"Kawasan Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim kondisinya sangat memprihatinkan, selain beralih fungsi menjadi perkebunan sawit ilegal juga dijadikan penangkaran ikan arwana terbesar di dunia"
arut marut tata kelola pemanfaatan kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] berbuntut lahirnya izin-izin yang sarat masalah.
Para tokoh masyarakat kemudian menyoroti kawasan Taman Hutan Raya [Tahura] Sultan Syarif Hasyim [SHH] yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan.
"Salah satunya izin penangkaran dan perdagangan Ikan Arwana atau arowana kepada PT Tambak Seraya Pratama yang berlokasi di kawasan hutan produksi terbatas [HPT] Minas, Provinsi Riau," kata Ketua Umum [Ketum] Lembaga Melayu Riau [LMR] Pusat Jakarta, H. Darmawi Wardhana Zalik Aris SE Hk, Kamis (18/1/2024).
Darmawi Wardhana lantas juga megingatkan soal undang-undang tentang kawasan lindung yang tidak boleh beralih fungsi. Tetapi faktanya di lapangan kawasan Tahura SSH sebagian besar menjadi perkebunan sawit bahkan terakhir juga menjadi perusahaan penangkaran ikan arwana.
Sebelumnya sekumpulan aktivis di Riau juga menyayangkan bertebarannya sertifikat CITES [Convention on International Trade in Endangered Species] atau konvensi perdagangan internasional untuk spesies-spesies tumbuhan dan satwa liar yang terancam punah, yang melegalkan perusahaan penangkaran Arwana yang beroperasi di sempadan kawasan konservasi Taman Hutan Raya Sultan Syarief Hasyim (TAHURA SSH), tak terkecuali PT Tambak Seraya Pratama yang dinilai "cacat hukum".
"Kementerian LHK untuk segera mencabut Sertifikat CITES [A-ID-514] atas nama PT Tambak Seraya Pratama."
"Kita mendesak KLHK melakukan pencabutan, lantaran selama belasan tahun pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melegalisasi penangkaran Arwana kepada PT Tambak Seraya Pratama, tanpa menimbang kepentingan daerah selaku pejabat yang berwenang dalam memberi izin pemanfaatan kawasan hutan produksi seperti diatur dalam P.19 Tahun 2005," jelas Darmawi Wardahana.
Rumpun Melayu Bersatu [RMB], juga menyatakan sikap rasa prihatinnya melihat kawasan Tahura yang tidak bisa terjaga dengan baik.
Kawasan Tahura dengan luas sekitar 6.200 hektar itu, lebih dari 2.000 hektar disulap menjadi perkebunan sawit ilegal, kata Pembina RMB, Soesilowadi.
"Kawasan tahura berada di tepi kota Pekanbaru itu sebagai kawasan penyanggah hutan kota. kawasan ini juga sebagai pusat pelatihan gajah sumatera. Dan terakhir kawasan itu dimanfaatkan sebuah perusahaan penangkaran ikan arwana," sebutnya.
Kawasan hutan beralih fungsi menjadi perkebunan sawit ilegal. Malah sekarang di tengah kawasan ini dijadikan penangkaran illegal ikan arwana terbesar di dunia.
"Isu terbaru, pemilik telah membangun berupa danau, untuk kepentingan penangkaran."
Selaku warga Riau, Soesilowadi merasa prihatin karena kawasan Tahura tidak bisa terjaga dengan baik.
"Kawasan Tahura dengan luas sekitar 6.200 hektar itu, lebih dari 2.000 hektar disulap menjadi perkebunan sawit ilegal dan tambak ikan arwana."
"Kan lucu, padahal kawasan lindung tahura ini berada di tepi kota Pekanbaru sebagai kawasan penyanggah hutan kota. kawasan ini juga sebagai pusat pelatihan gajah sumatera, tetapi secara perlahan sudah berubah fungsi," sebutnya.
