
KEPRI - Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) berencana membuat kawasan wisata terpadu eksklusif (KWTE) seperti wisata dan lokasi perjudian.
"Ya kira kira dikawasan Kabupaten Bintan gitu, tapi ini masih wacana, sebab juga masih ditentang sebagian tokoh di Kepri," kata Wawan Sudarwanto, dari Lwmbaga Penelitian Pengembangan Pendidikan (LP3) Anak Negri, Jumat (14/3).
Di kawasan itu nantinya akan tersedia tempat perjudian bertaraf internasional. Tetapi usulan KWTE ini sudah diajukan Pemda Bintan sejak sebulan yang lalu ke DPRD setempat.
Lokalisasi judi Kasino Ala Las Vegas itu ditentang keras oleh pihak-pihak yang tak sependapat, kata Wawan Sudarwanto.
Selain LP3 Anak Negeri yang ikut menentangnya, para wakil rakyat di Kepri juga telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas usulan tersebut.
"Angggota Pansus masih akan mengkaji lebih dalam atas usulan Pemda Bintan. Kami mengakui sekarang ini usulan kawasan wista itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota dewan sendiri. Hal itu karena adanya arena perjudian," kata Ketua Pansus Joko Zakaria dalam perbincangannya, Jumat (14/3).
Joko menjelaskan, dalam usulan KWTE itu, sebenarnya tidak semata-mata untuk membangun lokasi perjudian.
Tapi perjudian itu sendiri sifatnya hanya melengkapi dari sebuah kawasan wisata yang terletak di Lagoi ujung Pulau Bintan.
KWTE dalam konsep yang diajukan Pemkab Bintan, bertujuan membangun obyek wisata yang terdiri dari hotel, resort serta lokasi permainan tradisional.
Karena selama ini objek wisata Lagoi mempunya luas 27 ribu hektar. Sedangkan yang baru dimanfaatkan hanya 10 persen saja.
"Obyek wisata itu selama ini dikelola investor Singapura. Dan yang mereka kelola baru sebatas 10 persen dari lokasi yang ada. Karenanya Pemkab berencana memperluas objek wisata di lokasi yang sama," terang Joko.
Untuk mewujudkan kawasan tersebut, Pemkab Bintan perlu payung hukum yang nantinya akan dijadikan Peraturan Pemerintah (Perda) daerah.
Dasar itulah, DPRD Bintan tengah menggodok segala usulan obyek wisata yang kini menimbulkan pro dan kontra itu.
"Pro kontra ini timbul, karena dari sekian banyak objek wisata yang akan dibangun, di antaranya menyediakan fasilitas judi. Sebenarnya arena judi ini sifatnya hanya pendukung saja, bukan tujuan utama dari KWT itu sendiri," terang Joko yang juga menjabat Wakil Ketua DPRD Bintan itu.
Tetapi menurut Wawan Sudarwanto dari LP3 Anak Negeri kembai mengingatkan, Pemerintah di Batam pernah melegalisasi judi itu pada 2001 lalu.
Jauh sebelum judi online atau daring marak belakangan ini, perjudian telah memiliki sejarah panjang di Tanah Air. Bahkan, ada upaya legalisasi perjudian sebagai bagian dari pengembangan kawasan khusus.
Salah satu jejak kebijakan itu dapat ditemui di ujung utara Pulau Batam, Kepulauan Riau. Kompleks pertokoan tua bernama Marina City Waterfront di pulau itu menjadi saksi Batam pernah menjadi pusat judi paling akbar di Semenanjung Malaka.
Pada awal 2000-an, kawasan di Pulau Batam itu dikenal sebagai ”Las Vegas”-nya Indonesia. Perjudian di Marina City Waterfront menjadi atraksi paling menarik bagi pejudi dari sejumlah daerah, utamanya dari negara tetangga Singapura.
Namun, insiden penembakan di kawasan Nongsa mengubah arah angin kebijakan. Kini, kompleks perjudian itu seolah menjadi kota mati.
Sejak 2005, hampir semua tempat judi yang ada di Marina sudah ditinggalkan dan terbengkalai. Sebagian kecil ada yang beralih fungsi menjadi mes pekerja, penginapan, warung makan, dan bar.
”Dulu (turis) ramai sekali di sini. Mata uang apa pun berlaku. Terserah mau pake rupiah, dollar, atau ringgit,” kata Wawan Sudarwanto tadi Jumat (14/3).
Wawan menilai, setiap hari ribuan turis datang dari Singapura dengan feri yang dapat langsung berlabuh di samping kompleks Marina.
Dulu, dunia judi dan hiburan malam di Marina adalah daya tarik utama Batam.
”Yang dulu paling ramai itu kasino Las Vegas dan diskotek Danny’s. Yang bisa masuk cuma orang asing, kalau pribumi enggak boleh,” ujarnya.
Aturan tersebut diterapkan dengan ketat oleh anggota satuan pengamanan (satpam) di Marina.
Menurutnya, hampir tak pernah ada keributan besar di kawasan itu. Semua aman terkendali.
”Yang jadi satpam itu polisi, (jumlahnya) ada puluhan, makanya enggak ada yang berani macam-macam. Dulu saya yang pegang job katering makan untuk mereka,” ucapnya.
