
PEKANBARU, RIAUPAGI.COM – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau tengah mengkaji rencana pengelolaan sektor perkebunan sawit sebagai upaya optimalisasi pendapatan daerah.
Rencana ini mencakup kemungkinan pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) baru atau memanfaatkan BUMD yang telah ada.
Sebelumnya, Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST) mengaku telah mengusulkan hal itu sejak lima tahun terakhir. Mengingat lahan kebun sawit seluas 1,3 juta ha bermasalah yang ada di Riau nantinya bisa dikelola oleh BUMD ini.
"Aspek utama dalam manajemen penerimaan daerah yang perlu mendapat perhatiaan serius adalah pengelolaan pendapatan asli daerah (PAD) yang harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar bagi pelaksanaan otonomi daerah," kata Ketum INPEST, Ir Ganda Mora M.Si dalam bincang bincangnya kemarin.
Menurutnya, jika BUMD terbentuk, ini menunjukkan bahwa selain PAD bisa bertambah dan merupakan tolak ukur terpenting bagi kemampuan daerah
dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah.
"Sehingga PAD mencerminkan kemandirian suatu daerah. PAD dapat berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan pendapatan yang berasal dari Perusahaan Daerah (PD) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)," sebutnya.
Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid sendiri menyampaikan hal tersebut usai mengunjungi Dinas Perkebunan Riau di Jalan Cut Nyak Dien, Rabu (5/3/2025). Dalam kesempatan itu, ia didampingi oleh Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto.
“Saya telah meminta Kepala Dinas Perkebunan Riau untuk menyusun formulasi terkait rencana pendirian BUMD Perkebunan. Mudah-mudahan dalam waktu dekat, kajian mengenai luas lahan yang bisa dikelola dapat segera diselesaikan,” ujar Wahid.
Rencana ini berfokus pada pemanfaatan lahan yang sebelumnya bermasalah secara hukum, tetapi kini telah memiliki putusan inkrah di pengadilan dan dapat dikelola oleh pemerintah daerah.
“Tadi ada laporan dari Pak Wagub bahwa beberapa lahan sudah memiliki putusan inkrah. Nantinya, lahan tersebut akan dikelola oleh daerah melalui badan usaha yang sesuai,” tambah Wahid.
Meski demikian, jumlah lahan perkebunan sawit yang akan dikelola serta potensi pendapatan yang dapat dihasilkan belum dirincikan. Gubernur menegaskan bahwa kajian menyeluruh masih diperlukan sebelum kebijakan lebih lanjut ditetapkan.
“Kita upayakan ini menjadi peluang bisnis baru bagi daerah. Oleh karena itu, kita meminta kajian lebih lanjut dari Dinas Perkebunan,” jelasnya.
Kepala Dinas Perkebunan Riau, Syahrial Abdi, menyatakan kesiapannya untuk menindaklanjuti arahan Gubernur, termasuk melakukan kajian potensi lahan sawit yang dapat digarap.
Di sisi lain, salah satu BUMD Riau, PT Sarana Pembangunan Riau (SPR), memiliki anak usaha bernama SPR Trada, yang saat ini menjajaki peluang bisnis di industri peternakan sapi perah di Riau.
Terkait kemungkinan SPR Trada mengelola perkebunan sawit sesuai gagasan Gubernur Wahid, Syahrial menegaskan bahwa hal itu masih perlu dikaji lebih mendalam.
“Yang jelas, pengelolaan harus sesuai dengan core business yang ada. Jika tidak memungkinkan, maka opsi membentuk BUMD baru bisa dipertimbangkan. Hasil kajian ini nantinya akan disampaikan kepada Gubernur,” pungkasnya.
Tetapi Abdul Wahid dan SF Hariyanto menyimpulkan bahwa Disbun Riau telah siap mendata Kebijakan Satu Peta terhadap luas wilayah perkebunan di Riau.