"Belakangan kita melihat adanya perusahaan penangkaran ikan arwana beroperasi di sana. Sebuah perusahaan bisa mendirikan berbagai bangunan di tengah kawasan hutan," sambungnya.
"Aneh saja, kalau dinas kehutanan di Riau tidak mengetahui keberadaan perusahaan penangkaran ikan arwana itu," kata Soesilowadi.
Menurutnya, kebaradaan perusahaan ini juga mengambil lahan hutan seluas puluhan hektar untuk dijadikan tempat penangkaran ikan secara illegal, "malah, air sungai di kawasan Tahura juga diekploitasi untuk kepetingan bisnis orang yang tak bertanggung jawab," ungkapnya.
"Ini jelas-jelas pelanggaran. Kawasan hutan lindung tidak boleh diekploitasi untuk kepentingan bisnis. Kita minta pemerintah dan aparat terkait menindak hal ini. Segera selamatkan Tahura, jangan dibiarkan saja," tegasnya.
Tetapi sebelumnya, MenLHK menegaskan, seluruh bawah seluruh perkebunan sawit yanga ada di Tahuran SSH dinyatakan ilegal.
Malah diintruksikan seluruh pohon sawit itu harus dibumihanguskan. MenLHK sudah beberapa kali telah mengintruksikan agar Dinas kehutanan [DLHK] Riau segara mencabut seluruh perkebunan sawit tanpa ganti rugi.
MenLHK didesak cabut sertifikat cites
Seperti disebutkan Darmawi Wardahana yang juga Koordintor Indonesia Corrupttion Investigation [ICI] ini lagi, kementerian LHK melalui Dirjen PHKA juga melakukan hal sembrono dengan menerbitkan sertifikat CITES tanpa didahului audit lingkungan terhadap dampak beroperasinya perusahaan di zona penyangga yang berfungsi mengurangi tekanan aktifitas liar terhadap kerusakan kawasan konservasi Taman Hutan Raya [Tahura] Sultan Syarief Hasyim, Riau itu.
Menurutnya, sejak beroperasi PT Tambak Seraya Pratama, dinilai telah mengkonversi hutan alam seluas lebih kurang 100 hektar, membangun 159 unit kolam penangkaran seluas 20 hektar dengan tujuan ekspor ke negara China, Taiwan dan Thailand, bangunan dan sarana penunjang lainnya, sisanya hamparan perkebunan kelapa sawit.
Sejalan dengan Undang-undang, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan selayaknya dilaksanakan secara tepat dan berkelanjutan dengan mempertimbangkan fungsi ekologis, sosial, dan ekonomis serta menjaga keberlanjutan bagi kehidupan sekarang dan kehidupan generasi yang akan datang.
Darmawi Wardhana menegaskan bahwa perusakan hutan yang disebabkan oleh pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan berlaku merupakan kejahatan yang luar biasa, karena mengancam kelangsungan kehidupan generasi yang akan datang.
"Pemanfaatan kawasan hutan yang berujung perusakan, menjadi tanggung jawab negara dalam menjamin penegakan hukum yang berasaskan keadilan dan kepastian hukum dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan agar memberi efek jera," tukasnya.
"Arwana atau arowana [familia Osteoglossidae] merupakan ikan air tawar purba yang tersebar mulai dari Afrika, Asia Tenggara, Australia, hingga Amerika Selatan."
"Studi genetik dan temuan fosil menunjukkan ikan ini telah hidup di bumi sejak 220 juta tahun yang lampau."
"Disebut Takuana, sungai yang membelah Tahura SSH ini dahulunya merupakan habitat hidup tempat berkembangnya populasi Arwana atau Arowana, yang selalu dikisahkan tetua kampung sebagai `Naga Emas Riau` itu," ungkap Darmawi, Putera Jati Bengkalis ini.
