JAKARTA - Walau tidak diatur secara resmi dalam tata negara, kehadiran sosok Ibu Negara dalam mendampingi presiden masih dianggap suatu kelaziman, tutur sejumlah pengamat. Siapa yang akan memerankan peran Ibu Negara untuk mendampingi Presiden Prabowo?
Kehadiran Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto pada upacara pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden Indonesia ke-8 di Istana Negara, Jakarta, pada Minggu 20 Oktober 2024 ramai diperbincangkan warganet.
Masuknya Titiek dalam perbincangan tak lain karena Titiek merupakan mantan istri Prabowo.
Adapun topik perbincangan adalah "Ibu Negara". Kalimat “ibu negara” atau turunannya sempat menjadi urutan teratas di mesin pencarian jagad maya dalam 24 jam terakhir.
Pengamatan memperlihatkan topik ini juga banyak dibahas di jejaring media sosial X.
Titiek sebelumnya sudah pernah beberapa kali tampil pada momen publik Prabowo.
Putri kedua mantan presiden Soeharto itu hadir, misalnya, ketika Prabowo menyampaikan pidato di Istora Senayan, Jakarta, 14 Februari setelah hasil hitung cepat Pemilu 2024 menunjukkan keunggulannya.
Ketika Prabowo menyapa Titiek dalam pidatonya, para pendukung Prabowo bersorak dan tidak sedikit yang menyerukan supaya eks-Menteri Pertahanan itu rujuk dengan mantan istrinya.
Kondisi sosial budaya di Indonesia menjadikan keberadaan Ibu Negara menjadi sebuah kelaziman bagi seorang presiden, papar Athiqah Nur Alami, Kepala Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“[Ibu Negara] memainkan peran simbolik. Mendampingi suami kemudian mewakili suami juga di banyak kegiatan. Bahkan dalam konteks diplomasi [di mana] banyak forum pasangan kepala negara yang melibatkan ibu negara,” ujar Athiqah pada media, Selasa (22/10).
Meskipun demikian, Athiqah menekankan ketidakhadiran Ibu Negara sebetulnya bukanlah suatu permasalahan.
Forum-forum yang biasanya melibatkan Ibu Negara, seperti yang berkaitan dengan isu perempuan, menruut Athiqah, bisa ditangani menteri-menteri seperti Menteri Pemberdayaan Perempuan.
Masalahnya, ketidakhadiran Ibu Negara dapat menimbulkan “kekosongan simbol empati dan kepedulian sosial” yang selama ini seolah menjadi “spesialisasi” sosok ini, seperti diutarakan Nicky Stephani, peneliti komunikasi dan gender di Universitas Multimedia Nusantara.
“Masyarakat mungkin merasa kurang diperhatikan dalam isu-isu kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial,” ujar Nicky.
Feri Amsari, pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, menegaskan tidak ada aturan yang mengharuskan adanya ibu negara yang “sifatnya seremonial”.
“Hanya saja, pasti akan timbul ketimpangan, ya? Karena dari segi formil, ada ruang seremonial yang sangat penting dalam diplomasi luar negeri dan dalam negeri. Karena itu, perlu ditimbang baik-baik,” ujar Feri.
Presiden, tutur Feri, dapat menunjuk orang yang bisa menjalankan tugas-tugas ibu negara.
Peran ini, imbuhnya, bisa diambil oleh sanak saudara Prabowo yang perempuan.
Ibu negara dari masa ke masa – Seberapa penting peran sosok ini?
Kehadiran Ibu Negara di Indonesia yang pertama hadir pada sosok Fatmawati, istri Presiden Sukarno yang merupakan Ibu Negara dari 1945 hingga 1967.
Fatmawati tercatat sebagai sosok yang disebut menjahit bendera Indonesia yang dikibarkan dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada 17 Agustus 1945.
Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Marwan Adam, menggarisbawahi perbedaan antara “ibu negara” dan “istri presiden”.
Asvi merujuk ke istri Sukarno sebelum Fatmawati, Inggit Garnasih, yang berperan mendampingi proklamator kemerdekaan itu dalam masa pengasingan.
“Peran istri itu sangat penting bagi seorang tokoh,” ujar Asvi, Selasa (22/10).
