AGAMA - Gurun Sahara yang membentang di antara Maroko dan Tunisia serta berbatasan dengan Eropa lewat laut Mediterania, Aljazair adalah negara terbesar Afrika dan yang ke-10 di dunia. Bentang alam Aljazair luas dan beragam, berupa barisan pegunungan yang menjulang tinggi dan gurun pasir yang terik, hingga reruntuhan kota Romawi kuno.
Negara ini terbentang seluas 2,4 juta kilometer persegi atau setara 10 kali luas Inggris Raya. Sebagian besar wilayah Aljazair atau sekitar empat perlimanya berada di Gurun Sahara. Ini adalah gurun yang panas serta terbesar di dunia. Gurun tandus ini terdiri dari gunung berapi, dataran berkerikil, dan lautan pasir yang bergeser. Salah satu yang bagian terbesar Sahara adalah Grand Erg Occidental (terlihat dalam foto di atas), yaitu hamparan bukit pasir tak berujung yang luasnya dua kali ukuran Belgia.
Jika sekelompok warga Aljazair tinggal di daerah yang 'tidak bersahabat', permukiman di barisan puncak bukit yang luar biasa indah terdapat di pinggiran sisi utara Sahara. Kawasan ini dikenal sebagai lima kota dengan benteng pertahanan bersejarah di Lembah M'Zab. Benteng-benteng megah berusia berabad-abad ini dibangun di sepanjang Wadi Mzab, sebutan untuk dasar sungai yang kering sebagian dan yang airnya hanya naik sekali setiap tiga hingga lima tahun.
Pentapolis terdiri dari El-Atteuf, yang tertua dan didirikan tahun 1012. Tiga lainnya adalah Melika, Bounoura, dan kota suci Beni-Isguen. Yang terakhir adalah Ghardaïa (tampak dalam foto), yang merupakan permukiman utama dan pusat bisnis di Lembah M'Zab. Pada tahun 1982, M'Zab dijadikan situs Warisan Dunia oleh Unesco karena budaya dan arsitekturnya yang sangat khas. "Yang membuat tempat itu begitu istimewa adalah kombinasi unik, yaitu penduduk asli Afrika Utara dengan kepercayaan Islam Ibadi. Merekalah yang membangun rumah benteng di tengah gurun," kata pemandu lokal Khaled Meghnine dirilis BBC menambahkan tidak ada tempat seperti itu di Aljazair maupun di belahan dunia lainnya.
Rumah bagi populasi modern yang berjumlah lebih dari 360.000 orang, kota-kota di Lembah M'Zab didirikan oleh Mozabites, suku semi-nomaden yang bertutur dalam bahasa mereka sendiri, yaitu Tumzabt. Orang-orang Mozab telah menjelajahi lembah ini sejak sekitar abad ke-8. Namun karena wilayah itu semakin kering, mereka memutuskan untuk menetap dan beradaptasi dengan lingkungan yang keras.
Suku ini membangun kota mereka antara abad ke-11 dan ke-14. Masing-masing permukiman itu berpusat di sekitar masjid dengan menara yang difungsikan untuk memanggil jemaah sekaligus mengawasi keamanan. Di dasar lembah, orang Mozab membangun kebun palem yang juga berfungsi sebagai pelarian mereka dari panasnya musim panas. "Sungguh luar biasa bagaimana mereka berhasil berkembang sebagai komunitas dalam iklim yang tidak ramah seperti itu," kata Meghnine.
"Itulah mengapa banyak orang menghargai budaya orang Mozab. Budaya itu bertahan melawan rintangan selama lebih dari seribu tahun. Mereka melakukan semua yang mereka bisa untuk bertahan hidup dan tetap kuat."
Di setiap kota, komunitas Mozab membangun jalanan yang padat. Bagian jalan yang tersempit hanya cukup menampung keledai yang membawa barang. Sementara itu, jalan raya utama dari dan ke pasar dibangun agar dapat dilalui unta. Rumah batu khas orang-orang Mozab berbentuk kotak. Sebuah ruang untuk seekor kambing dibuat di dalamnya. "Selain listrik yang masuk pada akhir dekade 1950-an, kehidupan di berbagai episentrum sejarah ini tidak banyak berubah dan banyak orang menyukai fakta itu," kata Meghnine.
"Etika mengantre di pompa air tetap sama. Anak-anak didahulukan, baru perempuan dan laki-laki. Begitu juga kebiasaan mengecat dinding luar rumah dengan warna biru untuk mencegah nyamuk dan menjaga kesejukan ruangan. Itu berlanjut hingga hari ini," ucapnya.
Kebiasaan tak tertulis lainnya adalah para perempuan yang menghabiskan banyak waktu di halaman rumah yang berdinding tinggi, yang menjaga privasi mereka. "Di Beni-Iguen, kebiasaan para perempuan itu dapat dilihat dari menara masjid. Jadi orang luar dilarang memasuki kota atau menaiki menara setelah salat subuh. Ini memastikan perempuan masih bisa melakukan aktivitas tersebut tanpa terlihat," kata Meghnine.
