Nusantara   2025/11/05 15:48 WIB

Penambangan Emas Ilegal di Jambi Sudah Gunakan Alat Berat, 'Jadi Bawa Antara Berkah dan Petaka'

Penambangan Emas Ilegal di Jambi Sudah Gunakan Alat Berat, 'Jadi Bawa Antara Berkah dan Petaka'

JAMBI - Sejumlah ekskavator beroperasi tidak jauh dari Jalan Lintas Bangko-Kerinci di Kecamatan Sungai Manau dan Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.

Alat berat itu digunakan untuk mengeruk area pinggir sungai demi mendapatkan butiran emas.

Aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di sana dilakukan tanpa gangguan. Para penambang tampak leluasa berburu emas, meski disaksikan pengguna jalan.

Penambangan emas bukan barang baru di kabupaten tersebut. Berdasarkan keterangan dari salah satu mantan penambang, masyarakat sedari dulu mencari emas dengan cara tradisional, yakni dengan teknik mendulang atau bahasa lokalnya ngerai.

Namun, pada 2010, pemodal membawa alat berat masuk ke Kecamatan Sungai Manau.

Warga di sana kemudian dipekerjakan sebagai penambang dan operator alat berat. Sejak itulah, kegiatan penambangan emas menjadi eksploitatif dengan merusak alam.

Sekira 2013, masyarakat setempat mulai membeli ekskavator dengan harga sekitar Rp1,1 miliar hingga Rp1,6 Miliar untuk menambang.

Ada yang membeli secara kredit dengan bertaruh dapat dilunasi dari hasil pertambangan ilegal. Ada pula masyarakat yang menyewa eskavator bulanan dengan harga sekitar Rp125 juta per bulan.

Dari tambang emas ilegal, penambang bisa mendapat berkah. Mulai dari menghidupi keluarga, membiayai pendidikan anak sampai perguruan tinggi, hingga dapat membeli mobil mewah.

"Ada yang kuliah pakai duit emas. Naik haji saja dari emas. Kalau emasnya terjual, bisa Rp30 juta hingga Rp50 juta per hari. Aku dulu punya tambang tiga unit, kalau sekarang sudah dijual," kata warga Merangin, Hendra (50),.

Hendra mengisahkan dirinya pernah mendapatkan emas seberat sekitar 1,5 kilogram dan meraih untung bersih sekitar Rp400 juta pada 2014.

"Besar emas yang didapat [setara] satu piring makan. Jualnya ke tauke [pedagang] emas. Setelah bayar [upah] orang, biaya minyak, bersihnya sekitar Rp400 juta," ungkapnya.

Namun, pada 2018, butiran emas tidak didapatkan Hendra. Padahal, dia sudah mengalokasikan hampir Rp100 juta untuk memasok bahan bakar alat berat, serta membayar ongkos pekerja.

Karena mengalami kebangkrutan, dia memilih menjual alat berat lalu membuka usaha di Kecamatan Bangko. Aktivitas penambangan emas ditinggalkannya.

"Menambang emas ini sama dengan berjudi. Bisa saja tak dapat, tergantung rezekilah. Namanya mencari emas, kadang ketemu, kadang tidak," ujar Hendra.

Meski demikian, menurut Hendra, penambangan emas di Kecamatan Sungai Manau kini makin padat sehingga sudah sulit untuk mencari titik lokasi yang baru.

Dia menyampaikan ekskavator untuk penambangan emas di Kecamatan Sungai Manau bisa mencapai 100 hingga 200 unit.

Emas dari Merangin biasa dijual ke Kota Bangko, Kota Jambi, hingga Sumatera Barat.

Hendra mengatakan penambangan emas ilegal akan terus berlanjut di Merangin karena sebagian besar masyarakat di Sungai Manau masih bergantung dengan penambangan tersebut.

Seorang warga lainnya menyampaikan para penambang emas sebenarnya mengetahui penambangan emas ilegal merupakan petaka bagi lingkungan. Namun, mereka tidak mempunyai pilihan lain untuk menyambung hidup.

Jika polisi melakukan razia, masyarakat tidak takut melawan.

