
"Masyarakat Riau harapkan solusi bersama terkait dampak lingkungan perusahaan minyak dan gas milik PT Pertamina Hulu Rokan"
ermasalahan yang mencuat adalah dugaan pencemaran limbah di Kecamatan Rantau Kopar, Kabupaten Rokan Hilir. Diduga terjadi akibat aktivitas operasional perusahaan minyak dan gas (Migas) milik PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).
"Limbah perusahaan migas tercemar dan mengalir ke pemukiman warga dan Sungai Rangau."
Tetapi Relawan Gabungan Rakyat Prabowo Gibran (GARAPAN) mengakui semakin meningkat aktivitas industri pertambangan akan menimbulkan risiko terjadinya pencemaran lingkungan.
"Peningkatan aktivitas industri pertambangan (Migas) tetap saja menimbulkan risiko terjadinya pencemaran lingkungan," kata Larshen Yunus Ketua Umum (Ketum) GARAPAN ini.
Dia minta PT PHR seharusnya sudah memiliki teknologi remediasi lingkungan untuk memulihkan tanah tercemar akibat kegiatan penambangan itu.
"Jika tidak melakukan ini (remediasi), tanah di sekitar area pertambangan tercemar minyak mentah yang senyawa dengan petroleum hidrokarbon, serta senyawa Benzena, Toluena, Etilbenzena, dan Xilena (BTEX) akan berdampak buruk bagi masyarakat disekitarnya," sebutnya.
Dampak limbah bagi warga
Warga berharap dapat merasakan manfaat yang lebih besar, baik dari segi kesempatan kerja maupun dampak ekonomi yang lebih nyata, bukan limbahnya yang seakan dibiarkan.
"Saya berharap kehadiran perusahaan (PHR) bisa membawa manfaat yang lebih nyata, agar dapat meningkatkan kesejahteraan kami. Jadi bukan sebaliknya," kata salah satu warga terhadap kehadiran perusahaan Migas ini.
Mereka juga mengungkapkan harapan akan adanya perhatian lebih terhadap isu lingkungan yang muncul seiring berjalannya aktivitas perusahaan.
Permasalahan yang mencuat ada dugaan pencemaran limbah di Kecamatan Rantau Kopar, Kabupaten Rokan Hilir, diduga akibat aktivitas operasional perusahaan PHR.
Peristiwa ini terdeteksi pada 2 April 2025 dan warga melaporkannya ke pihak Rukun Tetangga (RT) setempat dan juga pihak PHR pada 4 April 2025.
"Memang pihak perusahaan turun ke lokasi memeriksa dan mengambil sampel pada 9 April lalu, tetapi hingga saat ini tidak diketahui informasi lebih lanjut terkait tindak lanjut dan solusi atas masalah yang timbul," kata Darmawan, perwakilan warga, Rabu (7/5).
"Kami berharap ada tindak lanjut yang dapat menyelesaikan permasalahan ini," sambungnya.
Pada 5 Mei 2025, pertemuan antara warga dan pihak PHR diadakan untuk mendiskusikan permasalahan yang terjadi.
Dalam pertemuan tersebut, masyarakat menyampaikan beberapa harapan yang diharapkan bisa membantu menyelesaikan isu lingkungan yang ada, antara lain:
Larshen Yunus, yang juga sebagai Direktur Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik Satya Wicaksana menyikapi ini, PHR seharusnya sudah bisa menerapkan teknologi remediasi lingkungan untuk memulihkan tanah tercemar akibat kegiatan penambangan.
Sumur penampungan limbah PT PHR
"Senyawa-senyawa (limbah) ini merupakan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat setempat. Maka diperlukan teknologi remediasi untuk mengembalikan kondisi lahan seperti semula,” tegasnya.
"Kondisi tanah tercemar akibat aktivitas penambangan PHR bisa dijuluki sebagai Little Texas."
Menurut Larshen, teknologi remediasi secara biologis bisa dikombinasikan dengan metode fisik-kimia.
