JAKARTA - Pengamat Ekonomi dari IDEAS Askar Muhammad mengatakan, kondisi ekonomi Indonesia saat ini cukup baik jika dibandingkan dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS) China dan Eropa terpuruk.
"Kondisi ekonomi Indonesia baik akibat berkah kenaikan harga komoditas."
“Kondisi ekonomi Indonesia saat ini bisa dibilang cukup beruntung. Kita memperoleh berkah luar biasa melalui kenaikan harga komoditas. Hal ini yang mendorong pertumbuhan ekonomi pada Kuartal II kemarin secara Y-o-Y mencapai 5,44 persen,” kata Askar dirilis Republika.co.id, Senin (17/10).
Meski ada pada trend baik, Askar mewanti-wanti kondisi ini tidak akan bertahan lama karena mitra dagang Indonesia seperti Tiongkok sedang dalam kondisi tidak baik. Hal ini mengindikasikan kemungkinan pelemahan permintaan atas ekspor Indonesia ke depan.
“Kondisi ini tidak akan berlangsung lama karena mitra dagang kita, terutama Tiongkok mulai mengalami pertumbuhan yang lekat dengan tanah,” ujarnya.
Dikatakan Askar, Badan Pusat Statistik telah mengumumkan bahwa ekspor Indonesia ke Tiongkok mulia menurun signifikan, meskipun pangsa pasarnya masih yang terbesar dan kondisi ini memungkinkan ke depan permintaan semakin turun.
“Penyebab pertumbuhan ekonomi kita pada kuartal II kemarin cukup impresif adalah karena adanya dorongan kenaikan harga komoditas unggulan kita seperti batubara, minyak sawit, bijih besi, nikel, dan sebagainya,” ujarnya.
IDEAS memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III di proyeksikan pertumbuhan ekonomi akan cukup moderat pada rentang 5,1 - 5,3 persen secara Y-o-Y. Penyebab pertama adalah performa ekspor yang cukup baik.
“Terlebih, Purchasing Manager Index Sektor manufaktur kita yang terus membaik hingga pada tingkat 53,7 pada September 2022. Hal ini menunjukan sektor manufaktur kita sedang melakukan ekspansi,” ungkapnya.
Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III tidak akan mencapai 6 persen sebab pertumbuhan daya beli masyarakat masih cukup tersendat. Selama kuartal III ini, tingkat inflasi inti masih berada pada kisaran 2,87% hingga 3,22% yang mengindikasikan lemahnya daya beli masyarakat.
“Tak bisa dipungkiri, sekitar 60% perekonomian Indonesia ditopang oleh konsumsi domestik masyarakat. Lemahnya daya beli berpengaruh signifikan terhadap daya dongkrak perekonomian. Apalagi pada September 2022 lalu, pemerintah telah menyesuaikan subsidi terhadap BBM. Alhasil, inflasi umum pada September 2022 secara Y-on-Y adalah sebesar 5,95%,” jelasnya.
“Hal ini kian mengikis kemampuan belanja masyarakat. Disamping itu, Bank Indonesia juga telah menaikkan BI-rate. Hal ini juga akan mengerem belanja masyarakat. Hal itu sudah terlihat dari perlambatan Indeks Penjualan Ritel yang dirilis BI,” tutupnya.
Sebelumnya, IMF mempertahankan proyeksi ekonomi Indonesia untuk tahun ini sebesar 5,3%. Namun, memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dari 5,2% menjadi 5% pada 2023.
Proyeksi IMF ini lebih rendah dari asumsi makro pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ditetapkan pada APBN 2023, yakni 5,3%. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah mampu menyalip AS, Eropa dan China yang sebelumnya tumbuh lebih tinggi. (*)
Tags : pertumbuhan ekonomi indonesia, ekonomi indonesia, indonesia, ekonomi, pertumbuhan ekonomi,