"Masyarakat di sana kompak. Melawan semua," cetus Hendra.

Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu Polres Merangin, Ipda Boby, mengklaim polisi acap kali dihalangi masyarakat saat menangkap pelaku penambangan emas ilegal.

Pada Juni 2025, Polres Merangin diadang masyarakat ketika melakukan razia di Desa Karang Brahi, Kecamatan Pemanang Selatan. Sementara itu, pelaku penambangan emas meloloskan diri.

Tidak hanya diadang, 10 polisi sempat "disandera" oleh masyarakat setelah menangkap 15 penambang di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin, Jambi, pada Februari 2022 lalu.

Masyarakat yang menahan para polisi mendesak pembebasan 15 penambang jika kepolisian ingin 10 anggotanya dilepaskan. Musyawarah pun dilakukan. Polisi kemudian membebaskan 15 pelaku penambangan ilegal.

Ipda Boby mengklaim kepolisian sampai saat ini masih terkendala dalam melakukan penegakan hukum karena banyak masyarakat yang mendukung penambangan emas ilegal.

Menurutnya, kepolisian tidak bisa serta merta bertindak demi menghindari terjadinya bentrok dengan masyarakat.

"Masih ada masyarakat sekitar yang mendukung aktivitas tersebut. Beberapa kali kami melakukan penindakan. Pada saat kami mau mengamankan pelaku dan barang bukti, kami diadang ," ujarnya, Rabu (08/10).

Sejak Januari hingga awal Oktober 2025, Polres Merangin telah menangani lima kasus penambangan ilegal dan menangkap 10 tersangka; sembilan orang di antara mereka adalah penambang pekerja dan satu orang pengawas penambangan.

Kabupaten Merangin menjadi daerah terluas di Provinsi Jambi, mencapai 7.668,61 kilometer persegi yang terbagi menjadi 24 kecamatan.

Berdasarkan pendataan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi pada 2024, terdapat wilayah pertambangan emas tanpa izin di 20 kecamatan di Kabupaten Merangin.

Total luas penambangan emas ilegal di daerah tersebut mencapai 17.935 hektare; 882 hektare berada di hutan lindung, 2.660 hektare berada di kawasan hutan produksi, 13.537 berada di area penggunaan lain (APL), dan 774 hektare berada di wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat.

"Di Merangin banyak anak sungai. Hampir di seluruh anak sungai itu sudah ada aktivitas PETI," kata Koordinator Komunikasi KKI Warsi, Sukma Reni, Rabu (08/10).

Klaim kepolisian bahwa masyarakat berulang kali menghalangi razia aparat ditepis Direktur Lembaga Tiga Beradik (LTB), Hardi Yuda.

Ketua LSM yang fokus terhadap persoalan lingkungan tersebut menuding ada pihak yang membekingi para penambang hingga memasok BBM untuk aktivitas penambangan.

Sedangkan pelaku penambangan yang ditangkap, menurut Yuda, selalu masyarakat biasa.

Karena itu, Yuda mengatakan jika pemerintah benar-benar ingin mengatasi persoalan penambangan ilegal, pemerintah harus menyasar pejabat dan aparat yang terindikasi terlibat dalam bisnis penambangan ilegal.

"Proses penertiban ini tidak hanya dilakukan di tingkat tapak, tetapi juga memasuki ranah yang lain, seperti rantai pasokan minyak, pemilik modal, dan sebagainya," kata Yuda.

Gubernur Jambi, Al Haris, menyatakan telah meminta kepolisian melakukan penindakan hukum terhadap para pelaku dan pemodal penambangan emas ilegal.

"Saya sudah sampaikan pihak keamanan agar segera melihat itu. Bicara penambangan emas tanpa izin, sejak awal sudah tahu. Kita jangan halang-halangi petugas," sebutAl Haris, Jumat (03/10).

"Kemudian jangan ada yang membekingi di situ. Saya berharap segera Polres Merangin ke lapangan. Kalau ini mengganggu lingkungan, tolong segera ditindak," sambungnya.

Bupati Merangin, M. Syukur, mengaku sudah melaksanakan perintah gubernur dengan merilis Surat Edaran bernomor 414/491/DPMD/2025 yang ditandatangani pada 17 September 2025.

