadap Peraturan Menteri KLHK Nomor 10 Tahun 2024 tersebut.
Pertama, aturan tersebut menyebutkan bahwa individu yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai korban/pelapor yang menempuh jalur hukum.
Khalisah mengatakan, jika mengacu pada Permen KLHK 10/2024 ini, pejuang lingkungan hidup yang dilindungi hanya mereka yang menempuh hukum, sementara pembela pejuang di lapangan tidak mudah mengakses hukum yang adil.
"Dalam advokasi lingkungan hidup, dikenal strategi litigasi dan non litigasi. Lalu bagaimana perlindungan terhadap pejuang lingkungan hidup yang menempuh strategi non litigasi? Terlebih kita tahu, tidak mudah bagi warga negara untuk mendapatkan akses hukum yang adil, dan kita tahu fakta buramnya penegakan hukum di Indonesia," ujarnya.
Kedua, aturan tersebut menyebutkan bahwa untuk memperoleh penanganan perlindungan hukum, pejuang lingkungan hidup harus mengajukan permohonan perlindungan hukum.
Ia mengatakan, pejuang lingkungan hidup harus aktif melakukan permohonan.
Padahal, kasus-kasus lingkungan hidup sangat kompleks di mana peran KLHK mestinya lebih aktif tanpa menunggu laporan.
"Terlebih secara waktu yang disebutkan paling lama penilaian susbtansi selama 60 hari. Belajar dari kasus-kasus lingkungan hidup yang diadukan/dilaporkan ke KLHK, banyak kasus pengaduan yang tidak di-follow up secara serius, sehingga kasus-kasus tersebut semakin mengakumulasi konflik," tuturnya.
Ketiga, Khalisah mengatakan, Permen KLHK tersebut tidak menyebutkan tim/lembaga yang bertanggung jawab untuk menjalankan aturan perlindungan bagi pejuang lingkungan hidup.
"Apakah KLHK akan membentuk tim khusus? Karena hanya disebutkan ada tim penilai permohonan," kata dia.
Terakhir, Khalisah mengatakan, pemerintah harus memikirkan bagaimana perjuangan pembela lingkungan hidup dari ancaman kekerasan.
"Mengingat Greenpeace Indonesia merefer ke data Walhi yang menyebutkan 1.054 orang (1.019 laki-laki) dan (28 perempuan) dan 11 anak-anak mengalami kriminalisasi selama 2 periode pemerintahan Jokowi," ucap dia. (*)
Tags : Peraturan Perlindungan Hukum, Pejuang Lingkungan, Pemerintah Terbitkan Aturan Baru, Pejuang Lingkungan, Pidana-Perdata, Kementrian klhk, Peraturan menteri no 10 2024, Perlindungan hukum Pejuang Lingkungan,