Dia menyayangkan tidak adanya upaya pemerintah provinsi Riau selama ini menuntut keberadaan perusahaan-perusahaan penangkaran Arwana, yang menguasai kawasan hutan di penyangga kawasan konservasi Tahura SSH yang menjadi paru-paru masyarakat di tiga kabupaten kota, yakni Pekanbaru, Kampar dan Siak itu.
"Prinsip dasar yang membedakan pengelolaan kawasan hutan konservasi dengan pengelolaan hutan lainnya terletak pada prinsip kehati-hatian guna menghindari perubahan-perubahan terhadap kondisi aslinya," katanya.
" Tujuannya, mempertahankan daya dukung alam [carrying capacity] sebagai penyangga kehidupan dan menjaga kelangsungan potensi keanekaragaman hayati [biodiversity] yang dikandungnya," sambungnya.
Darmawi Wardahana mengaku akan melakukan legal standing, baik terhadap kementerian LHK maupun pemprov Riau dan Dinas terkait [DLHK] yang selama ini terkesan melakukan pembiaran.
Ia mengingatkan kepada Gubernur Riau untuk mengawasi tindak-tanduk institusi di jajarannya, khususnya DLHK Riau agar tidak mengambil keputusan yang salah.
"Akhir-akhir ini tindak tanduk DLHK Riau selalu mendapat sorotan negatif, baik dimata aktifis lingkungan maupun di intern dinas, oleh karenanya kami mengingatkan Gubernur Riau untuk meningkatkan kehati-hatian agar tidak mengambil keputusan yang salah," katanya.
Perhatian para peneliti dan kelompok konservasionis untuk melakukan kajian menyeluruh guna menyelamatkan Tahura Sultan Syarif Hasyim dari tangan-tangan cukong dan pengusaha jahat yang dilegalkan oleh pemangku jabatan.
Tahura SSH berdasarkan SK Penetapan dari Menteri Kehutanan ada seluas 6.172 hektar, saat ini yang masih berhutan lebih kurang 2000 hektar atau sepertiganya saja, sisanya telah dikuasai masyarakat dan para cukong perkebunan sawit, oleh karenanya kami mengimbau semua pihak khususnya para peneliti dan kelompok konservasionis untuk melakukan kajian menyeluruh dalam rangka menyelamatkan Tahura SSH dari ancaman kepunahan.
Keterlibatan pengusaha di soal
Sebelumnya keberadaan Anuar Salmah alias Amo, pemilik PT Salmah Arowana Lestari [SAL], kini masih misterius dan sulit dilacak setelah mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol Susno Duadji membeberkan keterlibatannya dalam jaringan mafia kasus.
"Amo sulit ditemui dan saya tak tahu di mana dia sekarang," kata Jhony Irianto, penasihat hukum Amo.
Ia mengatakan, Amo sebelumnya tinggal di sebuah rumah mewah di dalam penangkaran PT SAL.
Amo berasal dari daerah Selat Panjang, Kabupaten Meranti, dan selama ini tidak memiliki rumah lain di Pekanbaru.
"Kemungkinan dia ada di Pekanbaru atau Jakarta, tapi persisnya saya tidak tahu, karena dia tak punya rumah lain selain yang di Pekanbaru. Kemungkinan besar dia tinggal dengan berpindah-pindah hotel," ujar Jhony, menduga-duga.
Hal senada juga diutarakan sekuriti PT SAL yang berlokasi di Kelurahan Muara Fajar, Kecamatan Rumbai. Rumah mewah bertingkat di lokasi penangkaran arwana itu kini kosong.
"Bos tidak ada di tempat," kata seorang sekuriti yang tak mau namanya dituliskan.
Jhony Irianto juga memilih tak berkomentar mengenai tuduhan Susno Duadji.
Ia hanya membenarkan adanya kasus sengketa antara Amo dan pengusaha Singapura Ho Kian Huat sejak tahun 2008 lalu.
Menurut dia, pengusaha asing itu awalnya melaporkan Amo ke Bareskrim Polri dengan tuduhan pidana penipuan dan penggelapan aset PT SAL.