Dalam surat edaran ini, kepala kecamatan (camat), kepala desa, dan ketua BPD diinstruksikan untuk menginventarisir, mengawasi, serta melaporkan setiap aktivitas penambangan tanpa izin kepada pihak berwenang baik secara lisan maupun tertulis.

Selanjutnya kepala desa, ketua BPD, sekretaris BPD, anggota BPD, dan perangkat desa yang diduga sebagai pelaku penaambangan tanpa izin dan diduga melanggar pakta integritas jabatan, diperiksa oleh tim terpadu Pemerintah Kabupaten Merangin (inspektorat, DPMD, dan perangkat daerah lainnya).

"Yang jelas saya sudah membuat surat edaran untuk mengingatkan kades, BPD, dan, camat tidak terlibat soal penambangan emas tanpa izin. Kita persuasif dahulu," ujarnya.

Kapolres Merangin, AKBP Kiki Firmansyah, mengatakan sudah menekankan pada anggotanya agar tidak terlibat dalam penambangan emas ilegal.

Bila terbukti anggotanya terlibat dalam penambangan emas ilegal dia akan menindak tegas sesuai hukum yang berlaku.

"Saya menegaskan anggota, tidak melakukan aktivitas penambangan emas tanpa izin. Mungkin ada juga keluarga polisi yang bermain dikaitkan dengan polisi bermain, kami akan telusuri itu," katanya, akhir September lalu.

Kapolres Merangin melalui Kasbubsi Penmas Polres, Aiptu Ruly, mengimbau masyarakat untuk melaporkan aparat yang terlibat penambangan emas ilegal disertai bukti. Masyarakat yang melapor akan dijamin keamanannya.

"Kita tidak bisa memantau semua anggota. Tapi apabila ada aduan dari masyarakat yang dilakukan oleh anggota, maka perintah kapolres tegas," katanya, Jumat (17/10).

"Ini sudah disosialisasikan ke polsek. Mungkin dalam waktu dekat, akan ada tindakan," tambahnya.

Sementara itu, Komandan Distrik Militer 0420/ Sarko, Letnal Kolonel Infanteri Wisnu Yakhya, tidak memberikan bantahan saat ditanyai mengenai keterlibatan militer dalam penambangan emas ilegal. Namun, dia mengatakan pihaknya akan menyelidiki keterlibatan personel TNI dalam aktivitas ilegal tersebut.

"Nanti akan kami tindak lanjuti lagi. Kami selidiki dahulu. Kemudian akan kita tindak sesuai prosedur," katanya.

Aktivitas penambangan emas ilegal telah merusak lingkungan hidup Kabupaten Merangin.

Berdasarkan pengukuran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Merangin, indeks kualitas air sungai di Merangin mengalami penurunan signifikan. Pada 2022 indeks kualitas air di sana mencapai 53,3 poin.

Selang dua tahun kemudian, indeks kualitas air sungai di daerah tersebut berada di bawah baku mutu, yakni 36,6 poin.

Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran DLH Kabupaten Merangin, Sugiono, mengatakan penambangan emas ilegal menjadi penyumbang terbesar dalam pencemaran sungai di Kabupaten Merangin.

Faktor lainnya, yakni pertanian dan perkebunan yang menyumbang zat kimia, limbah domestik atau sampah rumah tangga, serta galian C.

"Masih ada masyarakat yang membuang sampah sembarangan. Tetapi, kurang signifikan ketimbang penambangan emas tanpa izin," kata Sugiono.

Tidak hanya membuat sungai menjadi keruh, aktivitas penambangan emas ilegal melepas zat kimia berbahaya, yakni merkuri. Zat ini biasa digunakan untuk menyaring emas yang ditambang di sekitar pinggir sungai.

Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa paparan merkuri dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan, seperti gangguan saraf, masalah pada ginjal, bahkan mengakibatkan janin dalam kandungan mengalami keguguran.

Zat kimia ini dapat masuk dalam tubuh melalui rantai makanan, karena dapat meracuni biota dan diserap tanaman pangan termasuk padi.

