BAGI masyarakat yang peduli demokrasi dalam penyelenggaraan negara, pemilu merupakan sesuatu yang dipersyaratkan dan jadi tonggak pendewasaan demokrasi.
Pemilu 2024 yang dipersyaratkan jadi tonggak dan pendewasaan demokrasi. Jadi pemilu yang demokrasi untuk kualitasnya harus ditingkatkan.
Tinggal sekitar setahun lagi masyarakat Indonesia akan menorehkan sejarah baru untuk pertama kali penyelenggaraan pemilu, pemilihan presiden, dan pilkada digelar secara serentak pada 2024.
Penyelenggaraan pemungutan suara pemilihan presiden, serta pemilihan anggota DPD, DPR, DPRD I dan II, digelar pada 14 Februari 2024.
Sementara pemilihan kepala daerah digelar secara serentak pada November 2024.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai penyelenggara dan pengawas pemilu mempunyai komitmen kuat untuk mewujudkan pemilu, pilpres, dan pilkada berlangsung jujur, adil, dan demokatis.
Untuk merealisasikan komitmen itu, berbagai upaya telah ditempuh KPU dan Bawaslu, di antaranya menggelar diskusi untuk memantau kemungkinan persoalan yang akan muncul guna mencari solusi yang terbaik.
Lantas bagaimana meningkatkan kualitas Pemilu 2024 sebagai upaya pendewasaan demokrasi di Tanah Air?
KPU secara resmi telah menetapkan 17 partai politik peserta Pemilu 2024. Ada sembilan partai yang mempunyai wakil di DPR dan delapan partai yang lolos verifikasi faktual.
Penetapan itu menunjukkan partai politik yang akan ikut kontestasi pesta demokrasi lima tahunan berikut nomor urutnya.
Partai yang mempunyai wakil di DPR yaitu PDI-P, Partai Golkar, Gerindra, Partai Demokrat, PKB, PPP, PAN, PKS, dan NasDem.
Sementara partai yang tidak mempunyai wakil di DPR, tetapi lolos verifikasi faktual yaitu PSI, Perindo, Partai Garuda, Partai Gelora, Hanura, PBB, dan Partai Buruh.
Analog sebuah pertandingan olahraga, kontestasi pemilu mempunyai pemain, yakni partai-partai politik; ada wasit, yakni KPU, Bawaslu; serta aturan main, yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Peraturan KPU, dan UU No 10/2016 tentang Pilkada, dan aturan lainnya.
Setiap partai peserta pemilu, atau pilpres, dan pilkada harus patuh/taat terhadap aturan yang berlaku. Begitu pula wasit, harus tegas dan berwibawa.
Itu penting karena kalau wasit tidak independen dan berwibawa, misalnya, bisa timbul konflik antarpendukung partai (supporter).
Ambisi menang pemilu bagi parpol itu boleh dan sah-sah saja. Namun, jika itu dilakukan dengan menghalalkan segala cara, lewat politik uang misalnya, atau kampanye hitam, bisa berdampak buruk bagi rakyat.
Kontestasi politik lewat pemilu tak lain sebagai sarana membangun konsolidasi politik agar kehidupan politik di Tanah Air menjadi dewasa, serta muaranya menuju kematangan demokrasi.
Selain itu, pemilu merupakan sarana mewujudkan kedaulatan rakyat dan kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu, pemilu harus memberi dampak pada kualitas hidup rakyat yang makin sejahtera.
Mengingat esensi demokrasi adalah persatuan dan kebangsaan, maka tak boleh ada tawar-menawar, bahwa wakil rakyat yang lolos pemilu harus wakil rakyat yang mampu menyejahterakan rakyat.
Kalau boleh jujur, keinginan mulia itu belum terlihat pada anggota DPR sekarang dan mereka belum menghasilkan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial yang bisa dibanggakan rakyat.
Pendewasaan demokrasi
Dalam bahasa lain, pemilu dalam konteks di atas sebenarnya bukan hanya untuk memilih wakil rakyat yang legitimate sesuai pilihan rakyat, melainkan pemilu itu sendiri secara substantif membawa pesan moral agar rakyat yang telah memenuhi syarat menurut UU bisa memilih wakilnya yang mempunyai hati nurani terhadap penderitaan rakyat, sekaligus menjadi alat untuk mencapai tujuan yang bisa membawa kesejahteraan bagi rakyat dan bangsa Indonesia.
"Mengingat esensi demokrasi adalah persatuan dan kebangsaan, maka tak boleh ada tawar-menawar, bahwa wakil rakyat yang lolos pemilu harus wakil rakyat yang mampu menyejahterakan rakyat."
Karena itu, bagi masyarakat suatu negara yang peduli terhadap demokrasi dalam penyelenggaraan negara, pemilu merupakan sesuatu yang dipersyaratkan dan jadi tonggak pendewasaan demokrasi.
Sudah menjadi kesepakan di kalangan para ilmuwan politik, seperti Dahl (1989), Almond (1974), Apter (1985), Huntington (1993), Lijphart (1984), dan Gaffar (1995), untuk memahami ada tidaknya demokrasi dalam penyelenggaraan negara diperlukan enam indikator seperti berikut.
Semua indikator itu dimaksudkan untuk memengaruhi kebijakan pemerintah melalui pemilu yang tertib, damai, dan demokratis.
Dalam sistem demokrasi, munculnya beda pendapat hingga konflik akan disalurkan lewat lembaga pemilihan.
Selain itu, demokrasi memerlukan kelembagaan yang mapan, serta norma yang disepakati bersama.
Tanpa semua itu, kita tak mungkin melaksanakan demokrasi, sehingga pemilu hanya bersifat prosedural yang akan menghasilkan wakil rakyat, tetapi tidak peduli terhadap masalah kesejahteraan rakyat.
Itulah esensi Pemilu 2024 yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan pendewasaan demokrasi di Tanah Air.
Tags : analisis, uu pemilu, fenomena, pilar keempat demokrasi, kesejahteraan rakyat, pesta demokrasi, kualitas pemilu, kedaulatan rakyat, kontestasi pemilu, zulkifli ap, pemilu 2024, tonggak dan pendewasaan demokrasi, opini,