Tak berselang lama dari laporan itu, lanjutnya, Amo melaporkan balik juga ke Bareskrim dengan tuduhan melakukan pengakuan terhadap aset PT SAL.
"Kami melaporkan balik tapi lewat jalur perdata dan sudah menang hingga putusan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," ujarnya.
Berdasarkan surat pengaduan Haposan Hutagalung, pengacara Ho Kian Huat, tertanggal 3 Februari 2010 yang dikirimkan kepada Duta Besar Singapura di Jakarta, Haposan mengungkapkan dugaan adanya jaringan mafia hukum dalam proses kasus, yang mencoba mengatur dan mempengaruhi proses penyidikan hingga kasus itu nyaris dihentikan [SP-3].
Haposan juga menduga adanya intervensi dari oknum perwira tinggi Mabes Polri dalam kasus itu. Akibatnya, Ho Kian Giat sempat dicekal oleh Dirjen Imigrasi Depkum Ham RI atas permintaan Penyidik Unit I Direktorat I Bareskrim Polri.
Ho Kian Huat menggugat karena Amo mengklaim uang modal pembuatan penangkaran arwana di Pekanbaru, diberikan penggugat tahun 1992 hingga 2000.
Awalnya, keduanya sepakat untuk menjual hasil arwana melalui Ho Kian Huat di Singapura, tapi belakangan Amo malah langsung mengekspor arwana ke Cina, Jepang dan Amerika Serikat.
Jumlah kerugian yang dilaporkan Ho Kian Huat antara lain modal dana pembelian lahan dan pembuatan kolam penangkaran ikan serta fasilitas lainnya sebesar 11.515.511 dolar Singapura.
Selain itu, terdapat juga kerugian korban, yakni dana pengadaan indukan ikan arwana yang diimpor dari Malaysia dan Singapura berjumlah 1.549 ekor dengan total nilai Rp32.475.000.000.
'Usaha penangkaran ikan arwana ilegal'
Pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK] Provinsi Riau juga menyatakan, penangkaran ikan arwana telah mencaplok kawasan konservasi alam di Taman Hutan Raya [Tahura] Sultan Syarif Hasim, Riau, sehingga bisnis tersebut dinyatakan ilegal.
"Mereka sudah pasti mengeksploitasi sungai di Tahura untuk penangkaran ikan arwana. Saya bisa pastikan itu, dan itu jelas menyalahi aturan," kata Kepala Seksi Kebakaran Hutan dan Lahan [Dishut] Said Nurjaya di Pekanbaru, Selasa (15/9/2023) kemarin.
Said Nurjaya menilai, status Tahura dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Kawasan pelestarian alam tersebut bertujuan untuk tempat koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, serta rekreasi.
"Apa pun yang terdapat dalam kawasan hutan lindung, tidak boleh diekploitasi," ujarnya.
Terkait adanya penangkaran ikan arwana yang luasannya dikabarkan mencapai puluhan hektare di Tahura yang aktivitas penangkaran itu sudah berlangsung selama 15 tahun terakhir, Said Nurjaya mengatakan, kondisi kawasan seluas 6.172 hektar itu sudah sangat memprihatinkan karena sudah banyak berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.
"Akibat maraknya perambahan dan pembukaan lahan untuk kebun sawit, kebakaran tiap tahun selalu melanda Tahura pada musim kemarau," katanya.
Menurut dia, KLHK sudah mengajukan dana Rp 52 miliar dana APBD tahun 2010 lalu untuk membiayai pembangunan pagar mengelilingi Tahura sebagai pembatas dengan lahan warga.
"Jika sudah dipagar, akan diketahui siapa saja pemilik kebun sawit sehingga ke depan akan dilancarkan razia dan operasi khusus di Tahura," kata dia.
Bersama melestarikan tahura
Kawasan Taman Hutan Raya [Tahura], merupakan areal hutan yang dilindungi oleh masyarakat melalui kearifan lokal dan hukum adat masyarakat.