"Ada kandungan yang secara umum berbahaya bagi kesehatan seperti dari logam berat merkuri yang secara sistemik dapat diserap biota air," ujar Sugiono.

Dampak pencemaran air ini tentu dikeluhkan masyarakat setempat. Tidak hanya kehilangan sumber air bersih, masyarakat kesulitan mendapatkan ikan hingga menghadapi sepinya pengunjung ekowisata.

Kondisi ini terjadi di sekitar Air Terjun Muara Karing, salah satu situs Geopark Merangin, yang berada di Renah Pembarap, Kabupaten Merangin.

Aliran sungai di sana mengalami kekeruhan yang membuat pengunjung per harinya berkurang.

Lebih jauh, Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Merangin, Suherman, mengatakan penambangan emas ilegal telah memasuki kawasan inti Geopark Merangin.

Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, pihak UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) dapat mencabut Geopark Merangin dari Warisan Dunia, katanya.

Apalagi pada 2026, pihak UNESCO akan melakukan evaluasi Geopark Merangin sebagai Global Geopark.

Sejak 2016, penambangan emas ilegal turut merusak Hutan Desa Bukit Gajah Berani yang berada di Desa Birun, Kacamatan Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin.

Padahal, hutan desa seluas 2.278 hektare ini aktif dijaga oleh masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Bukit Gajah Berani.

Tim LPHD Bukit Gajah Berani sudah beberapa kali mengimbau para pelaku penambangan emas ilegal agar pergi dari hutan desa tersebut.

Terakhir, ketika patroli pada April 2025 lalu, tim LPHD Bukit Gajah Berani menemukan aktivitas penambangan emas dengan dua ekskavator.

Tampak pula kamp dan barisan jerikan berisikan BBM di sekitar pertambangan emas.

Tim patroli langsung menghampiri para pelaku penambangan. Setelah proses mediasi, dua alat berat tersebut dikeluarkan dari hutan desa.

Ketua LPHD Bukit Gajah Berani, Aris Adrianto, mengatakan pihaknya sudah melaporkan aktivitas penambangan tanpa izin ini ke Dinas Kehutanan Provinsi Jambi disertai bukti berupa foto dan video.

Sampai saat ini, tim penjaga hutan desa tersebut masih menunggu tindak lanjut dari dinas kehutanan.

"Kita ke Dinas Kehutanan Jambi. Mereka menyaksikan video (bukti). Dalam surat pengaduan itu, data sudah lengkap," katanya.

"Harapannya kalau ada pelaku PETI di kawasan hutan, harus ditindak tegas. Ini masalah serius bagi hutan desa. Pemerintah tidak boleh tinggal diam," lanjutnya.

Penambangan emas ilegal di Merangin telah menimbulkan korban jiwa.

Pada 2016 lalu, sebanyak 11 penambang tewas karena tertimbun longsor tambang emas ilegal yang berada di Renah Pembarap, Kabupaten Merangin.

Lalu, terdapat dua orang meninggal dunia karena mendulang emas di bekas galian ekskavator penambangan emas ilegal yang berada di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Sungai Manau pada 11 Juli 2025 lalu.

Dua hari setelahnya, satu operator penambangan emas ilegal tewas karena jatuh bersama alat berat dan tertimbun longsor saat menambang emas di Pangkalan Jambu.

Menanggapi kasus ini, Bupati Merangin, M. Syukur, mengatakan penambangan emas ilegal sudah marak terjadi Merangin.

Pemerintah daerah sedang melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk mengatasi persoalan ini.

"Mungkin ada langkah strategis yang akan kita lakukan. Ini kan sudah marak ya. Ada daerah yang berpotensi jadi pertamabngan rakyat. Ini akan didiskusikan," katanya pada Juli 2025 lalu.

Apa alternatif pendapatan warga jika penambangan emas ditutup?

Redi (30), warga Kecamatan Sungai Manau, bertanya-tanya dari mana masyarakat mendapat penghasilan jika penambangan emas ilegal ditutup?

Sebagai pemuda yang tumbuh di tengah aktivitas penambangan emas ilegal, Redi tahu betul peran penambangan emas bagi masyarakat Merangin.