Berabad-abad yang lalu, orang-orang Mozab beralih dari mazhab Islam Mu'tazila ke mazhab Islam konservatif Ibadi. Lembah M'Zab sekarang menjadi satu dari tiga komunitas Ibadi yang penting di kawasan Afrika Utara. Dua lainnya adalah Djerba di Tunisia dan Jebel Nafusa di Libya. "Pengikut mazhab Ibadi dikenal karena solidaritas dan toleransi di antara komunitasnya," ujar pemandu lokal bernama Elghali Laggoun.
"Secara historis, mereka selalu hidup berdampingan dan bekerja sama dengan baik dengan orang lain. Di masa lalu, mereka menyerahkan gembala mereka kepada orang Arab di luar tembok kota. Tidak seperti komunitas Arab, orang-orang Mozab tidak terlahir menjadi gembala. Begitu pula, mereka akan pergi ke komunitas Yahudi untuk membeli barang tembaga dan perhiasan," kata Laggoun.
"Kelompok orang keturunan Yahudi masih tinggal di lembah ini. Ada pula sebuah gereja Kristen yang berdiri tegak di kawasan ini. Untuk bertahan hidup di gurun, Anda butuh kekuatan yang timbul dari persatuan berbagai kelompok. Prinsip itu sangat dipercayai semua orang di M'Zab," ujar Laggoun.
Salah satu penganut mazhab Ibadi yang paling terkenal di kawasan ini adalah pemimpin agama Sheikh Sidi Aissa. Makamnya yang mencolok berada di pemakaman Melika. Dewan agama sejak lama memegang kendali atas Lembah M'Zab. Setiap majelis di lembaga ini berisi tokoh-tokoh kunci komunitas termasuk imam, muazin (yang mengajak Muslim untuk salat), dan seorang guru madrasah. Di Beni-Isguen, kota yang paling konservatif, dewan mengambil keputusan untuk berbagai masalah spiritual dan moral. "Baru-baru ini, beberapa pedagang ingin mengubah beberapa bangunan di alun alun menjadi toko. Dewan melarangnya karena mereka melihat alun-alun sebagai tempat kohesi sosial," kata Meghnine.
"Di mana pun di dunia ini pasti penuh dengan toko suvenir, tapi di sini tetap menjadi tempat yang tenang untuk datang dan duduk bersama keluarga Anda dan untuk mengenal tetangga Anda. Bertemu di alun-alun dianggap suatu keharusan. Bahkan ada pepatah lokal bahwa 'siapa pun yang tidak datang pasti sakit atau tidak bisa membayar utang'," ujar Maghnine.
"Jadi dewan agama membuat keputusan untuk membantu menjaga komunitas tetap kuat. Itu lebih penting daripada uang," ucapnya.
Tidak ada yang menjajakan dagangan, aktivitas tawar-menawar atau tanda-tanda modernitas. Di kota besar Ghardaia, aktivitas perdagangan diizinkan berlangsung di dalam dan sekitar alun-alun pasar pusat. Meski begitu, papan nama dan medium iklan modern dilarang agar kota itu mempertahankan tampilan asli abad ke-11. Berdasarkan peraturan setempat, jalan-jalan kecil dapat mengkhususkan diri hanya pada satu produk, seperti karpet, buah, sayuran atau emas. "Seorang pedagang Mozab tidak menganggap toko lain sebagai saingan," kata Laggoun.
"Sebaliknya, dia menikmati kebersamaan dengan pedagang lain karena yakin kebersamaan memperkuat ikatan komunitas."
Menjual barang secara berisik dan proses tawar-menawar harga sangat dihindari di M'Zab. "Ini berasal dari keyakinan kuat para penganut mazhab Ibadi tentang kesetaraan. Penjual menghormati pembeli sebagai orang yang sederajat sehingga para penjual bersikap jujur dan menawarkan harga yang adil sejak awal, " kata Laggoun.
"Pentingnya kesetaraan di sini melampaui perdagangan juga. Berbagai acara sosial di sini bisa saja dihadiri oleh orang-orang terkaya dan termiskin di lembah. Tapi mereka makan dan minum bersama sebagai satu kesatuan karena semua orang dipandang sederajat," ujarnya.
Jika beberapa generasi muda di M'Zab perlahan-lahan mengadopsi gaya pakaian Barat, banyak penduduk masih memilih pakaian yang lebih tradisional. Perempuan konservatif mengenakan kain kafan putih, yang dikenal sebagai haik, saat mereka keluar rumah. Sementara itu, laki-laki mengenakan tchachit atau kopiah dan saroual loubia, semacam celana berlipat, seperti celana harem. "Saroual itu praktis karena membuat pemakainya tetap sejuk dan juga memungkinkan yang memakainya melakukan gerakan fleksibel selama menjalankan segala jenis pekerjaan fisik," kata seorang guru bahasa Inggris.
