"Pemilik warung nasi Padang yang menyajikan menu andalan, berupa sate ayam dan tempe mendoan di London bertahan ditengah Pandemi"
ua orang pemilik warung masakan Indonesia di London, Inggris bercerita tentang kerja keras dan tantangan yang mereka hadapi untuk tetap bertahan di tengah pandemi Covid-19 dan karantina wilayah ketat yang sempat diterapkan berbulan-bulan.
Pinondang Sinaga, pemilik Warung Pino di Camden dan Zukni Legowo, yang mendirikan Triplehot Spicy di kawasan Queensway, membuka usaha mereka tak lama sebelum pandemi terjadi. Usaha mereka sempat terganggu dengan lockdown ketat, dan kini mulai sibuk kembali.
"Sekarang sibuk terus, kalau akhir pekan selalu ngantri," kata Pino yang menyajikan menu andalan, berupa sate ayam dan Nasi Padang, serta tempe mendoan.
Untuk memenuhi minat pelanggan, setidaknya dia menghabiskan sekitar 60 blok tempe untuk mendoan dan sekitar 120 kilogram daging sapi untuk rendang dalam menu Nasi Padang.
Sementara di Queensway Market, tempat Zukni berjualan, yang berjarak sekitar setengah jam dengan kendaraan umum dari Camden, rendang juga menjadi andalan. "Bakso dan rendang, seminggu bisa sekitar 300 sampai 400 porsi per menu," cerita Zukni.
Di balik besarnya antusias warga, tingginya biaya operasional, liku-liku perizinan, dan ketidakpastian karena pandemi menjadi tantangan yang telah mereka hadapi dalam dua tahun terakhir.
Namun, mereka mengatakan ingin tetap jalan terus untuk memperkenalkan makanan Indonesia di Inggris, di tengah banyaknya restoran dari negara-negara tetangga Indonesia, seperti Thailand dan Vietnam, yang jauh lebih banyak dan lebih popular.
Presentasi "bakar sate"
Di antara deretan kios-kios makanan dan produk kreatif di Camden Market - salah satu destinasi turis di London - Warung Pino termasuk salah satu kedai makan yang ramai dikunjungi.
Pino sibuk membakar sate ayam, menu yang menurutnya banyak disukai pelanggan lokal. Hanya ada sekitar 10 kursi, namun aroma asap sate membuat banyak orang sempat termenung dan berhenti untuk melihat apakah gerangan atau mencoba mampir.
Pino mengatakan ia biasa datang pagi untuk masak sebelum membuka warungnya pada tengah hari sampai tutup pada pukul 18:00.
Ada sejumlah menu yang ia olah dan masak langsung di warung ini, termasuk gado-gado, ayam geprek, siomai dan pempek.
Camden Market - yang berdiri sejak 1974 - adalah salah satu destinasi turis di London dengan puluhan toko aneka produk kreatif dan kuliner.
Berbagai kedai makan dari mancanegara ada di sini, katanya sambil membakar sate, Pino bercerita tentang upayanya membuka warung di penghujung tahun 2019.
Pengalaman 15 tahun bekerja di industri restoran di London termasuk di sejumlah insitusi bergengsi, mendorongnya untuk mencoba membuka usaha sendiri.
Keahliannya membakar sate di atas arang dan menghidangkannya, ia tunjukkan di depan otorita Campden Market sebagai persyaratan untuk mendapatkan izin berjualan masakan Indonesia di lokasi yang dikunjungi ribuan orang setiap hari, terutama pada akhir pekan.
Mulai dengan kedai kecil tanpa bangku untuk pelanggan
"Benar-benar saya presentasikan sate ayam itu, dengan membakar sate di depan mereka (Pihak Camden Market) dengan menggunakan arang. Dengan mencium aroma, dan rasanya juga enak. Mereka suka sekali," katanya.
Pino bercerita, ia memulai dengan kedai kecil tanpa bangku dan para pelanggan menyantap sambil berdiri di seputar kios-kios yang berjejer.
Namun, usaha yang baru dimulai di penghujung 2019 itu, terhantam pandemi. Inggris menerapkan lockdown ketat.
"Lockdown pertama (Maret-Juli 2020), saya bisa buka tapi dengan take away. Di situ saya mulai berusaha bagaimana caranya agar bisnis saya bisa bertahan. Jadi saya kontak jasa makanan online seperti Uber Eats dan Deliveroo," kata Pino.