Menurutnya, penambangan emas sudah menjadi mata pencarian utama warga.

Adapun pendapatan dari persawahan dan perkebunan karet tidak sepadan dengan penambangan emas ilegal.

"Kalau sekarang menanam karet, mati. Kalau persawahan cuma untuk dikonsumsi sehari-hari. Belum ada langkah konkret pemerintah untuk mengatasi kesejahteraan masyarakat," katanya.

Dia menyampaikan para penambang emas sebenarnya mengetahui penambangan emas ilegal merupakan petaka bagi lingkungan. Namun, mereka tidak mempunyai pilihan lain untuk menyambung hidup.

Menurutnya, menghentikan penambangan emas tanpa memberikan solusi, hanya menimbulkan masalah baru.

"Khawatir bila aktivitas penambangan emas diberhentikan secara total, masyarakat tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kriminalitas di sana meningkat," ujarnya.

Penambangan emas sudah berlangsung di Pulau Sumatra, termasuk di Jambi, setidaknya sejak awal Masehi.

Berdasarkan catatan kuno pada abad ke-7 Masehi, masa klasik Hindu-Buddha, Pulau Sumatra dikenal sebagai "Swarna Dwipa" yang berarti Pulau Emas atau wilayah yang kaya emas.

Menurut arkeolog bernama Bambang Budi Utomo dalam buku Kebudayaan Zaman Klasik Indonesia di Batanghari, orang-orang dari India, bangsa China hingga Timur Tengah, hilir mudik di Pulau Sumatra untuk berdagang dan mendapatkan emas.

Perdagangan di pulau ini didukung dengan keletakannya yang strategis untuk aktivitas pelayaran.

Emas tidak hanya diperdagangkan, tetapi juga menjadi bahan untuk membuat arca pada masa klasik Hindu-Buddha.

Sisa-sisa kebudayaan ini dapat disaksikan pada dua arca Awalokiteswara berlapis emas yang ditemukan di Situs Rantau Kapas Tuo, Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi.

Penambangan emas terus berlanjut pada era kolonialisme bangsa Eropa, tetapi dilakukan secara ekspoitatif. Pada masa kolonialisme Belanda, industri emas digandrungi bahkan diperebutkan.

Salah satu pertambangan emas yang terkenal pada masa itu ialah pertambangan emas Lebong di Provinsi Bengkulu.

Di kawasan Jambi tidak ditemukan catatan kuno dan jejak perusahaan penambangan emas pada masa kolonialisme Belanda.

Dosen Ilmu Sejarah Universitas Jambi, Irhas Fansuri Mursal, mengatakan bangsa Belanda pada awal abad ke-20 Masehi mengembangkan pertanian dan perkebunan agraris di Jambi.

Meski demikian, penambangan emas dengan cara tradisional terus dipertahankan oleh masyarakat setempat.

Warisan dari Belanda ini terus dipertahankan oleh orang-orang di Jambi hingga pada masa kemerdekaan.

Perkebunan karet menjadi sumber penghidupan utama bagi masyarakat lokal kala itu. Sedangkan penambangan emas tidak terlalu diminati.

"Karet menjadi tumbuhan yang mempunyai nilai tinggi di Eropa. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, ada masa kejayaan karet yang berlanjut pada masa setelah Indonesia merdeka," katanya.

Hal itu diamini Zulkifli (65), tokoh masyarakat di Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin.

Menurutnya, masyarakat lokal memang mencari emas dengan cara mendulang atau yang disebut ngerai pada masa penjajahan Belanda, tetapi tidak menjadi mata pencarian utama. Apalagi harga emas pada 1970 ke bawah tidak sebanding dengan harga beras.

"Zaman dahulu berharga padi ketimbang emas. Dua setengah gram emas, cuma satu gantang beras (2,5 kilorgam). Emas tidak berharga. Gara-gara tidak berharga, makanya orang berkebun dan bersawah," jelasnya, Minggu (19/10).

Namun, ketika peralihan Orde Baru ke era Reformasi, sekitar tahun 1997, harga karet mengalami penurunan signifikan.