Ia menambahkan, kawasan Marina tidak hanya menjadi markas judi. Meskipun tidak dijalankan secara terbuka, prostitusi juga sempat marak di lokasi itu.
”Di sini dulu juga ada tempat striptis sampai 2016 kalau tidak salah. Prostitusi marak, tetapi diam-diam. Istilahnya di bawah tangan,” katanya.
Masa Wali Kota Batam dijabat Nyat Kadir telah menandatangani Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 17 Tahun 2001 tentang Kepariwisataan di Kota Batam.
Di Pasal 6 peraturan itu disebutkan jenis usaha Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif (KWTE) meliputi gelanggang permainan (istilah lain judi), panti pijat, klub malam, karaoke, dan diskotek.
Kawasan KWTE dirancang berlokasi di Pulau Rempang. Persoalannya, saat itu lahan di Rempang statusnya masih milik negara sehingga Nyat Kadir menyurati Ketua DPRD Batam Taba Iskandar pada 2002 untuk meminta persetujuan membuat lokasi KWTE sementara di kawasan Marina dan Nongsa.
Lokasi KWTE di Nongsa berjarak sekitar 20 km dari pusat Kota Batam. Nongsa berada di bagian utara ujung pulau sebelah timur, sementara Marina City di ujung utara pulau bagian barat.
Kronologi pembentukan KWTE di dua lokasi itu pun dikonfirmasi oleh Taba dalam wawancara dengan wartawan pada September 2023. Ia juga menyebut perda soal KWTE itu kemudian menjadi landasan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City yang kini ditolak warga karena bakal menggusur sejumlah kampung adat.
Nota kesepakatan KWTE sementara ditandatangani Kepala Dinas Pariwisata Batam Buralimar pada Agustus 2002. PT Dewa Menara Wisata diizinkan mengelola kegiatan eksklusif yang terdiri dari jackpot, blackjack, roullete, mahjong, poker, sport betting, dan semacamnya.
Upaya pemerintah melegalisasi judi dengan selubung istilah KWTE memicu gelombang penolakan warga. Puncaknya pada 23 November 2002, warga bernama Kornelis Lakapada (37) tewas ditembak saat mengikuti demonstrasi menuntut ditutupnya judi kasino di Tering Bay Resort, Nongsa.
Selain Kornelis, tiga anggota Ikatan Keluarga Muslim Flores (IKMF) juga mengalami luka berat akibat peluru tajam. Mereka adalah Inwan (32) yang mengalami dua luka tembak di bagian kening, Riki (30) mengalami dua luka tembak di bagian paha kiri, dan Ober Sahat Rumohorbo (32) yang mengalami luka di bagian atas bibir kanan.
Satu bulan kemudian, polisi menetapkan Andi Wijaya alias Joyo sebagai tersangka penembakan yang menewaskan Kornelis. Joyo yang merupakan satpam Tering Bay mengaku mendapat pistol FN 46 dari seseorang asal Aceh.
Insiden berdarah itu membuat situasi semakin panas dan penolakan terhadap legalisasi judi menguat. Lembaga non-pemerintah Badan Antikorupsi Independen (Bakin) Batam yang saat itu diketuai Syamsul Paloh melaporkan dugaan kolusi yang dilakukan Nyat Kadir dan Buralimar terkait legalisasi judi di Tering Bay Resort.
”Karena ada insiden (terbunuhnya Kornelis), Bakin turun investigasi. Kami minta segala perjudian yang ada di Batam ditutup dan semua pelakunya diproses hukum,” kata Syamsul yang kini menjabat Ketua Gerakan Nasional Antinarkoba (Granat) Kepri.
Pada Januari 2003, Komisi Ombudsman Nasional (KON) menyurati Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah untuk menindaklanjuti laporan Bakin Batam terkait dugaan korupsi Nyat Kadir dan Buralimar. Namun, Polda Riau hanya menetapkan Buralimar sebagai tersangka tunggal kasus legalisasi judi di KWTE Tering Bay.
Mantan anggota Bakin bagian penelitian dan pengembangan, Ahmad Hambali Hutasuhut, mengatakan, kasus itu masih menggantung sampai sekarang. Penyidikan terhadap Buralimar berhenti di tengah jalan.
Menurut Hambali, Bakin hanya mengawal kasus terkait KWTE Tering Bay di Nongsa. Adapun penutupan perjudian di Marina City Waterfront dilakukan oleh polisi berdasarkan perintah Kepala Polri Jenderal Sutanto pada 2005.
Sutanto dikenal tegas memberantas judi saat menjabat Kepala Polda Sumatera Utara dan Jawa Timur pada 2000-2002. Setelah dilantik menjadi Kapolri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Sutanto menegaskan tidak ada kompromi sedikit pun dengan judi.
Kisah ”Las Vegas”-nya Batam menjadi cerminan bagaimana arah angin kebijakan sangat menentukan penataan bisnis pariwisata dan pengembangan daerah.
Demikian halnya dalam penanganan judi online yang belakangan ini marak dan menimbulkan kerugian besar bagi korbannya. Kebijakan yang tegas akan sangat menentukan bagi pemberantasan judi online. Kemaslahatan warga seharusnya menjadi pertimbangan utama. (*)
Tags : korupsi, judi, batam, utama, kasino, judi online, marina city waterfront,