"Saya juga menyukai pakaian ini karena itu adalah bagian dari keunikan identitas M'Zab. Lagi pula, jika semua orang mengenakan jins dan kaos sepak bola, kami akan terlihat seperti orang lain di seluruh dunia."
Air lebih berharga daripada emas
Ada lebih dari 100.000 pohon kurma di lembah ini. Kebun kurma tunduk pada peraturan lokal. Sebuah dewan yang khusus mengatur urusan air memantau penggunaan pasokan yang berasal dari akuifer jauh di bawah Gurun Sahara. Terdapat hukuman bagi orang-orang yang mengambil lebih banyak dari bagian yang semestinya. "Tidak ada setetes pun hujan yang turun di M'Zab antara tahun 2008 dan 2017 sehingga tidak heran jika air dianggap lebih berharga daripada emas," kata seorang petani kebun sawit.
"Itu sebabnya peraturan disusun dengan sangat serius dan mengapa pelanggar aturan dapat diusir dari masyarakat karena dianggap melakukan kesalahan besar," ucapnya.
Aturan lain adalah larangan penebangan pohon kurma hidup atau yang dikenal masyarakat lokal sebagai "pohon suci". "Menebang pohon kurma di M'Zab sama tak terbayangkannya seperti membunuh manusia," katanya. "Itu akan menjadi dosa yang tidak bisa diampuni."
Kopi dari kurma
Setiap tahun para petani kurma M'Zab mengikuti pola budidaya dan panen kuno. Mereka memetik buah dari pohon menggunakan tangan setiap bulan April, ketika bunga jantan diikat ke sekumpulan bunga betina dan doa dipanjatkan untuk memastikan hasil yang melimpah. Buah kurma mulai muncul pada bulan Mei dan Juni, dengan panen pertama dicadangkan untuk Ramadhan. "Dikatakan bahwa Nabi akan berbuka puasa selama Ramadhan dengan makan kurma matang sebelum salat," kata petani itu.
"Jadi, memakannya dengan cara yang sama masih memiliki makna spiritual yang besar bagi kami."
Biji kurma yang dibuang digunakan sebagai pakan ternak atau dipanggang dan digiling untuk membuat semacam kopi tanpa kafein khas Mozabite. "Meski kami dapat membeli kopi di toko bahan makanan, kami tetap merasa sebagai orang-orang gurun. Kami selalu menemukan cara untuk memastikan apa pun yang diberikan Tuhan tidak terbuang percuma," kata petani itu.
Di Beni-Isguen, kawasan tanpa hotel, restoran atau kedai kopi, fasilitas wisata sederhana bermunculan di perkebunan kurma. "M'Zab bukanlah sebuah resor. Ini adalah tempat yang nyata, penuh dengan orang-orang yang nyata," kata Salah Daoud, manajer sebuah penginapan.
"Tinggal bersama keluarga menawarkan pengalaman lembah yang otentik dan imersif. Makanannya buatan sendiri. Seorang perempuan lokal membuat couscous dan kami membeli daging unta dari tukang daging lokal, jadi pengalaman itu juga mencakup komunitas yang lebih luas. Sekarang ada sekitar 30 rumah yang dijadikan penginapan di M'Zab. Namun tetap ada batasan ketat terkait jumlah turis. Ada pemahaman yang jelas di sini tentang perbedaan antara pariwisata massal dan pariwisata berkelanjutan dengan hati nurani," kata Daoud.
"Kami fokus pada yang terakhir. Hal terakhir yang kami inginkan adalah kewalahan dengan bus wisata dan M'Zab berubah menjadi kebun binatang manusia."
Dilarang 'selfie'
Sebuah peraturan, yang didorong dewan pariwisata, menyatakan bahwa semua pengunjung, termasuk warga Aljazair, hanya boleh memasuki lima kota berbenteng dengan didampingi pemandu lokal. "Kami melihatnya bukan sebagai pekerjaan, tapi tugas," kata Meghnine. "Kami melakukannya untuk melindungi kota karena kami menghargai cara hidup asli."
Tembakau telah lama dilarang di pusat-pusat sejarah karena alasan agama. Banyak juga tanda yang menunjukkan perilaku terlarang lainnya, salah satunya mengambil foto narsis, mengenakan pakaian tidak senonoh atau memakai ponsel. "Kami adalah orang-orang yang sangat ramah dan pengunjung sangat disambut, tetapi kami dengan hormat meminta agar mereka menghormati cara hidup orang-orang Mozab," kata Meghnine.
"Bagaimanapun, ini adalah rumah kami, bukan hanya latar belakang untuk posting Instagram. Kami tidak ingin M'Zab berubah menjadi semacam Sahara Disneyland". (*)
Tags : Gurun Sahara, Penduduk Miliki Toleransi Tinggi, Penduduk Penganut Islam di Gurun Sahara ,