
PEKANBARU - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau kembali menunjukkan keseriusan mengejar target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak ditengah krisis keuangan yang masih melilit bumi Lancang Kuning ini.
"Pemprov Riau hadapi krisis keuangan buat target PAD jadi taruhan."
"Saya hari ini ke Bapenda lagi, kemarin sudah berdiskusi apa yang harus kita lakukan langkah dalam rangka memaksimalkan pendapatan asli daerah, terutama dari sisi pajak kendaraan bermotor, yang kedua air permukaan," kata Gubri Abdul Wahid, Rabu (20/3).
Dalam beberapa tahun terakhir, kata Gubri, target yang ditetapkan oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau selalu meleset.
"Tahun 2024 lalu, Bapenda mengalami penurunan. Stagnasi pendapatan jumlahnya fantastis, yaitu Rp1,5 triliun," sebutnya.
Gubernur Riau, Abdul Wahid, kembali turun tangan dengan mendatangi Kantor Bapenda Riau. Ia menekankan kepada seluruh pegawai dan pejabat Bapenda untuk bekerja ekstra keras demi mencapai target PAD.
Gubri Wahid tidak mau lagi mendengar alasan-alasan klise, ia ingin butuh aksi nyata, bukan sekadar laporan di atas kertas. Sehingga, pajak-pajak yang belum tertagih dimaksimalkan lagi.
"Kita harus berinovasi! Cari cara-cara baru untuk meningkatkan pendapatan dari pajak kendaraan bermotor dan air permukaan. Ini dua sektor yang masih bisa kita gali potensinya," ujar Abdul Wahid.
“Saya mengusulkan ada inovasi salah satunya door to door, kapan perlu buka posko masjid-masjid dibuka setiap Jumat, atau di kantor-kantor desa siapa yang mau bayar pajak ada ada petugasnya dan diumumkan harinya dan jelas, ada pendekatan dengan masyarakat," sebutnya,
"Saya tidak mau lagi dengar ada kata-kata mau bayar pajak saja susah,” tambahnya.
Dalam kunjungan tersebut, Abdul Wahid juga menyempatkan diri untuk meninjau langsung pelayanan pembayaran pajak di Samsat Simpang Tiga.
Ternyata pelayanannya masih jauh dari harapan. Pelayanan bank daerah yang bekerja sama Pemprov Riau juga perlu berbenah.
Ia juga menyoroti ketergantungan pada pajak kendaraan baru yang menurutnya sangat bergantung pada kondisi ekonomi. Keluhan warga yang kesulitan membayar pajak karena tidak membawa KTP juga tak luput dari perhatian Abdul Wahid.
“Tadi kendalanya ada masyarakat tidak bawa KTP. Ini zaman digital, petugas harus bisa cek data warga secara online!," ujarnya.
Abdul Wahid kemudian melontarkan ide-ide "brilian" seperti pelayanan door to door dan pembukaan posko pembayaran pajak di masjid-masjid dan kantor desa.
"Kita harus jemput bola. Jangan cuma duduk manis di kantor menunggu wajib pajak datang," cetusnya.
Selama ini, masyarakat mungkin enggan membayar pajak karena kurang informasi, pelayanan yang rumit, atau jarak yang terlalu jauh.
"Kita harus ubah itu! Saya ingin pelayanan yang lebih dekat dan ramah kepada masyarakat," pungkas Abdul Wahid.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau tengah menghadapi krisis keuangan serius, dengan defisit anggaran mencapai Rp1,5 triliun dan tunda bayar lebih dari Rp2,2 triliun.
Kondisi ini disebut sebagai yang terburuk dalam sejarah Riau dan memaksa Gubernur Abdul Wahid untuk mencari solusi guna mengatasi permasalahan tersebut.
"Angka tunda bayar yang mencapai lebih dari Rp2,2 triliun jauh lebih besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yang biasanya hanya berkisar antara Rp200 hingga Rp250 miliar," ungkap Gubri pada rapat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang berlangsung di Balai Serindit, Gedung Daerah, Pekanbaru.
Menurut Abdul Wahid, permasalahan ini timbul akibat pengelolaan keuangan yang tidak sesuai dengan aturan pada periode pemerintahan sebelumnya.
Ia menyoroti tata kelola anggaran yang tidak tertib, yang menyebabkan timbulnya utang besar yang kini menjadi beban keuangan daerah.
Meski telah dilakukan evaluasi terhadap seluruh lembar kerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD), langkah tersebut belum cukup untuk menutup tunda bayar yang terjadi.
Pemprov Riau harus mencari strategi yang tepat agar program-program pemerintahan tetap berjalan tanpa semakin memperburuk kondisi keuangan.
Sebagai langkah awal, Abdul Wahid mempertimbangkan pemangkasan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov Riau.
"Saat ini, anggaran untuk TPP mencapai Rp85 miliar per bulan dan dinilai sebagai salah satu pos anggaran yang bisa dikurangi untuk menjaga stabilitas keuangan daerah," kata Gubri.
Selain TPP, beberapa pos anggaran lainnya juga akan dikaji ulang, termasuk biaya perjalanan dinas, konsumsi rapat, serta sewa gedung untuk kegiatan seremonial dan Focus Group Discussion (FGD).
Saat ini, belanja pegawai sudah menyedot sekitar 38 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau, yang melebihi batas ideal sebesar 30 persen. Oleh karena itu, pemangkasan anggaran dinilai perlu dilakukan guna menyeimbangkan keuangan daerah.
Abdul Wahid menegaskan bahwa dirinya siap mengambil keputusan yang mungkin tidak populer demi menyelamatkan kondisi keuangan daerah.
Ia mengungkapkan bahwa tekanan yang dihadapinya sangat besar dan bahkan mempengaruhi pola tidurnya.
"Sudah 11 hari kerja ini, saya baru bisa tidur hampir jam 3 subuh dan bangun jam 5 subuh. Itu hampir setiap hari. Setelah salat, saya langsung lanjut rapat dan bekerja. Begitu seriusnya saya mengurusi daerah ini, karena saya lihat memang tidak ada solusi dari permasalahan yang ada," ujar Abdul Wahid.
Meskipun kebijakan efisiensi anggaran ini mungkin akan menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, Abdul Wahid menegaskan bahwa langkah tersebut diambil demi kepentingan daerah dalam jangka panjang. Ia berharap, perbaikan tata kelola keuangan yang dilakukan dapat mencegah terulangnya krisis serupa di masa mendatang.
"Maka saya tegaskan, biarlah kebijakan saya tidak populer, tidak masalah. Yang penting persoalan selesai. Saya sebagai pemimpin harus tegas dan berani bertanggung jawab," tutupnya. (*)
Tags : kerisis keuangan, pemprov riau hadapi krisis keuangan, krisis keuangan buat target pendapatan asli daerah meleset, pad riau, pemprov buat efisiensi anggaran dan tunda bayar,