“Sukarno memang mempunyai beberapa orang istri, tapi yang dianggap sebagai Ibu Negara itu adalah Fatmawati.”
Asvi menyebut banyak masyarakat memandang sosok Ibu Negara menjadi “kekuatan” dari seorang presiden, seperti yang terlihat di figur Tien Soeharto, istri presiden kedua Indonesia, Soeharto.
“Ketika [Tien Soeharto] meninggal, maka dianggap “wahyu” [Soeharto] juga hilang. Saya [bukan] orang yang percaya hal semacam itu, tapi masyarakat cukup banyak beranggapan seperti itu,” imbuhnya.
Asvi juga memandang “karisma” ibu negara dalam diri Sinta Nuriyah, istri Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid berdasarkan rekam jejaknya yang masih aktif diundang di berbagai kegiatan.
Siapa yang ‘menjalankan peran’ Ibu Negara untuk mendampingi Presiden Prabowo?
Status pernikahan Prabowo Subianto membuat pertanyaan mengenai siapa Ibu Negara yang akan mendampinginya menjadi "topik seksi” setiap kali dia maju dalam pemilihan presiden, menurut Kepala Pusat Riset Politik BRIN Athiqah Nur Alami.
Walaupun begitu, Athiqah meragukan hal ini akan benar-benar ditanggapi Prabowo pada masa kepemimpinannya.
“Apalagi pembantu presiden, menteri maupun wakil menteri sangat banyak seperti kita lihat di Kabinet Merah Putih ini,” ujar Athiqah.
Athiqah mengakui Ibu Negara memang lazim untuk hadir di berbagai kesempatan, termasuk forum-forum internasional.
Akan tetapi, Athiqah mengatakan peran ini sebenarnya bisa dipegang oleh menteri-menteri kabinet.
“Misalnya, untuk memimpin kegiatan yang berkaitan dengan para pasangan [kepala negara] dengan agenda pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan gender, ada Menteri Pemberdayaan Perempuan,” ujarnya.
Feri Amsari, pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, menegaskan tidak ada aturan yang mengharuskan adanya Ibu Negara yang “sifatnya seremonial”.
“Hanya saja, pasti akan timbul ketimpangan, ya? Karena dari segi formil, ada ruang seremonial yang sangat penting dalam diplomasi luar negeri dan dalam negeri. Karena itu, perlu ditimbang baik-baik,” ujar Feri.
Presiden, tutur Feri, dapat menunjuk orang yang bisa menjalankan tugas-tugas Ibu Negara.
Feri menduga Prabowo akan memilih anggota keluarganya untuk memainkan peran tersebut alih-alih orang lain, seperti istri Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Selvi Ananda, karena pertimbangan politik.
Ketika Tien Soeharto meninggal pada tahun 1996, peran ibu negara diteruskan putri sulungnya, Siti Hardijanti Rukmana.
Feri mengatakan dalam hal ini, Prabowo bisa menunjuk sanak saudaranya yang perempuan mengingat Prabowo hanya punya satu orang anak, Didit Hediprasetyo.
“Tidak harus anaknya [sendiri]. Misalnya, ada anak Pak Hashim Djojohadikusumo [adik Prabowo] yang perempuan. Tentu saja itu bisa dijadikan figur yang kemudian bekerja untuk dan bertindak sebagai The First Lady,” ujar Feri.
Seperti diketahui, Hashim yang sekarang menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, memiliki dua anak perempuan. Salah satunya adalah anggota DPR, Rahayu Saraswati.
Rahayu mengatakan bahwa “hal itu belum dibahas”.
“Jangan kita melangkahi. Kalau diberikan perintah [atau] mandat pasti kita jalankan sebaik-baiknya. Tapi kalau belum ada arahan, ya, jangan kita berasumsi juga,” ujarnya.
Sejauh ini pihak Istana belum memberikan tanggapan mengenai hal ini melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi.
Akan tetapi, hingga berita ini diturunkan, Hasan belum memberikan tanggapan.
“Saya masih meeting,” ujarnya melalui pesan teks pada Selasa (22/10). (*)
Tags : Politik, Prabowo Subianto, Pilpres 2024, Indonesia, Perempuan ,