Metode fisik-kimia memanfaatkan pengolahan soil washing berfungsi untuk memisahkan tanah dengan minyak mentah dan petroleum hidrokarbon.
"Metode biologis bisa berfungsi untuk menurunkan konsentrasi bahan kimia yakni BTEX, nitrogen, kadmium, dan merkuri," terangnya.
Dia menerangkan bahwa metode soil washing efektif untuk mengurangi kandungan minyak dalam tanah dari 4 persen hingga kurang dari 1 persen.
Sedangkan metode remediasi biologis dengan bakteri Bacillus cereus, Nitrosomonas communis, dan Pseudomonas aeruginosa memiliki tingkat menurunkan kadar bahan kimia 40 persen hingga 70 persen.
Tetapi saat ini masyarakat di Kecamatan Rantau Kopar, Kabupaten Rokan Hilir mendesak untuk dilakukan pemulihan lingkungan yang tercemar.
Mereka memberikan waktu satu minggu bagi PHR untuk menyelesaikannya.
"Mereka juga berharap proses penyelesaian masalah itu dapat berjalan dengan baik dan saling menguntungkan semua pihak."
"Kami berharap perusahaan bisa bekerja sama dengan kami untuk mencari solusi terbaik dan menjaga hubungan yang harmonis dengan masyarakat," tambah Darmawan.
Beberapa tokoh masyarakat juga berharap agar perusahaan, dengan pimpinan yang ada, dapat lebih memperhatikan kondisi lokal dan bekerja lebih dekat dengan pemerintah serta masyarakat Riau untuk memastikan keberlanjutan yang baik bagi semua.
Sementara pihak PT PHR belum memberikan tanggapan resmi terkait keluhan yang disampaikan oleh masyarakat maupun langkah-langkah tindak lanjut terkait isu lingkungan yang berkembang.
Limbah cemari kebun sawit
Sebelumnya, perusahaan migas PHR ini juga telah mengalami pencemaran lingkungan hingga merambat ke kebun sawit warga.
Melalui mitra nya PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) limbahnya meluap ke kebun warga Kelurahan Sedinginan Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rohil pada Senin 1 Juli 2024.
Limbah PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) diduga mencemarkan lingkungan masyarakat.
Akibat meluapnya limbah pemboran PT PHR yang dikerjakan oleh PT PDSI tersebut membuat kebun warga sekitar terkena dampak.
Puluhan pokok sawit yang baru berumur 2 tahun kebanjiran limbah yang dikhawatirkan akan mati.
"Limbah cair yang berbentuk hitam tersebut mengalir terbawa arus ke kebun warga," Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Sedinginan Abdul Rahman menceritakan.
"Rumput dan ikan pun mati diduga terindikasi oleh limbah."
"Airnya panas dan berminyak saat di cucikan tangan. Kuat dugaan limbah tersebut sengaja dibuang oleh PT PDSI, karena terlihat ada galian atau parit pembuangan yang sengaja di gali," sebutnya.
Abdul Rahman, meminta perusahaan PT PHR dan PT PDSI untuk bertanggungjawab atas pencemaran lingkungan yang yang terjadi di kelurahan sedinginan tersebut.
"Ya, kita meminta perusahaan PT PHR dan PT PDSI untuk bertanggungjawab atas tercemarnya lingkungan kami, ini akibat kelalaian perusahaan hingga berdampak buruk bagi lingkungan sekitarnya," ucapnya.
Selain meminta pertanggung jawaban, Abdul Rahman juga meminta PT PHR memberi teguran keras terhadap mitra kerjanya PT PDSI yang melakukan pemboran untuk tidak asal asalan membuang limbah ke lingkungan.
"Kita minta lakukan pembersihan secepatnya terhadap lingkungan yang terdampak. Kita takut limbah tersebut mengalir ke sungai sehingga menimbulkan dampak yang lebih buruk dan luas," keluhnya.