Pada saat yang sama, harga emas mengalami kenaikan sehingga masyarakat Jambi khususnya di Kabupaten Sarolangun berbondong-bondong beralih ke penambangan emas.

"Masyarakat Jambi melihat pertanian ini sudah tidak menguntungkan atau tidak bisa menjadi sumber penghidupan yang layak lagi, sehingga terjadi peralihan. Ada dorongan juga harga emas naik pada masa krisis moneter," kata Dosen Ilmu Sejarah Universitas Jambi, Irhas Fansuri Mursal.

"Mereka melihat peluang baru yang mana Jambi kaya akan emasnya. Di sinilah terjadi transisi sebagai respons atas kondisi ekonomi tersebut. Terjadi peralihan subsistensi agraris ke ekonomi ekstraktif yang berbasis sumber daya alam," tambahnya.

Zulkifli sendiri juga melakukan penambangan emas. Dia sudah melakukan kegiatan ini sejak usia belasan tahun.

"Emas saat itu mudah mencarinya. Anak-anak SD ada saja yang mencari emas. Kalau lubang jarum dekat, anak sekolah langsung masuk untuk cari emas," ujar pria yang juga menjadi Ketua Adat Desa Birun.

Ketika dewasa, kegiatan ini ditekuninya lantaran harga emas mengalami kenaikan signifikan. Dengan bantuan blower untuk bernapas saat berburu emas di kedalaman 20 hingga 40 meter, dia dan belasan kawannya pernah mendapatkan emas sebarat 100 gram.

"Hasilnya tidak tentu, kadang-kadang lumayan. Tergantung di tempat orang ambil itulah," katanya.

Dia mengakui bahwa mencari emas di lubang jarum adalah aktivitas yang berbahaya. Bahkan pada 2016 lalu, terdapat 11 orang yang meninggal dunia akibat tertimbun longsor di lubang jarum yang berlokasi di Simpang Parit, Kecamatan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin.

Namun, peristiwa itu tidak membuatnya berhenti melakukan penambangan emas di lubang jarum.

Pada 2021, barulah Zulkifli berhenti menambang emas di lubang jarum. Usianya tidak lagi muda.

Dia merasa tubuhnya tidak sebugar dahulu untuk berburu emas di dalam tanah.

Zulkifli (65), tokoh masyarakat di Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin, beberapa tahun lalu bersemangat menanam pohon kulit kayu manis di Kecamatan Pangkalan Jambi, Kabupaten Merangin.

Dia membayangkan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga berbadah haji dari hasil perkebunan itu.

Namun, harapannya pupus. Harga kulit kayu manis mengalami penurunan siginifikan. Zulkifli yang terlanjur kecewa, batal memanen kayu manis yang sudah dirawatnya.

"Harga kayu manis turun pula. Cuma seharrga Rp3.000 per kilogram. Saya biarkan kayu manis di situ (tetap di kebun, tidak dipanen). Akhirnya, terbuang. Mati-matilah di situ," katanya.

Tidak hanya kayu manis, harga karet juga anjlok. Hal ini dirasakan Zulkifli dan masyarakat lainnya yang berada di Kabupaten Merangin.

Selain persoalan harga komoditas karet dan kayu manis, masyarakat Merangin juga kesulitan berkebun dan bertani pangan lantaran tidak boleh membuka lahan dengan cara dibakar.

Padahal, itu satu-satunya cara untuk memperluas perkebunan dan persawahan demi meningkatkan perekonomian keluarga.

"Kalau PT baru bisa dilarang bakar lahan. Kalau masyarakat, cuma cari makan. Sekarang bakar pun tidak boleh. Tentu kalau nak be-umo (menggarap sawah), perlu penebasan dan pembakaran untuk membuka lahan," ujarnya.

"Sedangkan pembakaran tidak boleh. Padahal, sudah kami buat peraturan, boleh bakar tetapi sebentar. Cuma, kami membakar lahan tidak boleh. Itulah penyebab penambangan emas tanpa izin merajalela," sebutnya.

Sementara itu, Redi (30), warga Kecamatan Sungai Manau, mengatakan masyarakat tidak leluasa menggarap perkebunan karena wilayah mereka berdekatan dengan taman nasional, hutan adat, hutan desa, dan Geopark Merangin.