Disbun Riau telah menemukan luas wilayah masing-masing perusahaan. Yang mana untuk yang telah punya IUP sebanyak 1,4 juta hektare dan yang memiliki HGU itu hanya 1 juta hektare," katanya.
"Kemudian juga ditemukan IUP nya 7000 hektare namun yang ditanam hanya 5000 hektare, jadi ada kelebihan," tambah Gubernur Riau Abdul Wahid.
Sementara itu, dikatakan Abdul Wahid dari total perusahaan perkebunan yang beroperasi di Riau, hanya 30 persen yang membayar pajak. Dirinya ingin daftar perusahaan yang tidak membayar pajak tersebut disebarkan ke publik.
"Saya minta perusahaan perusahaan yang tidak bayar pajak itu diumumkan ke publik, agar masyarakat dan publik tahu bahwa mereka mendirikan usaha namun tidak bayar pajak di Riau," katanya.
Selain itu, Abdul Wahid juga menyoroti pajak perorangan. Menurutnya, banyak individu yang berdomisili di Riau, tetapi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mereka terdaftar di Jakarta. Ini menyebabkan potensi penerimaan pajak daerah dari sektor ini menjadi berkurang.
Kembali disebutkan Ganda Mora bahwa Ia mencontohkan pada daerah Sumatrea Utara yang sudah lebih dahulu membentuk PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) yang telah mampu melakukan berbagai inovasi dan transformasi sehingga ke depan dapat dipastikan provinsi tetangga itu bisa meraup hasil profit atau keuntungan.
"PSU merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara yang didirikan berdasarkan Perda Propinsi Sumatera Utara tahun 1979," ungkapnya.
Menurutnya, hingga akhir tahun 2020 kemarin, PSU memiliki lahan seluas 14.332,71 hektar dengan luas produksi atau Tanaman Menghasilkan (TM) 9.169,43 hektar.
Sedangkan sisanya merupakan lahan pembibitan, replanting, Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan areal tidak bertanam lainnya.
Komoditas yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit PSU antara lain minyak sawit mentah (crude palm oil), inti kernel kelapa sawit (kernel oil) dan tandan buah segar (TBS).
"Jadi untuk di Riau sudah pantas dibentuk BUMD. Belum terlambat, untuk menggarap sektor perkebunan muncul karena saat ini perlu dilakukan pemanfaatan lahan yang sebelumnya bermasalah secara hukum."
"Mengingat gugatan pemerintah ada yang sudah dimenangkan di pengadilan dan berstatus inkrah secara hukum sehingga harus bisa dimanfaatkan untuk menambah PAD, Rekrutmen Tenaga Kerja dan dapat menentukan harga TBS," sebutnya.
"Lahan yang sudah inkrah itu nanti pemprov bisa ambil dan kelola melalui badan usaha yang dibrntuk. Diharapkan langkah itu dapat menjadi satu peluang bisnis baru sebagai sumber pendapatan bagi daerah. Makanya Risu sudah saatnya upayakan, diformulasikan dulu oleh kadisbun," jelasnya.
Sementara Syahrial Abdi sendiri menyatakan siap menindaklanjuti arahan tersebut dan secepatnya melakukan kajian terhadap potensi lahan sawit dan bentuk badan usaha yang akan mengelolanya.
Menurutnya, Riau sudah punya BUMD yakni PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) yang memiliki anak usaha bernama SPR Trada. Unit usaha ini sudah menjajaki peluang bisnis di industri peternakan sapi perah di Riau.
"Apakah SPR Trada bisa meng-cover gagasan gubernur untuk mengelola perkebunan, belum bisa kita pastikan. Alternatif lain yakni kita bentuk BUMD yang baru. Makanya perlu kajian lebih mendalam sebelum keputusan diambil. Yang jelas harus sesuai core bisnisnya. Nanti kita tindaklanjuti hasil kajian itu kepada gubernur," jelasnya. (*)
Tags : badan usaha milik daerah, pemprov bentuk bumd, riau, bumd perkebunan sawit, bumd perkebunansawit untuk optimalkan pad, pendapatan asli daerah,