Di dalam hutan ada populasi ikan khususnya ikan Arwana Super Red, bahkan kebun sawit.
"Selain diperlukan untuk pemulihan populasi lingkungan hutan, diharapkan kegiatan restocking juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan konservasi," kata Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Bambang Dahono Adji.
Ia mencotohkan di Kalimantan Barat sangat banyak penangkar ikan Arwana, apabila 10% dari hasil tangkaran mereka bisa kembali di alam.
"Saya yakin ikan Arwana tidak akan punah di Alam. Ikan Arwana yang ada di alam bisa menjadi “fresh blood genetic” untuk ikan Arwana yang ada di penangkaran, hal ini bisa menjadi potensi bagi masyarakat di kawasan untuk menyediakan indukan bagi penangkar," sebutnya.
"Tetapi kegiatan ini juga harus dilakukan dengan komitmen untuk tetap menjaga kelestarian Tahura."
Eksploitasi kawasan Hutan Tahura oleh pengusaha tambak Ikan Arwana juga ditanggapi Wakil Ketua DPRD Pekanbaru.
Namun dewan juga pernah menyurati para pengusaha arwana di Tahura tetapi tak pernah ditanggapi.
"Keberadaan tambak Ikan Arwana selama ini banyak yang tidak terdata dan tidak memiliki izin yang jelas," kata Wakil Ketua DPRD Pekanbaru Tengku Azwendi Fajri.
Dia menyarankan, Pemko Pekanbaru melalui dinas terkait diharapkan bisa menggali potensi Pendapatan Asli Daerah dari keberadaan tambak ikan arwana tersebut.
“Tambak Arwana banyak yang tidak terdata, kita ingin pemerintah mendata agar bisa didapatkan PAD dari sana. Karena sudah lama keberadaan mereka namun tidak jelas PAD, puluhan hektare tambak dan menggunakan air permukaan. Seharusnya segera dilakukan pendataan,” kata Tengku Azwendi Fajri SE.
Politisi Partai Demokrat ini juga menyatakan, pengusaha ikan arwana tersebut tentunya tidak bisa disamakan dengan pengusaha tambak ikan lele, karena ikan arwana pemasarannya secara ekspor dan masuk kategori usaha mewah.
Maka pemerintah perlu mencari potensi dari tambak arwana yang selama ini terabaikan.
“Kalau tidak bayar retribusi maka turun ke lapangan, jangan-jangan tidak ada izin usahanya di Pekanbaru, ini usaha besar loh, siklus perputaran uang di situ perbulan menurut saya bisa sampai puluhan miliar, mungkin karena usaha mereka ada di pelosok, di pinggiran makanya tidak terpantau,” kata Azwendi.
Azwendi bahkan mengaku telah beberapa kali menyurati pemilik usaha Tambak Ikan Arwana tersebut namun tidak pernah ada respon. Bahkan keberadaan usaha Tambak Ikan Arwana itu terkesan tertutup.
“Saya berkali-kali surati mereka tak mau terima, penjaga di sana sangat ketat, ada apa, siapa mereka ini, yang jelas kita ingin bersama pemerintah minggu depan tambak itu didata,” pungkas Azwendi.
Pantauan di lapangan ada dua pengusaha besar Ikan Arwana di Kawasan Tahura saat ini. Salah satunya Anuar Salmah alias Amo, sang pemilik PT Salmah Arowana Lestari [SAL]. Namun informasi di lapangan menyebutkan, Amo tidak lagi aktif mengurus usaha tersebut dan saat ini tinggal di Singapura. PT Salmah Arowana Lestari saat ini dikelola putera sulungnya. (*)
Tags : penangkaran ikan arwana, pekanbaru, pengusaha caplok taman hutan raya, tahura pekanbaru, taman kota, tahura memprihatinkan, pengusaha melakukan pelestarian misterius di tahura, sorotan, lingkungan alam,