"Berkebun saja susah, mau buka sedikit sudah masuk TNKS. Buka sedikit lagi, masuk hutan konservasi. Buka lagi, masuk hutan adat. Sedikit lagi, masuk Geopark. Jadi masyarakat Merangin ini mau berkebun seperti apa? Siapa yang bisa memberikan masyarakat kenyamanan untuk berkebun," katanya.

"Di sisi lain, perusahaan di sini tidak ada yang mensejahterakan masyarakat. Negara tidak berpihak ke warga Merangin," lanjutnya.

Direktur Lembaga Tiga Beradik (LTB), Hardi Yuda, mengatakan pemerintah membiarkan kondisi ini tanpa memberikan solusi yang dapat mensejahterakan masyarakat tanpa merusak lingkungan.

Wilayah Pertambangan Rakyat adalah solusi?

Alih-alih menghentikan penambangan emas yang merusak lingkungan, Pemerintah Kabupaten Merangin dan Pemerintah Provinsi Jambi gencar menggaungkan wilayah pertambangan rakyat (WPR) sebagai solusi atas penambangan ilegal di Merangin.

Berdasarkan surat keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 151.K/MB.01/MEM.B/2024, terdapat empat blok WPR di Kecamatan Tiang Pumpung dan Muara Siau, yakni blok Sekancing, Rantau Panjang, Rantau Bidaro, dan Pulau Remang.

Gubernur Jambi, Al Haris, mengatakan masih ada tahapan yang perlu dilakukan sebelum izin pertambangan rakyat bisa diterbitkan.

Saat ini, Dinas ESDM melakukan penyusunan dokumen rencana pascatambang dan reklamasi WPR. Setelah dokumen ini rampung, barulah dapat diterbitkan surat keputusan dari Gubernur Jambi.

"Masih kita petakan. Masih menunggu proses berikutnya. Sudah disetujui tetapi masih ada tahap yang harus diselesiakan. Baru nanti ada SK Gubernurnya," ucap Al Haris.

Dia mengatakan WPR ini telah menjadi pilot project dan akan menjadi percontohan nasional.

Masyarakat yang mengelola WPR nantinya dilarang menggunakan cara yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat, termasuk penggunaan merkuri untuk menyaring emas.

"Ini tradisional. Bagaimana kita mengelola penambangan emas tanpa izin ini tidak lagi jadi liar. Kedua masyarakat boleh menambang tetapi tidak merusak lingkungan. Ada cara yang tepat. Makanya ini diajukan dengan pak menteri. Setelah setuju, tinggal kita launching saja," ujar Al Haris.

Direktur LTB, Hardi Yuda, mengatakan WPR bisa disebut sebagai solusi palsu atas permasalahan PETI di Merangin.

Menurutnya, tidak ada jaminan WPR dapat menghentikan kerusakan lingkungan.

Dia menilai WPR justru berpotensi memperparah kerusakan.

Yuda juga khawatir WPR dimanfaatkan oleh pemodal di balik layar, sementara warga lokal hanya berperan sebagai pekerja.

"Apakah ini akan memberikan ruang untuk cukong atau pemilik modal? Atau benar-benar memfasilitasi masyarakat di tingkat tapak? Jangan-jangan WPR hanya menjadi ruang untuk pemilik modal dan mempermudah cukong untuk mengelola sumber daya alam," cetusnya.

"Masyarakat di tingkat tapak hanya menjadi buruh. Ini bisa dibilang menjadi solusi palsu bagi masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah," ungkapnya.

Ketimbang mengesahkan WPR, Yuda menyarankan pemerintah menghadirkan inovasi ekonomi yang ramah lingkungan. Apalagi di Merangin terdapat potensi geowisata, pertanian, dan perkebunan kopi, yang bisa dikembangkan secara berkelanjutan tanpa merusak alam. (*)

Tags : penambangan emas ilegal, jambi, Pertanian, Indonesia, Tambang, Lingkungan, Alam, Pelestarian, penambangan emas gunakan alat berat,