Karantina wilayah di Inggris diterapkan beberapa kali sejak Maret 2020. Kondisi mulai dilonggarkan kembali pada Juli 2021, dengan dibukanya restoran, pub dan berbagai tempat umum lain.
Pada petengahan tahun lalu, Pino pindah lokasi ke tempat yang lebih besar dengan kursi dan meja untuk pelanggan, tak jauh dari kedai pertamanya.
"Saya pernah ke Bali tiga tahun lalu. Rasa masakan di sini sama dengan yang pernah saya rasakan, enak sekali," celoteh seorang perempuan muda yang datang bersama ibunya.
Sementara seorang pemuda yang minta sambal banyak ke Pino dan mengaku sebagai pelanggan tetapnya mengatakan, "Saya biasa pesan Nasi Padang dengan rendang... juga sayur nangka. Warung ini tempat masakan terenak yang pernah saya coba."
Dalam dua tahun terakhir ini, kata Pino, pengamatan soal pelanggannya adalah "60% orang Indonesia, selebihnya orang lokal. Jadi untuk orang Indonesia sendiri yang lebih banyak mereka pesan adalah Nasi Padang, bakso, gado-gado, mie ayam. Dan yang orang lokal banyak pesan rendang daging dan sate ayam."
Pino mengatakan salah satu tantangan terbesar adalah tingginya biaya, baik untuk operasional ataupun sewa. "Untuk satu tahun rental itu sebesar antara £60.000-£100.000 (Rp1,16 miliar-Rp1,93 miliar). Plus semua keperluan di dapur seperti kompor, peralatan masak, dan segala macam."
Mengerjakan semua sendiri
Biaya tinggi juga merupakan tantangan bagi Zukni, pemilik Triple Hot Spicy. Ia mengatakan mengakalinya dengan mengerjakan sebagian besar sendiri dan dibantu sang istri.
"Mulai dari belanja, masak, bersih-bersih, sampai melayani di kafe ini, semua harus saya kerjakan sendiri. Istri membantu memasak dan menyiapkan di rumah," ceritanya.
Makanan yang telah dimasak di rumah ini, dipanaskan kembali di tempatnya berjualan. Nasi Padang dan mi bakso juga menjadi andalan Zukni, selain es cendol dan jajanan pasar. Ada satu rak di kafenya yang berisi berbagai panganan kering Indonesia.
Zukni mengatakan sudah cukup lama membuat bakso dan menjualnya secara daring serta di berbagai bazar acara masyarakat Indonesia. Pekerjaan sebelumnya adalah supir mengantar tamu-tamu dari Indonesia.
Namun, pandemi Covid membulatkan tekadnya untuk menekuni usaha kuliner ini. Ia menyebut prosedur ketat seperti izin usaha dan urusan pajak merupakan salah satu hal yang perlu dia lalui, sebelum dapat membuka warung ini. Dan untuk mengetatkan dana, semua dia kerjakan sendiri.
"Semua itu serba berbelit-belit dan susah ya tapi selama kami ikuti, perbaiki, lengkapi semuanya, akhirnya saya bisa buka."
Triple Hot spicy juga sempat tutup karena lockdown. Namun dalam lebih tujuh bulan terakhir, kembali ramai. Mayoritas yang datang adalah orang Indonesia, kata Zukni.
"Perkembangan turis Indonesia dan mahasiswa yang mulai berdatangan ke kota London, ini menjadi penyemangat saya untuk ke depannya."
Usaha Zukni dengan Triple Hot Spicy belum masuk satu tahun namun ia mengatakan sudah memiliki rencana.
"Paling engga saya ingin membuka beberapa cabang di kota-kota lain dan bisa membuat produk-produk yang bisa dipasarkan di ritel-ritel besar di Inggris," kata Zukni lagi.
Pino juga punya rencana ekspansi. Dia berencana membuka restoran di Soho, juga kawasan ramai di pusat kota London.
"Saya cinta makanan Indonesia, saya orang Indonesia, saya mau membawa nama Indonesia ke kancah global. Saya mau makanan Indonesia bersaing dengan negara-negara tetangga Indonesia yang lainnya," kata Pino serius. (rp.emy/*)
Tags : Pangan, Bisnis, London,