"Kita tahu, perusahaan PDSI telah beroperasi di Sedinginan satu tahun lebih. Namun dampak kehadiran perusahan PDSI di tengah masyarakat tidak berdampak positif bagi masyarakat. Yang ada hanya meninggalkan luka, bagi masyarakat yang kebunnya terdampak pencemaran," tambahnya.
Tetapi pihak kelurahan, camat dan DLH Rokan Hilir dengan cepat turun langsung ke lokasi untuk melihat kebun warga yang terkena limbah.
"Kami dari pemerintah Kelurahan Sedinginan, sangat menyayangi atas tindakan perusahaan PDSI yang tidak mau melapor saat masuk ke wilayah kami. Sampai saat ini tidak ada perusahan PDSI melaporkan ke kami. Nah, sekarang ada masalah yang susah nya kami juga dari pemerintah," kata Lurah Sedinginan Marza Hendra Widarta dilokasi.
"Apa lah salahnya, perusahaan PDSI saat mau masuk ke wilayah kami melapor, sehingga kami tahu bahwa mereka lakukan pekerjaan. Itu saja sudah cukup," tuturnya.
Sebelumnya, Lurah Sedinginan ini mendapat laporan dari masyarakat, bahwa ada limbah PHR mencemari lingkungan.
Setelah mendapat laporan tersebut, pihaknya bersama tim DLH Rohil turun langsung ke lapangan untuk memastikan apakah itu limbah atau tidak.
"Kita ambil sampel nya, kita bawa ke laboratorium Pekanbaru untuk memastikannya. Insya allah hasilnya sudah diketahui," ucap Carlos Roshan selaku Kabid Penataan dan Pengaduan dari DLH Rohil.
Sementara pihak PHR yang turut cek lokasi, Ronel Raders Sitompul menolak memberi keterangan. "Saya tidak bisa memberikan keterangan. Hal ini bukan wewenang saya, silakan konfirmasi langsung dengan buk Rinta selaku humas PHR," imbuhnya.
Kembali disebutkan Larshen Yunus yang juga sebagai Wakil Sekretarsi Jenderal (Wasekjend) KNPI Pusat Jakarta (Bidang minyak dan gas bumi) ini, bahwa perusahaan minyak terbesar di Indonesia, itu diminta untuk segera menyelesaikan kasus dugaan pencemaran lingkungan dari limbah minyaknya.
"Ini agar tidak menimbulkan gejolak ditengah masyarakat," harap Larshen.
"Ini sehubungan adanya klaim dari masyarakat di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) yang juga adanya perkebunan sawit yang mati diduga dari limbah migas."
"Kami tanpa bermaksud saling menyelahkan antara perusahaan dengan warga, tetapi pihak PHR segera menuntaskan kasus limbahnya," pintanya.
Pengeboran sumur minyak dan gas PT PHR.
Menurutnya, bila masalah tersebut dibiarkan tanpa penyelesaian hal itu memungkinkan akan membuka peluang gejolak di masyarakat.
"Sebelum adanya gejolak dari masyarakat, kami berharap pihak perusahaan segera menuntaskan. Jangan saling egois merasa paling benar. Saya yakin, bila semua mau urun rebuk dengan baik, sengketa itu bisa diselesaikan," kata Larshen.
Sebaliknya, kalau timbul gejolak di lapangan, tentu produksi Migas PHR akan terganggu.
"Jangankan turun 10 persen, satu persen saja, negara dirugikan miliran rupiah per hari."
"Sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi, sebaiknya PHR segera menuntaskannya," katanya.
Jadi Larshen Yunus melihat warga disana (Rohil) sudah lama menuntut keadilan, tetapi yang jelas masalah itu jangan dibiarkan berlarut larut, jangan sampai terjadi gejolak seperti di Freeport. Nanti kalau timbul demo, jelas negara yang dirugikan. (*)
Tags : tambang minyak, minyak dan gas, pencemaran lingkungan, pencemaran lingkungan di tambang minyak pertamina hulu rokan, tambang migas phr,